Rendahnya Kepercayaan Publik Terhadap DPR dan Parpol, Mengapa?*

 (Aktivis muslimah Deli Serdang).

Lagi hangat pembicaraan publik di Indonesia terkait survei indikator DPR dan parpol paling tidak dipercaya publik. Hal ini pasti bukan tanpa sebab, publik pasti bisa merasakan mengapa berkurang kepercayaan terhadap dua lembaga yang yang rakyat sendirilah yang memilihnya.

Sebagaimana dilansir REPUBLIKA.CO.ID Survei indikator politik Indonesia menunjukkan trend kepercayaan publik terhadap sembilan lembaga negara. Dua terendah adalah dari sembilan lembaga tersebut adalah Dewan Perwakilan Rakyat(DPR) dan partai politik. Kepercayaan publik terhadap DPR sebesar 68,5 persen, terbagi sangat percaya (7, 1 persen) dan cukup percaya( 61,4 persen).  Sedangkan yang kurang percaya (26,6 persen) dan tidak percaya sama sekali (3,1 persen).
Apa yang menjadi penyebab meningkatnya ketidakpercayaan publik kepada kedua lembaga ini?

Ketidakpercayaan terhadap parpol dan DPR muncul karena karena realita yang ada pada parpol maupun DPR, yang tidak membela kepentingan rakyat. Publik makin di perlihatkan, bagaimana parpol maupun DPR terang-terangan menunjukkan pembelaan mereka terhadap kepentingan sekelompok orang yaitu para kapital/koorperat, bahkan tanpa malu-malu bekerja sama dengan oligarki.  Faktanya partai politik saat ini tak lebih hanya pendulang suara saat pemilu dan tidak berperan sebagaimana partai seharusnya. Makin hari publik melihat partai politik hanya sibuk berkampanye ria untuk menarik suara rakyat demi pemenangan calon kandidat yang mereka pilih untuk duduk di kursi kekuasaan,  mereka tidak peduli dengan urusan rakyat, bahkan seakan-akan mereka tidak mendengarkan bagaimana jeritan rakyat dengan penderitaan mereka di saat begitu banyak permasalahan yang dialami oleh umat. Kebutuhan pokok yang mahal, kemiskinan yang bertambah dari rakyatnya, rusaknya generasi, maraknya kriminalitas, merebaknya seks bebas dan maraknya zina, semakin nasibnya penyebaran lgbt, bahkan maraknya korupsi, kan begitu banyak permasalahan yang lainnya, tidak pernah dibahas oleh partai-partai politik tersebut agar bagaimana bisa diselesaikan dengan tuntas dan sempurna. Seolah-olah itu bukan menjadi kepentingan para partai politik . 

Di saat yang sama di tahun-tahun pemilu bahkan mereka sibuk saling sikut antara partai politik yang satu dengan partai politik yang lainnya  yang masing-masing punya pilihan kandidat. Sementara rakyat masih tetap saja menderita.

Tak terkecuali mereka yang menamakan parpol Islam, mereka berfokus pada kemenangan Pemilu. Lalu berbagai macam uslub dan wasilah dilakukan selama bisa meraih dukungan untuk pemenangan pemilu misalnya berkoalisi dengan partai politik yang sekuler, berkampanye dengan melanggar syariat Islam,  berpartisipasi atau musyarakah dengan pemerintah yang sekuler.

Publik juga bisa melihat bahwasanya anggota dewan pun nyatanya tidak menjalankan amanahnya sebagai wakil umat. Tugasnya dalam lembaga pemerintahan  ini sebagai legislator, badan pengawas kinerja pemerintah, dan sebagai badan anggaran. Tugas yang luas ini lah yang memicu celah bagi mereka untuk berselingkuh dengan penguasa Oligarki. Bisa dilihat secara kasat mata , anggota dewan tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Apa yang mereka legislasikan berupa undang-undang lebih banyak berpihak kepada para oligarki dan corporate, bukan untuk membela kepentingan rakyat. Misalnya saja adanya UU migas, UU SDA(sumber daya alam), UU Cipta kerja yang mereka legislasi kan  berpihak kepada penguasa Oligarki.  Pengawasan pun yang mereka lakukan terhadap kinerja pemerintah hanya sekedar ucapan di media publik tanpa aksi,  hanya sekedar meredam emosi rakyat ketika ketidakadilan terjadi di tengah masyarakat dari kebijakan pemerintah, bahkan tidak sedikit, rakyat harus terluka dan kecewa ketika wakil -wakil yang mereka pilih tidak mewakili kepentingan rakyat.

Anggota dewan pun nyatanya hanya menjalankan amanah partai sebagai petugas partai. Ketika mereka sudah di kursi kekuasan hanya membela kepentingan kelompok nya dan partai nya, tak jarang rakyat harus gigi jari ketika anggota dewan mengusulkan anggaran untuk memperkaya anggota dewan, menaikkan  anggota dewan dan semua kebijakan mereka harus atas restu ketua partai mereka, jika ketua partai tidak membolehkan maka mereka pun tidak akan bernyali membela kepentingan rakyat apalagi membela kepentingan umat Islam. Contohnya aja masalah pondok pesantren Al Zaytun samping hari ini mereka tidak ada nyali untuk menghadapinya dan menindak tegas pemimpin nya. Bahkan LGBT pun dibela melalui undang-undang yang mereka buat.

