Karhutla, Mengapa Kembali Terjadi ?


By : Tri Lusiana

 (Aktivis Muslimah)


Masalah kebakaran hutan dan lahan atau karhutla di Indonesia mendapat sorotan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani menyebut pihaknya telah melakukan gugatan terhadap 22 korporasi ataupun perusahaan penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia (online kompas).


Salah satunya adalah PT Kumai Sentosa (PT KS) dituntut tanggung jawab atas kebakaran lahan dilokasi kebun sawit seluas 3.000 Ha yang telah berdampak luas terhadap lingkungan hidup. Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) yang terdiri dari Ketua Majelis Dr Yakup Ginting, SH.,CN.,M.Kn, Hakim Anggota Dr. Drs M. Yunus Wahab,S.H.,M.H dan Dr. Nani Indrawati, S.H., M.Hum pada tanggal 18 Juli 2023 telah mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan menghukum PT KS untuk membayar ganti rugi materiil secara tunai kepada KLHK melalui rekening kas negara sebesar Rp 175.179.930.000,-.


Atas putusan PK ini, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK, Rasio Ridho Sani menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada Majelis Hakim MA yang telah memutus perkara PT KS dengan menerapkan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dengan pertanggungjawaban mutlak (strict liability). 


PT KS harus bertanggung jawab atas kebakaran lahan dilokasi kebun sawit seluas 3.000 Ha yang telah berdampak luas terhadap lingkungan hidup dan menimbulkan keresahan masyarakat karena asap yang ditimbulkan, kerusakan lahan, kehilangan biodiversity dan menghambat komitmen pemerintah dalam pencapaian agenda perubahan iklim, khususnya pencapaian Folu Net Sink 2030. 


Jasmin Ragil Utomo, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup sekaligus Kuasa Hukum Menteri LHK, mengatakan bahwa dikabulkannya permohononan PK Kementerian LHK oleh MA menunjukkan keseriusan KLHK dalam menindak pelaku pembakar lahan dan komitmen yang kuat dari Majelis Hakim Agung terhadap korporasi yang tidak serius dalam menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) di bidang pengelolaan lingkungan hidup khususnya pengendalian karhutla.  


Untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan, KLHK juga melakukan monitoring terhadap titik panas (hot spot) secara kontinyu sejak Januari 2023 s.d. Agustus 2023 dan telah memberikan peringatan kepada perusahaan yang terindikasi adanya titik panas (hot spot) dengan tingkat kepercayaan diatas 79% sejumlah 99 Surat Peringatan Kebakaran Hutan dan Lahan. Dan Untuk penguatan penegakan hukum tindak pidana karhutla telah dibentuk Satgas Penegakah Hukum Terpadu menindaklanjuti Nota Kesepahaman antara Menteri LHK, Kapolri dan Jaksa Agung. Melalui Satgas Penegakan Hukum terpadu penanganan kasus-kasus Karhutla dilakukan secara bersama antara penyidik KLHK, Penyidik Polri dan Jaksa (online ppid.menlhk).


Akar Masalah


Kebakaran hutan yang terjadi adalah akibat dari paradigma pengelolaan hutan yang tidak tepat. Dimana negara menyerahkan kepemilikan hutan kepada perusahaan-perusahaan konsesi yang tidak luput dari budaya korupsi. Sehingga perusahaan-perusahaan konsesi itu tidak berhenti hanya sampai dititik sudah memiliki konsesi. Mereka akan memperluas lahan kepemilikan dengan menyogok para pejabat. Lalu selanjutnya proses pembakaran lagi, sehingga terjadi kerugian besar.


Dari catatan Bank Dunia, kerugian akibat kebakaran hutan mencapai 72 triliun rupiah pertahun, belum lagi dengan kerugian kesehatan, kerugian hidrologi, kerugian lingkungan, dan lain sebagainya.


Kebakaran hutan juga dapat membahayakan banyak orang, keanekaragaman hayati hutan yang sangat bermanfaat terus termusnahkan. Hutan yang dikenal sebagai paru-paru dunia akhirnya mulai kehilangan fungsi sebagai daerah resapan air. Ketika hutan tidak lagi berfungsi stabil, maka potensi bencana alam semakin besar terjadi. Maka bisa disimpulkan, kerugian serta kerusakan yang muncul dari insiden Karhutla ini tidak main-main besarnya.


Inilah buah dari penerapan sistem yang salah yang hanya memikirkan materi semata. Jika negara mau menerapkan sistem Islam, maka kondisinya akan berbeda 


Solusi Islam


Dalam sistem Islam, Hutan adalah salah satu jenis kepemilikan umum yang tidak boleh dimiliki oleh satu atau sekelompok orang. Rasulullah Saw pernah bersabda :


الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ وَثَمَنُهُ حَرَامٌ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ يَعْنِي الْمَاءَ الْجَارِيَ


Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal; air, rumput & api. Dan harganya adl haram. Abu Sa’id berkata, Yang dimaksud adl air yang mengalir. [HR. ibnumajah No.2463].


Oleh karena itu, negara yang memiliki wewenang untuk mengelola segala hasil hutan yang kemudian sumber daya hutan tersebut dimanfaatkan untuk kebutuhan seluruh rakyat. Bukan dikuasai oleh individu, swasta, korporat dan para pemilik modal seperti yang terjadi saat ini.


Islam sangat menjaga kelestarian hutan, terutama hutan gambut yang sangat bermanfaat untuk paru-paru dunia, penyimpan air pada saat musim hujan dan sebagai sumber air pada saat musim kemarau tiba. Selain itu, hutan gambut adalah sumber habitat flora dan fauna yang menjaga keseimbangan alam.


Larangan pemilikan hutan, sistem Islam juga memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku pembakaran hutan dengan ta’zir. Kepala negara (Khalifah) mampu menimbulkan efek jera dan penebus dosa bagi pelakunya.


Maka dengan pengaturan Islam yang terperinci tentang kepemilikan, kesadaran umum untuk menjaga lingkungan dan sanksi yang tegas bagi pelaku kemaksiatan akan menjadi solusi tuntas karhutla.


Namun penyelesaian akar masalah Karhutla ini tidak akan mungkin bisa diterapkan tanpa ada perubahan rezim dan sistem yang diberlakukan saat ini. Rezim yang sangat pro kapital dan sistem kapitalisme sekuler ini adalah sumber masalahnya. Karena sistem kapitalis demokrasi yang diterapkan saat ini telah mengeksploitasi alam, merusak dengan memanfaatkan SDA yang ada dengan keserakahan, memikirkan untung rugi tanpa memikirkan dampak bagi lingkungan. Kebijakan-kebijakan yang dibuat hanya demi memuaskan hasrat kuasa, sehingga menghilangkan prioritas terhadap rakyatnya.


Oleh karena itu, harus ada perubahan secara fundamental terhadap tatanan kehidupan yang rusak dan merusak ini. Yaitu harus kembali kepada penerapan hukum-hukum Allah SWT.


Wallahu a’lam bish-showab.

Post a Comment

Previous Post Next Post