Alam Sekuler Liberal Libas Naluri Keibuan



“Seganas-ganasnya harimau, ia tidak akan memakan anaknya sendiri.” Peribahasa ini tampaknya tidak berlaku dengan banyak fakta hari ini. Betapa tidak, terjadi kasus ibu tega menjual anak kandungnya sendiri.


Hanya karena uang seorang ibu yang masih dibawah umur tega menjual bayinya yang masih berumur lima bulan. Bayi malang berjenis kelamin perempuan ini dijual sang ibu dengan harga Rp11 juta melalui aplikasi Facebook. Kasus di Batam ini terungkap setelah nenek bayi tak terima cucunya diperdagangkan dan langsung membuat laporan ke Polresta Barelang. Bayi tersebut dijual kepada orang lain lagi hingga ke beberapa tangan. Perdagangan bayi ini dilakukan para pelaku melalui media sosial dengan akun fb silaturahmi adopter, bubay, dan bumil.


Saat ini bayi sudah dalam pengasuhan sang nenek. Sementara polisi masih melakukan penyidikan terkait kasus perdagangan anak. Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka termasuk ibu kandung bayi. Hanya saja karena masih dibawah umur dan dalam kondisi hamil muda sang ibu tidak ditahan. (Okezone, 01/08/2023)


Kasus semacam ini sudah sering terjadi.  Sebelumnya di Palu seorang bayi dijual seharga 25 juta, dari penjualan itu sang ibu kandung mendapatkan 12 juta. Demikian juga di Bekasi seorang ibu menjual bayinya yang berusia 14 hari karena terlilit utang. Dan sederet kasus penjualan bayi lainnya.


Tak habis pikir. Padahal harusnya hubungan anak dengan ibu sangat dekat. Begitu dekatnya seorang ibu karena ibu lah yang mengandung dan melahirkan kemudian menyusuinya. Tanpa kasih sayang ibu yang menjaga kehamilannya tentu bayi tidak akan lahir dengan dengan selamat. Maka wajar naluri keibuan melekat kepada ibu. Dengan naluri ini ibu akan melindungi anak dari segala bahaya


Tapi tidak demikian yang terjadi hari ini. Naluri keibuan begitu mudah hilang karena berbagai alasan. Alasan ekonomi paling sering menjadi alasan utama seorang ibu menjual bayinya. Himpitan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan lilitan utang. Atau sekedar butuh uang banyak untuk memenuhi standar gaya hidup yang tinggi. Sementara pemahaman tentang arti anak bagi dirinya tidak dimiliki.


Sekularisme Biangnya


Hingga kini, hal demikian seolah menjadi fenomena yang mengancam bangunan keluarga. Ini adalah gejala masyarakat yang sakit, tumbuh subur dalam sistem kapitalisme sekuler yang rusak dan merusak. Sekularisme—memisahkan kehidupan dan agama—telah menghilangkan fitrah keibuan. Keimanan dan ketakwaan tidak berpengaruh pada tingkah laku. Ini menjadi faktor terbesar penyebab sang ibu kehilangan kewarasan hingga tega menjual bayinya.


Sekularisme menempatkan agama hanya pada ibadah ritual semata sehingga tidak menjadikan agama sebagai solusi permasalahan kehidupan. Padahal, Allah SWT telah membekali manusia untuk hidup di dunia berupa aturan agama yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunah. Sehingga hilangnya fitrah ibu sebagai pelindung bagi anak-anaknya dari segala macam bahaya adalah akibat sekularisme. Paham inilah yang menyebabkan seorang ibu mengabaikan peran agama.


Di sisi lain, sistem ekonomi kapitalis telah membuat kesejahteraan jauh dari kenyataan. Para ibu dituntut untuk membantu nafkah keluarga, ditambah kebutuhan pokok yang serba mahal, membuat stres pada para ibu berujung gelap mata hingga menjual buah hatinya.


Untuk itu fenomena bayi dijual ibu kandungnya sendiri tidak cukup terselesaikan dengan perbaikan pribadi pelakunya. Problem ini seharusnya mendorong negara menghapus semua faktor secara sistemis yang memicu masalah kejiwaan kaum ibu.


Islam Menjaga Fitrah Ibu


Dalam Islam, persoalan mencari nafkah dan perlindungan perempuan adalah kewajiban suami atau wali, bukan pada perempuan itu baik sebagai anak, istri, ataupun ibu. Semua agar ibu bisa menjalankan tugasnya mengasuh dan mendidik anak. Jika sudah tidak ada suami atau wali yang mampu memberikan nafkah kepadanya maka urusan nafkah dan perlindungan beralih pada negara.


Sementara, dalam sistem kapitalisme saat ini, kaum ibu ikut menanggung beban ekonomi. Konsentrasi mereka terhadap urusan nafkah cenderung mengabaikan fitrah keibuan. Fokus mereka menjadi terbelah, harus mengurus anak dan keluarga, tapi harus pula mencari nafkah. Ditambah lagi, pengelolaan negara berasaskan sekuler sehingga pola interaksi dalam masyarakat pun bercorak sekuler pula. Individualis, masing-masing tidak peduli dengan urusan keluarga yang lain. Berjuang untuk bisa sejahtera sendiri.


Oleh karena itu agar interaksi dalam masyarakat bercorak islami, harus ada keimanan dan ketakwaan dalam individu masyarakat. Menjadikan agama sebagai pengatur seluruh urusan hidup. Otomatis mempelajari agama demi keselamatan di dunia dan akhirat menjadi sebuah keniscayaan.


Setiap ibu dan keluarga mengetahui posisi anak. Anak adalah amanah yang harus dijaga dan dididik dengan baik agar menjadi anak yang sholeh yang berguna bagi agama dan bangsa. Selain individu dan masyarakat yang bertakwa, negara pun harus menerapkan Islam kafah dalam kebijakannya. Dengan demikian, kondisi keimanan umat dapat senantiasa terjaga dan seluruh permasalahan dapat diselesaikan.


Dengan Islam, para ibu akan kembali kepada fitrahnya sebagai pelindung bagi anak-anaknya. Sedangkan kondisi kehidupan sekuler kapitalistik justru makin menyuburkan praktik yang bertentangan dengan fitrah. Wallahualam.

Post a Comment

Previous Post Next Post