Oleh: Lailatul Khoiriyah S. Pd
(Aktivis Muslimah)
Bonus demografi adalah kondisi yang terjadi saat sebuah negara memiliki jumlah penduduk usia produktif yang lebih tinggi daripada penduduk usia non-produktif. Bonus demografi menjadi keuntungan besar bagi negeri Pertiwi ini dengan syarat mampu memanfaatkan potensi generasi dengan optimal. Hal ini dimulai dari lahirnya generasi sehat dan cerdas untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Sebaliknya bonus demografi juga dapat menjadi malapetaka jika generasi muda kita banyak yang menghadapi berbagai masalah.
Kementerian PPPA, Bintang Puspayoga mengingatkan bahwa anak-anak Indonesia harus tumbuh dan berkembang secara optimal, serta terpenuhi hak-haknya, antara lain hak pendidikan, hak dibesarkan dengan kasih sayang, hak terlindungi dari kekerasan dan eksploitasi, hak berpartisipasi dalam pembangunan, hak mendapat layanan kesehatan.
Namun sayangnya, nasib anak bangsa makin memprihatinkan, diantaranya masalah stunting, banyaknya kekerasan termasuk kekerasan seksual, masalah layanan kesehatan, mahalnya pendidikan, dll.
Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan pada 2022, menyebutkan prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 21,6 persen, data ini mengalami penurunan jika dibandingkan SSGI 2019 dan 2021 dengan prevalensi balita stunting yakni 27,7 persen dan 24,4 persen. Meskipun terjadi penurunan kasus stunting bukan berarti masalah selesai, tetapi aspek penyuluhan juga jangan dilupakan. Karena anak yang tumbuh sehat dan cerdas merupakan impian segenap orang tua. Mereka adalah aset bagi masa depan bangsa karena mereka kelak memiliki daya saing tinggi dan dapat berkompetisi dengan bangsa lainnya.
Kasus kekerasan seksual juga kian marak terjadi. Berdasarkan Data Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021 menunjukkan empat dari sepuluh anak laki-laki dan delapan dari sepuluh anak perempuan usia 13—17 tahun di daerah perkotaan maupun pedesaan pernah mengalami kekerasan seksual sepanjang hidupnya. Mirisnya, angkanya terus meningkat. Lebih parah lagi kasus kekerasan seksual ini pelakunya adalah orang terdekat korban, seperti ayah, saudara, pacar, dan guru.
Belum lagi masalah mahalnya biaya kesehatan dan biaya sekolah yang semakin menambah beban berat yang ditanggung orang tua. Akibatnya generasi emas hanya sebuah impian. Semua ini terjadi karena kita mengadopsi sistem kapitalisme sekuler. Dimana sistem ini memisahkan aturan islam dari kehidupan. Kapitalisme sekuler meniscayakan solusi bersumber dari akal manusia yang lemah dan mengabaikan aturan Allah Pencipta manusia. Maka, Ketika salah mendeteksi akar masalah, maka, akan salah menentukan solusi. Akibatnya persoalan tak kunjung terselesaikan.
Padahal sejarah telah membuktikan bahwa ketika islam diterapkan, Islam mampu menjamin dan melindungi anak, karena anak adalah calon generasi masa datang. Generasi para sahabat adalah generasi terbaik, mereka berhasil memperluas wilayah islam dengan gemilang. Para khalifah juga memberikan perhatian besar pada generasi, sebagaimana yang telah dilakukan oleh khalifah al Mu'tashim Billah ketika ada seorang muslimah yang dilecehkan kehormatannya oleh tentara romawi, beliau segera mengirimkan pasukan untuk menyelamatkan muslimah tersebut.
Sistem Islam memiliki mekanisme yang komprehensif dalam memberikan jaminan kesejahteraan, juga layanan pendidikan dan kesehatan serta perlindungan akan keamanan. Sebagaimana digambarkan di masa Rasulullah dulu, beliau pernah mendapat hadiah seorang dokter, beliau menyuruh dokter itu untuk melayani masyarakat islam secara gratis. Dan dimasa khalifah umar juga para guru diberikan gaji 15 dinar oleh negara. Agar kesejahteraan guru terpenuhi. Dan ini dapat terjadi jika islam diterapkan secara keseluruhan.
Negara yang menerapkan aturan islam hanyalah negara Khilafah. Karena Negara Khilafah adalah negara yang menerapkan seluruh aturan islam secara kaffah. Karena aturan islam adalah aturan yang sempurna yang bersumber dari Allah sang pencipta manusia. Wallahu'alam bis showab
Post a Comment