Oleh Ria Juwita
Mua Syar’i
Baru-baru ini digegerkan pemberitaan salah satu tradisi budaya yang ternyata dapat membahayakan masyarakat. Dilansir dari salahsatu media pemberitaan media online REPUBLIKA --Tradisi Mbrandu di Padukuhan Jati, Kalurahan Candirejo, Kapanewon Semanu, Kabupaten Gunungkidul diduga yang menjadi penyebab sebanyak 87 warga terpapar antraks. Menurut Kepala Dukuh (Dusun) Jati, Sugeng, tradisi tersebut memang sudah mengakar sejak nenek moyang mereka. Tujuannya baik, meringankan kerugian pemilik ternak yang ternaknya mati, entah karena sakit atau sebab lain.
Lagi-lagi tradisi menjadi faktor yang mendorong masyarakat melakukan hal yang mungkin di luar nalar, dan bahkan berbenturan dengan berbagai aspek, baik itu aspek kesehatan ataupun akidah. Begitu pun tradisi Mbrandu yang bahkan telah memakan korban jiwa, walaupun pada dasarnya tradisi ini bertujuan baik untuk membantu para peternak yang telah merugi diakibatkan virus antraks yang memang sudah menjadi bagian perkembangan virus di daerah itu. Walaupun sebagian besar penduduk tersebut adalah nonmuslim, tapi sebagian warga yang muslim pun tetap diwajibkan untuk terlibat dalam tradisi tersebut.
Peran negara begitu penting untuk mencegah tradisi itu kembali dilakukan masyarakat. Faktor utama yang mendorong kasus tersebut adalah faktor ekonomi dan sosial, negara gagal dalam menangani permasalahan tersebut, salah satu upaya yang di anggap pemerintah sebagai bentuk pencegahan kasus kembali terulang, yaitu upaya dari Kementerian Pertanian khususnya Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan bahkan telah melakukan pengobatan antibiotika terhadap ternak-ternak di lokasi ditemukan penderita antraks kulit dan juga terhadap ternak yang berada dalam 1 kandang dengan hewan mati, dilakukan penyemprotan desinfektan di lokasi hewan mati, pemotongan, serta tempat penguburan ternak/kotoran ternak untuk mematikan kuman bakteri yang ada di tanah, vaksinasi pada hewan di daerah diketemukan kasus antraks, penyuluhan dan sosialisasi melalui komunikasi informasi dan edukasi (KIE) kepada semua perangkat desa dan masyarakat tentang penyakit antraks, pencegahan, pengendalian, dan pengamanannya. Akan tetapi upaya tersebut bukan lah sebuah solusi.
Sungguh jelas dalam ajaran umat Islam bahwa dilarangnya mengonsumsi bangkai, dan juga memperjualbelikannya tetaplah haram hukumnya. Dan di setiap larangan tersebut terbukti jelas mengandung kebaikan.
Negara tentu akan memecahkan setiap permasalahan dari akarnya sehingga permasalahan tersebut tidak kembali terulang, selain mencari solusi yang cemerlang dalam pencegahan kasus tersebut dalam kasus ini faktor ekonomi menjadi faktor pendorong kasus tersebut dilakukan, kesejahteraan setiap warga negara sungguh diperhatikan dalam sistem Islam, sehingga tidak akan adanya satu pihak yang dirugikan dan tidak akan terulangnya tradisi yang begitu berisiko menghilangkan nyawa manusia. Aturan yang diterapkan dalam sistem Islam mengatur tentang larangan dan haramnya memakan dan memperjualbelikan bangkai. Karena sangat merugikan yang mengonsumsinya. Jelas bukan hanya umat muslim tapi juga nonmuslim yang negara lindungi. Islam satu satunya sistem yang layak manusia terapkan karena berasal dari aturan Sang Pencipta yang lebih paham dan mengerti dengan kondisi ciptaan-Nya.
Wallahualam bissawab
Post a Comment