Oleh: Susi Herawati
(Aktivis Dakwah)
Tradisi mbrandu di Padukuhan Jati, Kelurahan Candirejo, Kapanewon Semanu, Kabupaten Gunungkidul diduga yang menjadi penyebab sebanyak 87 warga terpapar antraks. Menurut Kepala Dukuh (Dusun) Jati, Sugeng, tradisi tersebut memang sudah mengakar sejak nenek moyang mereka. Tujuannya baik, meringankan kerugian pemilik ternak yang ternaknya mati, entah karena sakit atau sebab lain.
Dusun Jati memiliki 83 KK dengan sekitar 280 warga, yang sejumlah dari mereka berada di perantauan. Ketika tradisi mbrandu dijalankan dengan menjual sebanyak enam sapi dan enam kambing yang mati karena antraks kepada warga, menurut Sugeng, hampir seluruh warganya mengonsumsi daging tersebut.
Inilah yang menjadi penyebab sebanyak 87 orang menjadi suspek antraks, dengan satu orang lansia meninggal dunia di RS Sardjito. Seorang warga lansia tersebut yang membuka fakta akan penyebaran antraks di dusun ini karena sejumlah tes yang dijalankan rumah sakit. (Republika.co.id/07/07/2023)
Warga sadar akan resiko atraks dan larangan mengkonsumsi ternak yg sakit atau mati mendadak, namun hal ini sering diabaikan. Ada dugaan tradisi terus berjalan akibat kondisi sosial ekonomi masyarakat pedesaan. Disisi lain, peternak memiliki dorongan untuk mempertahankan nilai ekonomi dari ternak yang mati, sementara disisi masyarakat sebagai asas gotong royong dan bentuk kepedulian terhadap warga yg mengalami musibah, ditambah lagi harga daging bagus dan sehat itu mahal.
Tak heran jika melihat sistem yang dianut saat ini, yaitu sistem kapitalis-sekuler. Sebab di sistem ini segala cara boleh dilakukan selama hal itu menguntungkan, walaupun yang dilakukan itu adalah larangan Allah. Mereka tidak peduli, karena agama hanya sebatas ritual ibadah saja dan tidak boleh dilibatkan dalam kehidupan. Sistem kapitalis pun membuat orang-orang kaya semakin kaya, dan orang-orang miskin semakin miskin. Sehingga makin banyak rakyat miskin di sistem ini.
Salah satu contohnya adalah budaya mbrandu ini, yang menunjukan potret kemiskinan di negeri penganut sistem kapitalis-sekuler. Karena kemiskinan tersebut, mereka terbiasa mengkonsumsi hewan yang sakit bahkan mati. Para warga yang mayoritas non-Muslim pun mewajibkan warga Muslim untuk ikut membeli daging. Padahal agama Islam jelas melarang dan mengharamkan memakan bangkai. Sbagai mana firman Allah SWT ;
"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barangsiapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (TQS. Al Maidah, ayat 3)
Maka dari itu, saatnya kita kembali ke sistem Islam yang memedulikan rakyatnya dari mulai menjaga kesehatan dengan biasa hidup sehat dan mengkonsumsi makanan yang halal dan toyyib. Hingga memelihara kemakmuran negeri agar tidak ada rakyat yang miskin.
Wallahuallam bishowab.
Post a Comment