Kapitalisme Menggiring Remaja dalam Pergaulan Bebas


Oleh Intan A.L

Ibu Rumah Tangga


“Kerbau seratus dapat digembalakan, manusia seorang tiada terkawal”


Menjaga seorang perempuan lebih sukar daripada menjaga binatang yang banyak. Barangkali makna peribahasa ini sesuai dengan mirisnya keadaan pergaulan remaja saat ini. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan mayoritas anak remaja di Indonesia sudah berhubungan seksual. Remaja usia 14-15 tahun jumlahnya 20 persen, sedangkan usia 16-17 tahun mencapai 60 persen (batampos, 06/08/23).


Data di atas menunjukkan betapa memprihatinkan tingkat pergaulan remaja saat ini. Rusaknya perilaku remaja tidak lepas dari rusaknya asas kehidupan mereka. Pandangan hidup yang tidak terarah, tidak menentu bahkan mengadopsi gaya hidup barat karena kekaguman buta tanpa memahami hakikat yang sesungguhnya apalagi akibat yang tengah menantinya.


Tidak hanya itu, menurut ketua BKKBN Hasto, usia hubungan seks yang semakin maju sementara itu usia nikah semakin mundur, artinya semakin banyak seks di luar nikah (merdeka. 05/08/23). Fenomena ini sungguh membahayakan sebab bebasnya pergaulan remaja akan berbanding lurus dengan akibatnya seperti aborsi, meningkatnya penyakit menular seksual,  penelantaran bayi di luar nikah, ketidaksiapan ekonomi menikah muda yang mengarah pada angka perceraian yang meningkat dan lain sebagainya. 


Penerapan sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan merupakan problem utama yang menjadi biang kerok buruknya pergaulan remaja. Seiring dengan pesoalan lainnya yang menjadi faktor pengikut kondisi itu. Secara psikologis, disebutkan bahwa remaja yang terjerumus pada pergaulan bebas dapat disebabkan oleh kurangnya perhatian dan kasih sayang orangtua. Gaya hidup kapitalisme mendorong orangtua untuk lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah demi mengais nafkah. Tuntutan gaya hidup dan tingginya pemenuhan kebutuhan dalam sistem kapitalis membuat mereka mengambil sebanyak-banyaknya peluang pekerjaan.


Sehingga adakalanya anak terpenuhi secara materi tapi kekurangan pemenuhan batin dan merasa asing saat berdekatan dengan keluarganya. Akibatnya remaja seperti itu mencari perhatian dari luar rumah seperti anak-anak yang akhirnya aktif berpacaran dan terjerumus dalam pergaulan bebas. Meski demikian banyak pula faktor pencetus lain seperti kurangnya pemahaman Islam yang disebabkan lalainya orangtua dalam mendidik anaknya. Maka absennya ruh Islam dalam keluarga kembali disebabkan oleh orangtua yang jauh dari Islam, sehingga anakpun sama jauhnya.


Gaya hidup sekuler telah meniadakan pandangan agama termasuk dalam masalah pergaulan sosial. Akibatnya para remaja meniru gaya dan pemikiran hidup barat yang bertebaran di dalam buku, film, musik dan lainnya. Sehingga pergaulan bebas dianggap lazim untuk dilakukan. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan Islam yang melarang pergaulan bebas. Islam pada dasarnya memisahkan pergaulan antara laki-laki dan wanita. Namun, interaksi keduanya diperbolehkan pada hal-hal umum yang terdapat kepentingan syar’i di dalamnya. Misalnya, dalam jual beli, pendidikan, kesehatan, peradilan, dan sebagainya. Sehingga interaksi di luar itu semisal pacaran yang kental dengan aktivitas khalwat dan ikhtilat, tentu dilarang keras. Rasulullah saw. bersada,


“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita tanpa ada mahram wanita tersebut, karena syaitan menjadi orang ketiga di antara mereka berdua.” (HR. Ahmad).


Islam sangat menjaga sistem pergaulan dalam masyarakat. Sehingga, terdapat sanksi bagi siapa yang melanggarnya. Di antaranya adalah hukuman cambuk untuk mereka yang berzina tapi belum pernah menikah, dan hukuman rajam, bagi mereka yang berzina tapi sudah pernah menikah. Hal ini didasarkan pada sunnah Rasulullah saw. 


"Ambillah dari diriku, ambillah dari diriku, sesungguhnya Allah telah memberi jalan keluar (hukuman) untuk mereka (pezina). Jejaka dan perawan yang berzina hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun. Sedangkan duda dan janda hukumannya dera seratus kali dan rajam." (HR Muslim).


Demikianlah, Islam sangat memperhatikan persoalan ini. Alhasil individu manapun ketika melanggar syariat akan dikenai sanksi demikian. Hal ini berdampak pada kesadaran untuk mencegah dirinya sekuat tenaga agar terhindar dari perzinahan. Termasuk persoalan remaja saat ini yang sarat dengan aktivitas haram tersebut. Oleh sebab itu, marilah kita tengok kembali sistem Islam yang mulia dan agung ini. Sistem Islam satu-satunya yang memahami fitrah manusia dan menempatkannya dalam jalan terbaik untuk kehidupan. Kita mesti kembali kepada Islam agar persoalan salah jalannya pergaulan remaja dapat diatasi secara tuntas hingga ke akarnya.


Wallahu a’lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post