Islamofobia Terus Terjadi, Umat Membutuhkan Pelindung Sejati

 


By : Ummu Aqiil


Kekerasan Hindu India atas Muslim India kembali berulang. Kondisi India pun mencekam dengan menyusul tewasnya lima orang yang terjadi tak jauh dari New Delhi, Senin, (31/7/2023).


Kekerasan terjadi setelah prosesi keagamaan Hindu melewati Nuh yang didominasi Muslim, di negara bagian Haryana. Menjelang sore, kekerasan telah meluas ke Gurugram yang berdekatan, dimana sebuah masjid dibakar, membunuh ulama tersebut serta melukai orang lain.


Gurugram, sebelumnya dikenal sebagai Gurgaon,  berbagi perbatasan dengan New Delhi dan telah muncul sebagai pusat bisnis bagi negara tersebut, menampung beberapa perusahaan multinasional.


Dikutip dari Cnbc. Indonesia, Segerombolan umat Hindu sayap kanan juga dikabarkan telah membakar dan melepaskan tembakan ke sebuah Masjid di Gurgaon India, sebuah kota di Barat daya New Delhi.


Dilansir dari media Sindonews, dinyatakan bukan hanya di India saja, Islamofobia juga menghinggapi Denmark. Seakan tak ada kapoknya, Anggota Kelompok Patriot Denmark teriakkan slogan-slogan anti-Islam selama aksi pembakaran Al-Qur'an di dekat Kedutaan Turki di Copenhagen, Rabu (2/8/2023). Mirisnya, aksi bejat tersebut dibawah perlindungan polisi.


Akhir -akhir ini, Swedia dan Denmark menjadi sorotan dunia Islam. Karena di dua negara ini pula rentetan aksi keji mereka membakar kitab suci Al-Qur'an. Dan baru ini, aksi tersebut dilakukan oleh imigran asal Irak, Salwan Momika, di depan Parlemen Swedia, Senin (30/7/2023). Kejinya, aksi pembakaran dan penistaan Al-Quran dilakukan oleh Salwan ketiga kalinya, sebagimana dilansir dari Media Online Cnbc.Indonesia.

 

Dilansir dari media DetikNews, Perdana Menteri (PM) Swedia, Ulf Kristersson mengaku "sangat khawatir" dengan konsekuensi yang mungkin terjadi  jika lebih banyak aksi protes yang melibatkan penistaan Al-Quran digelar di negaranya. Kekhawatiran  tersebut diungkapkan, ketikan meningkatnya kemarahan umat Muslim terhadap rentetan pembakaran Al-Qur'an.


Aksi keji Hindu India pun memicu eksodus umat Islam atas rentetan  pembakaran toko -toko yang sebagian besar milik Muslim, pembakaran Masjid, serta pembunuhan imam di sebagian wilayah India tersebut. Aksi keji tersebut memaksa sebagian besar keluarga Muslim pergi dari wilayah Gurugram, dilansir dari media online Republika.


Tidak dipungkiri, dalam  sistem sekuler kapitalisme Islamofobia terus terjadi di dunia dengan bermacam-macam bentuknya, baik menyerang simbol agama Islam maupun penganutnya.


Sayangnya, dalam sistem sekuler Kapitalisme, tindakan penista agama khusunya agama Islam seakan tidak bisa dicegah, baik oleh PBB itu sendiri yang kerap menggembar-gemborkan kedamaian.


Kebebasan berekspresi yang lahir dari sistem tersebut seakan menjadi ladang kebebasan. Khususnya kebebasan untuk mengungkapkan kebencian terhadap simbol Islam dan kaum Muslim. Mirisnya, penista agama juga kerap dilindungi.


Sejatinya, umat Islam harus memiliki kekuatan besar dalam bentuk institusi negara yang kokoh dan adidaya agar mampu mencegah islamofobia yang semakin merajalela dalam sistem saat ini. Hukum Islam yang diterapkan akan membuat para pelaku penista agama akan jera. Khalifah akan memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku penista agama. Disebabkan jawabir (penebus) dan jawazir (pencegah) yang ada dalam aturan Islam.


Hanya dengan sistem Islam pula toleransi antar umat beragama dapat terjaga.  Islam memiliki mekanisme dalam menjaga kemuliaan agama dan umatnya. Tak terkecuali non muslim yang dibawah naungan sistem Islam.


