Kelaparan di Kabupaten Puncak, tepatnya Distrik Agandugume dan Lambewi, Provinsi Papua Tengah, memakan korban jiwa 6 warga, yakni 5 dewasa dan 1 bayi berusia 6 bulan. Para korban meninggal usai mengalami lemas, diare, panas dalam, dan sakit kepala akibat tidak ada makanan sebagai dampak musim kemarau. Kejadian ini juga berdampak pada sedikitnya 7.500 orang yang gagal panen akibat kekeringan yang telah terjadi selama dua bulan terakhir. Apakah akibat Perubahan Cuaca? Benarkah demikian ? Berikut penjelasannya :
Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Perlindungan Korban Bencana Alam Kementerian Sosial (Kemensos) Adrianus Alla menyatakan bahwa warga di kedua distrik tersebut mengalami gagal panen akibat kekeringan sebagai dampak El Nino sejak awal Juni 2023. Fenomena hujan es yang terjadi pada awal Juni menyebabkan tanaman warga, yaitu umbi yang merupakan makanan pokok mereka menjadi layu dan busuk. Setelah itu, di daerah tersebut tidak turun hujan sehingga tanaman warga mengalami kekeringan. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeklaim bahwa sejak Maret 2023 pihaknya sudah mengingatkan Pemda setempat di daerah terdampak akan adanya musim kemarau ini. Tujuannya agar pemda bisa mengantisipasi dampak terjadinya kekeringan.
Disisi lain jika hendak kita ungkap kekayaan SDA Papua cukup melimpah diantaranya meliputi emas, minyak, gas bumi, tembaga, serta perak. Sekedar data, Kementerian ESDM mencatat ( 2020), Papua memiliki tambang emas terbesar di Indonesia dengan luas mencapai 229.893,75 ha atau senilai 52 % dari total cadangan bijih emas Indonesia. Papua juga diketahui kaya akan tembaga berdasarkan data Freeport ( 2021), tambang Grasberg memproduksi 1, 34 miliar pon tembaga.
Selanjutnya perak, berdasarkan data Kementerian ESDM ( 2020), Papua memiliki 1,76 juta ton biji perak dan 1.875 juta ton biji untuk cadangan perak. Berikutnya, sumber daya minyak dan gas bumi (migas) di area Warim, papua. Menurut data Kementerian ESDM, area tersebut menyimpan potensi minyak sebesar 25, 968 miliar barel dengan nilai US$ 2, 06 triliun atau Rp 30.646 triliun ( mengacu harga minyak mentah Indonesia per April 2023).
Area ini juga menyimpan potensi gas berkali-kali lipat lebih besar dibandingkan Blok Masela ( yang besarnya hanya 10,73 TCf), yakni sebesar 47,37 triliun kaki kubik ( TCf).
Terjadinya kelaparan di Papua yang tanahnya kaya raya SDA jelas bukan sedekar soal perubahan cuaca, apalagi kendala akan sulitnya medan saat penyaluran bantuan. Sebaliknya, justru ada faktor absennya penguasa selama ini untuk berupaya keras mencukupi kebutuhan rakyatnya, termasuk antisipasi terhadap perubahan cuaca maupun potensi bencana alam lainnya. Terlebih problematik papua juga begitu kompleks sehingga tidak cukup penanggulangan kelaparan sekedar pada penyaluran bantuan makanan.
Solusi Islam
Islam memandang bahwa kelaparan adalah alarm keras yang semestinya jangan sampai berbunyi, apalagi timbul korban jiwa. Munculnya gejala kelangkaan barang saja sudah seharusnya membuat penguasa harus mengoreksi total keberlangsungan distribusi ekonominya agar kelangkaan itu jangan sampai terjadi alih- alih berlarut- larut sampai terjadi kelaparan. Penguasa wajib menjaga keberlangsungan dan keseimbangan distribusi ekonomi serta menjamin agar semua individu rakyat bisa makan dengan porsi cukup tanpa ancaman kelaparan. Apalagi SDA Papua begitu sangat melimpah. Andaikata ada yang dikelola oleh pemerintah dan jauh dari jejaring oligarki, terlebih sudah menjadi target asing, sehingga rakyatpun harus gigit jari, bahkan laksana tikus yang mati dilumbung padi.
Oleh sebab itu, kelaparan di Papua menegaskan bahwa kapitalisme menjadi biang kerok semua itu, sudah saatnya kapitalisme diganti dengan sistem yang lebih baik sekaligus sahih, yakni sistem Islam dalam naungan Khilafah.
Wallahu a'lam bishawwab.
Post a Comment