Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diminta segera membenahi tata kelola jaringan utilitas setelah seorang mahasiswa bernama Sultan Rifat Alfatih mengalami kecelakaan akibat terjerat kabel fiber optik di kawasan Jakarta Selatan pada Januari 2023 lalu. Pakar tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, mengatakan peristiwa ini menggambarkan bagaiman semrawutnya jaringan utilitas di ibu kota telah “mengancam keselamatan warga”. Apalagi, ini bukan kasus pertama yang memicu korban.
Pemerintah, perusahaan pemilik kabel fiber optik, hingga kontraktor lapangan diminta bertanggung jawab karena diduga “telah lalai”. Namun PT Bali Towerindo Sentra Tbk, selaku perusahaan pemilik kabel fiber optik, membantah tuduhan kelalaian tersebut. Sebelumnya, Vadim (38) meninggal dunia setelah kecelakaan akibat menghindari kabel yang melintang di jalan Brigjen Katamso, Palmerah, Jakarta Barat, pada Selasa (dilansir dari media online kompas).
Semrawutnya kabel di Jakarta yang terus memakan korban, seharusnya menjadi peringatan keras para pemangku kebijakan agar bisa menciptakan lalu lintas yang aman bagi para pengguna kendaraan. Namun demikian, alih-alih serius menangani, pihak terkait malah seperti saling melempar tanggung jawab dan hanya bertindak jika sudah ada kejadian. Masyarakat pun sedari dahulu sudah resah dan protes terhadap jaringan utilitas yang berantakan tersebut, tetapi pemerintah seperti abai terhadap keresahan warga. Begitu pun para pakar, sudah memperingatkan bahwa korban akan terus berjatuhan jika tata kelola tidak dibenahi.
Banyak pengamat mengusulkan—termasuk Nirwono—untuk memindahkan seluruh kabel utilitas ke bawah tanah. Selama ini, baru Kawasan tertentu saja yang sudah terealisasi, seperti SCBD dan Mega Kuningan, sedangkan mayoritas wilayah Jakarta masih banyak ditemukan kabel menjuntai. Oleh karena itu, Raperda tentang sarana utilitas terpadu harus segera disahkan lantaran dalam rencana induknya, Jakarta ditargetkan tidak lagi memiliki kabel-kabel yang menjuntai di atas pada 2030.
Selain itu, ada sanksi tegas bagi perusahaan yang lalai. Namun, mungkinkah regulasi yang memihak keselamatan warga disahkan, mengingat banyaknya regulasi yang pro pengusaha justru yang disahkan? Oleh karena itu, banyak pihak menyangsikan jika Raperda yang berisi penertiban terhadap kabel-kabel milik perusahaan tersebut bisa disahkan. Selama ini pun meski keluarga korban berteriak-teriak meminta keadilan, pemerintah sepertinya tidak bisa menindak tegas perusahaan tersebut.
Selain itu, tata Kelola pengerjaan satu proyek yang diserahkan kepada swasta akan menyebabkan pengontrolan dari pemerintah menjadi lemah. Hampir seluruh proyek di ibu kota dan wilayah Indonesia lainnya, diserahkan pada pihak swasta. Negara hanya sebagai fasilitator yang pada akhirnya tidak memiliki wewenang penuh dalam mengatur tata kelola daerahnya.
Jika sudah diserahkan pada swasta, keuntungan jelas menjadi prioritas sehingga aspek keselamatan bukanlah yang utama. Upaya pemindahan semua kabel ke bawah tanah, misalnya, tentu membutuhkan biaya yang sangat besar. Alhasil, pihak swasta akan berpikir ulang untuk menyetujui yang demikian.
Selama tata kelola pengerjaan proyek diambil alih swasta, memiliki tata kota yang aman dan nyaman bagi seluruh warga hanyalah impian. Kota yang bersih, aman, nyaman hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang. Lihat saja daerah SCBD dan Mega Kuningan yang kabelnya sudah di tanam di tanah, semua tahu kawasan tersebut adalah kawasan elite yang hanya dihuni oleh orang-orang kaya.
Andai saja negara yang mengendalikan tata kelola satu wilayah, termasuk pengaturan kabel utilitas, yang bisa menikmati jalanan aman dan nyaman bukan hanya penghuni kawasan elite saja, tetapi seluruh wilayah. Namun, inilah tata kelola pembangunan dalam sistem kapitalisme yang menjadikan swasta sebagai pihak sentral dalam pembangunan.
Tata kelola wilayah dalam Islam jauh berbeda dengan pengelolaan sistem kapitalisme, yakni: Pertama, tata kelola wilayah dalam Islam berfokus pada kemaslahatan seluruh warga. Alhasil, seluruh fasilitas akan benar-benar di tata agar seluruh warga merasa aman, nyaman, dan tenteram. Pemasangan kabel utilitas yang semrawut di atas langit tentu akan diupayakan dengan sungguh-sungguh dalam aspek keamanannya. Jika ada teknologi baru, misalnya ditanam di tanah yang jauh lebih aman, negara akan bersegera mengimplementasikannya sebab kebijakan yang adaptif terhadap kebutuhan warga akan benar-benar diimplementasikan.
Kedua, pihak sentral dalam pembangunan adalah negara. Jika diserahkan kepada swasta, persoalan pemerataan tidak akan bisa tercipta sebab kepentingan swasta adalah profit sehingga hanya yang memiliki uang saja yang dapat mengakses fasilitas terbaik. Sebaliknya, kepentingan negara bukanlah profit di dalam Islam, melainkan terpenuhinya seluruh kebutuhan umat. Fungsi adanya pemerintahan dan penguasa adalah untuk melindungi dan menyelesaikan persoalan umat. Negara tidak akan segan memberikan sanksi pada perusahaan yang lalai dalam aspek keamanan.
“Akan terjadi) fitnah (kekacauan) jika tidak ada seorang imam (khalifah) yang mengurusi urusan manusia.” (Al-Qadhi Abu Ya’la al-Farra’, Al-Ahkamus Sulthaniyyah, hlm. 23).
Ketiga, kekuatan baitul mal akan menjadikan kekuatan negara secara penuh. Sering kali defisit anggaran menjadi alasan penguasa untuk menyerahkan urusan rakyat pada swasta. Inilah yang tidak akan terjadi dalam sistem Islam, melimpahnya pemasukan negara dari sumber semisal fai, kharaj, kepemilikan umum, dan pos sedekah, akan menjadikan keuangan negara kuat. Jika sudah kuat, bukan hanya rasa aman yang didapat, melainkan juga kehidupan yang nyaman dan enak di pandang mata, menyejukkan hati siapa pun warga yang melihatnya.
Dengan demikian, tidak akan ditemukan pemimpin dalam sistem hari ini layaknya Khalifah Umar bin Khaththab yang menangis tersedu-sedu tatkala ada seekor keledai terperosok. Ia sangat khawatir jalanan yang berlubang yang menyebabkan keledai tersebut terperosok adalah akibat dari kelalaiannya sebagai pemimpin. Bayangkan dengan pemimpin hari ini, sudah banyak korban kecelakaan karena kabel listrik, alih-alih merasa bersalah, malah saling melempar tanggung jawab. Sungguh, kehidupan yang aman hanya akan bisa dirasakan oleh seluruh warga jika sistem Islam menjadi pijakan.
Wallahu ‘alam bish-showwab
Post a Comment