Begini lah kerusakan dan ketidakamanahan dari lembaga pemerintahan dalam sistem demokrasi ini. Parpol dan Dewan Perwakilan Rakyat dalam sistem demokrasi dibentuk atas asas-asas kafir barat penjajah, yaitu dibentuk atas dasar sekulerisme, pemisahan agama dari kehidupan dan dari negara. Berdirinya partai-partai politik ini pada masa awalnya,  yaitu pada masa akhir masa kekhilafahan Utsmani hingga kini,  tujuannya untuk menghancurkan Khilafah utsmani pada waktu itu dan memang untuk menjadi kendaraan barat untuk tetap melanggengkan penerapan sistem demokrasi kapitalisme di negeri-negeri muslim. Dan untuk menghalangi keinginan umat untuk mengembalikan daulah Khilafah yang terbukti telah memberikan kesejahteraan bagi umat manusia selama lebih kurang 13 Abad lamanya. 

Maka tidak heran partai-partai politik ini tidak membela kepentingan rakyat bahkan umat Islam. Bahkan tidak melakukan kontrol terhadap penguasa. Karena sejatinya parpol ini ada hanya untuk melanggengkan penjajahan barat. Maka jangan berharap mereka akan berpihak kepada umat. Sistem pendidikan demokrasi kapitalisme sekularisme ini pun telah menjadikan pemikiran mereka terbaratkan, sehingga mereka berfikir pragmatisme/mencari kepentingan sesaat.

Begitu juga dengan lembaga DPR, ini merupakan lembaga legislatif yang berfungsi membuat undang-undang, ini merupakan salah satu dari lembaga demokrasi dengan Trias politica nya, yaitu eksekutif, legislatif, yudikatif  yang merupakan bentukan penjajah ketika masa akhir kekhalifahan Utsmaniyah hingga saat ini yang bertujuan untuk memisahkan penerapan syariat Islam dalam kehidupan dan  negara. Barat penjajah memisahkan kesultanan/Kholifah dari Khilafah agar syariat Islam yang tidak lagi menjadi undang-undang dalam negara. Karena Kholifah adalah perwakilan umat sebagai satu-satunya orang yang berhak melegalisasi hukum syari'at Islam kaffah dalam mengatur dan mengurusi umat dalam struktur negara Khilafah. Maka barat penjajah pada waktu itu membuat Trias politica ini untuk merubah Undang undang syariat Islam dengan memasukkan undang-undang Barat kafir penjajah. Hingga saat ini dewan perwakilan rakyat tempat membuat semua kebijakan, padahal dalam Islam yang berhak membuat hukum adalah Allah.
Sebagaimana firman Allah SWT :
اِنِ الْحُكْمُ اِلَّا لِلّٰهِ ۗيَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِيْنَ.

Menetapkan hukum hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi Keputusan yang baik" (QS Al-An'am [6]: 56-57).

Maka dari itu, umat harus segera menyadari bahwa sistem demokrasi kapitalisme sekularisme inilah akar masalah dari semua penderitaan mereka. Adanya lembaga-lembaga pemerintah dalam sistem demokrasi semua nya memang dibentuk untuk menjalankan amanah kaum kuffar barat penjajah, untuk terus bisa mencengkram hegemoni nya di negeri ini bahkan seluruh negeri. Mereka memang didirikan bukan untuk membela kepentingan rakyat bahkan umat Islam. Tapi untuk menyokong negara kapitalisme global tetap berkuasa. Maka akan menjadi suatu mimpi jika berharap bahwa partai-partai politik dan para anggota dewan itu akan menjalankan amanah rakyat yang memilih mereka. Selama sistem yang diterapkan di negeri ini adalah demokrasi kapitalisme maka tidak akan hadir politisi sejati dan wakil umat yang menjadi negarawan sejati.
 
Maka merupakan kebutuhan mendesak bagi umat dan negeri ini bahkan dunia adalah mengembalikan sistem pemerintahan yang berasal dari Allah subhanahu wa ta'ala ya maha baik yang maha mengetahui apa yang terbaik buat hambaNya. Solusinya hanya dengan kembali pada Syari'ah Allah secara kaffah dalam naungan Khilafah. Khilafah dengan struktur pemerintahannya yang berlandaskan aqidah Islam menjadi dasar negara atas semua sistem nya. Sungguh semua ini sangat jauh berbeda dengan sistem demokrasi yang asasnya sekulerisme.

