Pendidik Generasi Cemerlang
Menurut peneliti utama Indikator Politik Indonesia, Burhanudin Muhtadi, "Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berada di urutan kedua terbawah dalam tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga." Dengan uraian survey Indikator sebagai berikut: sebanyak 61,4 persen masyarakat yang cukup percaya pada DPR, 7,1 persen yang sangat percaya dan 26,6 persen kurang percaya pada DPR. (kompas.com, 2/7/2023)
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan lembaga hukum yang menjadi perwakilan rakyat di Indonesia. Salah satu peran DPR adalah mewakili suara rakyat. Rakyat berharap agar aspirasi mereka didengar dan dijadikan pertimbangan ketika terdapat kebijakan-kebijakan yang merugikan kepentingan rakyat.
Namun kenyataannya, lembaga ini kerapkali menetapkan kebijakan yang bertolak belakang dengan kepentingan rakyat bahkan melahirkan undang-undang yang merugikan rakyat. UU Omnibus Law Cipta Kerja dan UU IKN adalah contoh produk kebijakan yang sangat kental dengan kepentingan oligarki dan asing. Rakyat telah bertahun-tahun melakukan penolakan, sejak masih menjadi RUU, namun DPR tetap melegalkan RUU ini menjadi UU. Jadi benarkah DPR sebagai lembaga aspirasi rakyat? Kalaulah benar, tapi mengapa lembaga ini tetap ngotot untuk mengesahkannya? Seolah-olah suara rakyat tidak berarti apa-apa.
Ditambah lagi, dengan gaya hidup mewah yang diperlihatkan para pejabat termasuk anggota parlemen di tengah kesulitan ekonomi rakyat yang menghimpit, menunjukkan tidak adanya empati. Para anggota parlemen juga dengan mudahnya menggelontorkan dana miliaran rupiah untuk tunjangan kendaraan listrik, anggaran gorden dan kalender. Padahal, dana tersebut akan jauh lebih bermanfaat digunakan untuk kepentingan rakyat, misalnya perbaikan fasilitas umum yang rusak seperti sekolah, RS, jalan-jalan, jembatan antar desa, dan masih banyak lagi.
DPR pun sering menjadi sorotan karena para pelaku koruptor dilakukan oleh lembaga ini. Sebut saja Setya Novanto, yang ditangkap KPK saat menjabat sebagai ketua DPR. Deretan rapot merah lembaga ini menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja DPR, sehingga wajar jika tingkat kepercayaan masyarakat terhadap wakil rakyat ini rendah.
Inilah potret buram para pejabat dalam sistem demokrasi. Demokrasi telah melahirkan individu yang tidak amanah dan kapabel, sebab ia terpilih bukan karena kemampuannya mengurusi rakyat tetapi dana politik yang dikuasainya. Besarnya dana yang dikeluarkan agar menjadi pemenang mengharuskannya melakukan deal-deal politik dengan pihak yang mampu mendukungnya. Sedangkan rakyat hanya dijadikan pendulang suara agar bisa menang dalam pemilihan. Anggota dewan pun nyatanya tidak menjalankan amanah wakil umat, tetapi menjalankan amanah sebagai petugas partai.
Jadi pantaslah, jika suara rakyat tak didengar, sebaliknya suara partai dan sponsor yang lebih diperhatikan. Politik demokrasilah sumber masalah lahirnya anggota dewan yang tidak amanah dan kapabel. Masih percayakah dengan sistem demokrasi?
Berbeda sekali dengan Islam. Islam adalah agama yang sempurna yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada manusia. Dalam sistem Islam, wakil rakyat adalah pelayan umat yang wajib menjalankan amanah dengan sepenuh hati. Ia akan membuat kebijakan berdasarkan Al-Qur'an dan Sunah serta semata-mata ditujukan untuk terpenuhinya kebutuhan umat. Wakil umat tidak akan menyalahi amanahnya demi kepentingan pribadi ataupun yang lain, karena mereka hanya menjalankan kebijakan sesuai dengan kitabullah dan as-sunah. Wakil umat sadar bahwa amanah yang diberikan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.
Pemimpin yang amanah akan dicintai rakyatnya begitupun sebaliknya, inilah yang akan menjadikan rakyat percaya kepada wakilnya.
Oleh karena itu, masihkan kita berharap dan percaya pada sistem demokrasi yang nyata-nyata telah melahirkan para pejabat yang tidak amanah? Sudah saatnya kita berharap pada sistem sahih yaitu Islam. Islam satu-satunya yang akan mewujudkan pemimpin amanah karena Islam diturunkan dari Allah Swt.
Wallahu a'lam bishshawab
Post a Comment