Sejarah panjang dalam sistem Islam sudah membuktikan bagaimana Islam mewujudkan toleransi antar umat beragama, bahkan di dunia.


Sejak Islam hadir ditengah-tengah kehidupan manusia, Rasullullah telah memberikan contoh toleransi terhadap selain Islam. 


Dimasa Rasulullah Saw sewaktu beliau di Madinah, Nabi Muhammad Saw membentuk perjanjian dengan berbagai kalangan, yang disebut sebagai Piagam Madinah. Salah satu fungsi utama Piagam Madinah adalah menyatukan dan menciptakan kehidupan masyarakat Madinah yang damai dan tentram, di balik segala perbedaan yang ada.


Rasullullah sebagai kepala negara saat itu telah menunjukkan sikap toleransinya dan menghormati agama lain. Misalnya, ketika Rasulullah Saw melihat ada rombongan yang mengusung jenazah Yahudi, Rasulullah serta merta langsung berdiri.


Seketika sahabat bertanya memprotes, "Wahai Rasulullah, bukankah dia seorang Yahudi""

Rasulullah pun menjawab, "Bukankah dia manusia?"


Begitu juga, toleransi di masa kepemimpinan Umar bin Khattab. Saat membuat beberapa perjanjian dengan pemeluk agama lain terutama di daerah yang baru ditaklukkan, seperti daerah Aeliya pada tahun 636 M. Penandatanganan ini lebih dikenal dengan Perjanjian Aeliya antara Khalifah Umar dan orang-orang Kristen di daerah Yerussalem.


Khalifah Umar, sebagai pihak yang menaklukkan daerah tersebut ternyata berlaku bijaksana dengan tetap menghormati pemeluk agama Yahudi maupun Kristen tanpa berbuat zalim terhadap mereka walaupun berbeda keyakinan.


Penaklukkan Yerusalem pada era Islam yang dipimpin Khalifah Umar bin Khattab mendapat pujian dan pengakuan Barat. Hal  tersebut karena prinsip-prinsip kemanusiaan yang diterapkan selama penaklukkan agung itu.


Dalam bukunya, A History of Jerusalem: One City, Three Faiths, (London: Harper Collins Publishers, 1997), Karen Arsmtrong mencatat kisah indah tentang penaklukan Jerusalem oleh pasukan Islam di bawah kepemim pinan Umar bin Khathab. Peristiwa terjadi pada 636 M. Armstrong menulis:


"Umar juga mengekspresikan sikap ideal kasih sayang dari penganut (agama) monoteistik, dibandingkan dengan semua penakluk Jerusalem lainnya, dengan kemungkinan perkecualian pada Raja Daud. Ia memimpin satu penaklukan yang sangat damai dan tanpa tetesan darah, yang Kota itu belum pernah menyaksikannya sepanjang sejarahnya yang panjang dan sering tragis.


Saat ketika kaum Kristen menyerah, tidak ada pembunuhan di sana, tidak ada penghancuran properti, tidak ada pembakaran simbol-simbol agama lain, tidak ada pengusiran atau pengambialihan, dan tidak ada unsur  paksaan kepada Yerusalem untuk memeluk Islam. Jika sikap respek terhadap penduduk yang ditaklukkan dari Kota Yarusalem itu dijadikan sebagai tanda integritas kekuatan monoteistik, maka Islam telah memulainya untuk masa yang panjang di Yerusalem, dengan sangat baik. Hal itu karena aturan Islam diterapkan.


Pada dasarnya, hanya dengan sistem Islam umat manusia dimuliakan dan suatu bentuk kezaliman jika ada hak-haknya yang diabaikan. Namun institusi negara tersebut kini sudah tidak ada lagi karena telah dicabik-cabik kafir penjajah.


Maka, umat Islam seluruhnya wajib meneruskan perjuangan untuk penegakan kembali institusi tersebut dengan persatuan umat Islam seluruh dunia. Dengan  adanya institusi yang dipimpin oleh Khalifah yang menaungi umat Islam khususnya dan manusia yang hidup dalam naungannya, sehingga kemuliaan Islam dapat kembali terjaga.


Wallahu a'lam bish shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post