Oleh Sri Yuhanti
Aktivis Dakwah
Pendidikan adalah proses
pembelajaran pengetahuan dan keterampilan. Tujuan pendidikan adalah ilmu yang
didapat agar memberikan manfaat bagi sesama manusia. Sejatinya pendidikan hadir
agar seseorang bisa memiliki kecerdasan, kepribadian yang baik, dan akhlak yang
mulia. Tetapi sungguh miris melihat kenyataan pendidikan di negeri kita.
Beberapa hari yang lalu negeri ini diramaikan oleh pemberitaan kasus kejahatan
yang dilakukan oleh pelajar dan mahasiswa.
Seorang mahasiswa UI Depok
ditemukan tewas di kamar kost nya di daerah Depok dan pelakunya adalah
seniornya sendiri. Pelaku melakukan pembunuhan karena terjerat pinjaman online dan tunggakan sewa kosan sehingga
pelaku mengambil barang barang berharga milik korban (media online REPUBLIKA). Kasus
lainnya seorang guru harus menderita kebutaan karena sebelah matanya di ketapel
oleh wali siswa karena anaknya ditegur merokok di area belakang sekolah pada
waktu jam belajar. (media online liputan 6).
Kasus-kasus ini menambah daftar panjang buramnya pendidikan di negeri ini diantara kasus-kasus bullying, kekerasan yang marak terjadi di kalangan pendidikan tingkat dasar tingkat menengah hingga perguruan tinggi. Setiap tahun ada saja catatan buruk mengenai pendidikan. Kejahatan seksual dan seks bebas pun menjadi hal yang lumrah terjadi didunia pendidikan negeri ini. Lantas siapa yang harus bertanggungjawab atas kekacauan ini?
Semua ini terjadi karena penerapan
sistem yang salah di semua bidang bukan hanya pendidikan saja sistem
sekularisme yang diterapkan di negeri ini membuat karut-marut disemua aspek
kehidupan. Penerapan sistem sekularisme di bidang pendidikan yang
mengesampingkan syariat Islam sebagai aturan kehidupan, pelajaran agama hanya
diajarkan di sekolah dengan jam minim. Syariat Islam tidak menjadi dasar dan
acuan dalam pendidikan. Begitupun dengan kurikulum yang terus berganti-ganti,
sama sekali tidak menjadikan pendidikan lebih berkualitas karena berganti
kurikulum hanya menjadi ajang pemaksaan prestasi dari Menteri Pendidikan saja
agar dianggap mampu menciptakan kurikulum tanpa memikirkan kurikulum yang dipakai
apakah mampu mencetak generasi yang berakhlak mulia atau tidak.
Pendidikan dilingkup keluarga tidak
dapat diharapkan sepenuhnya, seorang ibu yang sejatinya adalah madrasah pertama
untuk anak-anaknya kini telah berganti status dari tulang rusuk menjadi tulang
punggung karena tuntutan ekonomi yang sulit karena negara tidak dapat menjamin
kesejahteraan rakyatnya.
Berbeda dengan catatan sejarah
peradaban Islam yang banyak melahirkan cendikiawan Islam dan ilmuan yang ahli dalam
berbagai bidang. Contoh Imam Syafi'i dan Ibnu Sina ilmu yang beliau miliki
menjadi manfaat untuk umat manusia sampai saat ini. Faktor keberhasilan mereka
adalah keimanan dan keilmuannya. Bila ingin mencapai keberhasilan seperti
mereka seharusnya negara menerapkan sistem Islam disemua aspek kehidupan yaitu
sistem pendidikan berbasis Islam. Begitupun termasuk dengan sistem ekonomi dan
seluruh aspek kehidupan maka dengan sistem Islam kehidupan masyarakat akan
sejahtera, dalam bidang pendidikan pun akan menghasilkan generasi-generasi
cemerlang yang berakhlakul kharimah.
Wallahualam bissawab.
Post a Comment