Oleh: Anggraini Arifiyah
Dikabarkan ada enam orang warga meninggal dunia akibat bencana kekeringan yang melanda Distrik Lambewi dan Distrik Agandugume, Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Dari enam orang tersebut, satu orang di antaranya adalah anak-anak.
"Bencana kekeringan telah menyebabkan enam orang meninggal dan kelaparan bagi masyarakat di daerah terdampak," kata Bupati Puncak Willem Wandik dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/7/2023).
Para korban meninggal usai mengalami lemas, diare, panas dalam, dan sakit kepala. Sementara itu menurut data Kementerian Sosial, ada 7.500 jiwa yang terdampak kekeringan. Imbasnya mereka mengalami kelaparan lantaran gagal panen. Kekeringan yang terjadi disebut sebagai dampak Badai El Nino sejak awal Juni 2023.
Disinyalir Fenomena hujan es yang terjadi pada awal Juni menyebabkan tanaman warga yaitu umbi yang merupakan makanan pokok menjadi layu dan busuk. Setelah itu tidak turun hujan sehingga tanaman warga mengalami kekeringan. Kemensos mengaku akan menyiapkan lumbung penyimpanan bahan makanan.
Bisa dikatakan penanganan yang dilakukan setengah hati, setelah ada kejadian baru bertindak. Bahkan pemeŕintah terkesan abai dan tidak punya rencana matang untuk mengurusi keperluan rakyatnya. Kejadian yang berulang kali, seharusnya ada antisipasi agar tidak ada lagi kasus yang serupa.
Inilah konsekuensi menerapkan sistem ekonomi liberalisme kapitalis, kekayaan yang melimpah hanya dinikmati segelintir orang saja yakni pemodal. Gunung emas yang ada tidak memberikan dampak kemakmuran bagi orang disekitarnya. Hal tersebut juga didukung adanya UU yang memudahkan para pemodal untuk menguasai bahkan mengeksploitasi kekayaan yang ada di perut bumi pertiwi ini.
Di sini, rakyat hanya dijadikan tumbal janji lima tahunan, setelah itu dibiarkan berjuang mempertahankan hidup sendiri ditengah sulitnya mencari ekonomi. Mereka ibarat anak ayam yang kehilangan induk, tak ada yang mengurusi dan melindungi. Hidup terombang-ambing merana diantara melimpahnya kekayaan alam yang dimiliki.
Sebaliknya kekayaan alam dalam pandangan lslam adalah milik umum, yaitu manusia atau rakyatlah pemilik sebenarnya. Sebagaimana Hadist Rosulullah saw bahwa manusia berserikat dalam 3 hal yaitu api/tambang, hutan dengan segala kekayaannya, dan air.
Tidak dibenarkan swasta atau individu mengelola serta menguasainya. Negara lah yang menjadi wakil rakyat untuk mengolah dan hasilnya dikembalikan lagi kepada pemilik sebenarnya, manusia secara umum. Dengan mekanisme praktis tersebut, negara mengurusi kebutuhan rakyatnya baik muslim maupun non muslim.
Sandang, pangan, papan, kesehatan, keamanan, dan pendidikan adalah kebutuhan dasar manusia yang wajib dipenuhi oleh negara dengan murah hingga gratis. Pemimpin dalam lslam adalah pelayan dan akan dimintai pertanggung jawaban terhadap apa yang dipimpinnya (HR. Muslim).
Jabatan adalah amanah, maka kebijakan yang dikeluarkan tidak akan menzalimi rakyat. Mereka bekerja demi mendapatkan keridoan-Nya bukan untuk memperkaya diri, keluarga, kolega atau kelompoknya. Dunia yang sementara mereka jadikan jalan meraih kebahagiaan yang hakiki kelak.
Jelas, bahwa kekayaan alam dalam sistem liberalisme kapitalis habis di tangan para pemodal. Dengan kata lain, rakyat tetap hidup menderita. Sedangkan dalam sistem lslam, semua itu dikelola demi kemaslahatan umat, kehidupan akan berjalan tenang karena ada jaminan dari negara. Sedangkan investasi, baik lokal maupun asing adalah salah satu cara halus bentuk penjajahan yang dilarang keras dalam lslam.
Wallahu a’lam bish-showab
Post a Comment