Derita Driver Ojol di Atas Kesejahteraan Kapitalis

 


Oleh : Fitri S.Pdi

(Guru dan aktivis muslimah Deli Serdang)


Menjadi driver ojol (ojek online) memang menjadi salah satu alternatif bagi para pejuang nafkah ditengah gempuran pengangguran yang menjamur karena sulitnya lapangan pekerjaan saat ini. Di awal-awal kemunculannya, penghasilan dari ojol ini memang sangat menjanjikan, orang-orang sampai berbodong-bondong menjadi driver ojol. Bahkan tak jarang pekerja kantoran pun melakoni pekerjaan ini sebagai sampingan untuk menambah penghasilan mereka di luar pekerjaan utamanya.


Namun, pekerjaan ini kini sudah mulai berkurang peminatnya. Hai ini dikarenakan kebijakan aplikator yang memotong komisi dari ojol sekitar 20-50%. Kebijakan ini jelas tidak menguntungkan bagi para ojol yang statusnya hanya sebagai mitra, yang  tidak memiliki kontrak kerja serta upah yang jelas sebagaimana yang ditetapkan dalam UMP.


Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia, Igun Wicaksono membenarkan hal ini, “Saat tahun-tahun pertama kehadiran ojol, para pengemudi bisa mengantongi Rp5 juta hingga Rp10 juta. Namun, kondisi tersebut kini berbanding balik sejak beberapa tahun terakhir. Ia mengatakan, penurunan pendapatan driver ojol bisa mencapai 50 persen atau bahkan di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP).” (cnbcindonesia, 1/4/2023).


Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, menyebutkan ada aplikator yang menerapkan potongan hingga 30%. Padahal kalau merujuk pada keputusan Kementerian Perhubungan pada September 2022, pemotongan biaya sewa penggunaan aplikasi sebesar 15% dari sebelumnya mencapai 20%.(bbc, 26/7/2023).


Kasus pemotongan penghasilan besar-besaran oleh pihak aplikasi serta tidak tetapnya penghasilan para pengemudi dikarenakan status mereka yang hanya sebatas mitra bukan pekerja tetap. Sejumlah pengemudi ojol mengatakan dalam sehari mereka memperoleh antara Rp10.000 sampai Rp100.000. Bahkan ada kalanya nol rupiah. Penghasilan tersebut sangatlah tidak sepadan lantaran para driver harus menanggung sendiri biaya perawatan motor, bensin, dan paket data internet. Karena itu juga pengemudi ojol dipaksa untuk bekerja lebih dari 8 jam kerja, bahkan hingga 17 jam. Belum lagi bagi mereka yang memakai motor listrik, mereka terpaksa bekerja tanpa libur untuk membayar sewa motor listrik Rp 40 rb sampai Rp 50 rb ke aplikator.


Dilain sisi pihak aplikator terus mengejar profit sebesar-besarnya tanpa memperdulikan bagaimana nasib para mitranya. Padahal mereka mendapatkan profit juga karena hasil kerja para mitranya. Hal Ini menunjukkan bahwa para kapitalis (aplikator) memosisikan para mitranya layaknya sapi perah yang memekerjakan mitranya lebih dari jam kerja normal pada umumnya (8 jam sehari).


Beginilah cerminan buruk dunia kerja dalam sistem kapitalis hari ini, bagaimana para pekerja diperlakukan tidak manusiawi baik dari segi penggajian dan jam kerjanya karena regulasi  yang tidak jelas. Mengejar profit namun mengabaikan hak-hak pekerjanya. Sungguh apa yang ditunjukkan oleh aplikator adalah contoh arogansi mereka yang semena-mena dalam memperlakukan pekerjanya. Meraup omset besar namun dengan cara menzalimi para pekerjanya.


Padahal mekanisme kerja yang paling menguras energi adalah para pekerjanya. Bahkan para driver ojol ini merupakan penyumbang profit terbesar bagi aplikator. Namun sayangnya nasib mereka tak semujur para kapitalis. Beginilah potret buruknya sistem kapitalisme hari ini. Bekerja ada ancaman badai PHK sewaktu-waktu. Sementara Status sebagai mitra pun justru tidak menjanjikan upah yang mencukupi kebutuhan kesehariannya.


Sungguh berbeda dengan Islam yang telah memiliki rambu yang jelas antara hubungan pekerja dan pemberi kerja. Di mana ada aspek menguntungkan diantara keduanya, tidak ada satu pihak pun yang dizalimi. Hadits Rasulullah saw., “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR.Ibnu Majah).


Dari hadits ini dinggambarkan bagaimana pekerja itu mendapatkan haknya (gaji) sesaat setelah ia melaksanakan tugasnya, sehingga apa yang menjadi hajatnya dapat terpenuhi misalnya pemenuhan nafkah kepada keluarganya.


Namun, hari ini kita saksikan bagaimana zalimnya dunia kerja. Bagaimana pekerja justru mendapatkan upahnya yang tidak sebanding dengan kelelahannya. Sungguh realita hari ini menampar kita bahwa sistem kapitalisme begitu kejam. Kejam karena kita terpaksa bekerja di bawah beban kerja yang tidak manusiawi ditambah lagi tekanan hidup lainnya.


Negara juga memiliki tanggung jawab utama dalam mengatur hak dan kewajiban antara pemberi dan penerima kerja. Ketika pemberi kerja melakukan kezaliman maka negara berada dalam garda terdepan untuk menyelamatkan serta mencukupi kebutuhan hidup rakyatnya (sandang, pangan, dan papan). Sebab dalam Islam kepemimpinan adalah termasuk di dalamnya menyejahterakan rakyatnya. Wallahu ‘alam bishowab

Post a Comment

Previous Post Next Post