*Konsep Islam dalam penyaluran aspirasi rakyat*
Dalam Islam ada kewajiban untuk mengoreksi penguasa (Khalifah) yang menyimpang, karena khalifah adalah manusia biasa. Islam mengingatkan pentingnya mengoreksi kezaliman penguasa meskipun taruhannya adalah kematian. Rasulullah shallallahu alaihi Wasallam bersabda: "Pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib, dan seseorang yang berdiri menentang penguasa zalim dan ia terbunuh karenanya."(HR. Abu Daud).

Abdul Karim newel dalam buku akuntabilitas negara Khilafah mengatakan bahwa ada pengimbang kekuatan eksekutif khalifah di dalam negara Khilafah yaitu majelis umat dan mahkamah madzalim. Rakyat yang merasa dizalimi oleh penguasa boleh mengadukan perkaranya kepada mahkamah ini. Qadhi(Hakim)ini juga secara berkala mengawasi seluruh pejabat negara dan hukum perundang-undangan yang dilaksanakan, untuk memastikan semuanya berjalan sesuai dengan syariah tanpa ada penindasan pada rakyat.  Disisi lain individu rakyat negara maupun keberadaan partai politik yang melakukan koreksi terhadap penguasa bukan hanya boleh, tetapi wajib. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Ali Imron(3):104.

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

104. Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
 Inilah jaminan penyaluran aspirasi rakyat dalam negara Khilafah.

*Majelis umat penyalur aspirasi rakyat dan Muhasabah*.

Majelis umat merupakan sebuah majelis yang dipilih dari rakyat dan anggotanya terdiri atas perwakilan umat Islam dan non muslim, baik laki-laki maupun perempuan, para anggota majelis ini mewakili konstituen mereka di dalam negara Khilafah. Majelis ini tidak memiliki kekuasaan legislasi sebagaimana halnya lembaga perwakilan dalam sistem demokrasi,  namun demikian anggota majelis dapat menyuarakan aspirasi politik mereka secara bebas, tanpa dibayangi ketakutan terhadap sikap represif penguasa. Majelis umat melakukan fungsi utamanya dalam menjaga akuntabilitas pemerintahan di berbagai level dengan aktivitas musyawarah dan kontrol atau Muhasabah. Terdapat perbedaan antara syuro dan Muhasabah. Syuro adalah meminta pendapat atau mendengarkan pendapat sebelum mengambil keputusan, sedangkan Muhasabah adalah melakukan penentangan setelah keputusan diambil atau setelah kebijakan diterapkan,  perlu ditekankan juga bahwa majelis umat bukan bagian dari struktur pemerintahan,  karena itulah anggotanya pun bisa saja dipilih dari kaum wanita.
 
Ada beberapa hal yang menjadi wewenang majelis umat di mana pendapat majelis dapat bersifat mengikat khalifah atau tidak mengikat,  wewenang tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dimintai masukan dan memberikan masukan kepada khalifah terkait urusan politik dalam negeri dan politik luar negeri, dalam hal ini jika aktivitas tersebut memerlukan pengkajian dan analisis yang mendalam, maka pendapat majelis umat tidak bersifat mengikat,  bahkan khalifah tidak harus merujuk kepada majelis umat, namun jika aktivitas tersebut tidak membutuhkan pengkajian dan analisis yang mendalam,  pendapat majelis umat dalam hal ini bersifat mengikat, misalnya permintaan rakyat atas perbaikan kota-kota dan penjagaan keamanan dan lain-lain.

2. Memberikan masukan terhadap penetapan hukum, tapi tidak melakukan adopsi hukum dan pendapat majelis umat dalam hal ini tidak mengikat.

3. Mengoreksi khalifah atas semua aktivitas praktis Daulah, pendapat majelis dalam hal ini bersifat mengikat, kecuali yang berkaitan dengan aspek syariah yang telah sempurna dilaksanakan,  maka penyelesaiannya dikembalikan kepada mahkamah madzalim.

4. Berhak untuk menampakkan ketidakrelaan terhadap para muawim wali maupun Amil,  pendapat mayoritas majelis dalam hal ini bersifat mengikat,  kecuali jika pendapat tersebut bertentangan dengan pendapat majelis wilayah di wilayah tersebut.

5. Membatasi calon-calon khalifah yang sudah ditetapkan mahkamah madzalim. Pendapat majelis dalam hal ini bersifat mengikat.

Demikian mulia dan adilnya penerapan sistem Islam dengan struktur Khilafahnya yang mampu menumbuhkan kepercayaan umat kepada partai politik dan lembaga lembaga dalam struktur pemerintahan Khilafah. Maka wajar umat manusia merasakan keadilan dan kebaikan selama dalam naungan Khilafah. Maka selayaknya seluruh umat manusia saat ini merindukan dan berupaya menegakkan nya kembali.

Akhirnya, kepada parpol dan para anggota dewan, jika mereka muslim seharusnya mereka menjadikan pelajaran yang berharga atas menurunnya "trust"(kepercayaan) Umat kepada mereka. Maka kembalikan fungsi partai politik sesuai pengaturan Islam. Bahwa apa yang harus mereka lakukan adalah memafahamkan dan membina umat agar merindukan kehidupan Islam dan menerapkan syariat Islam kaffah dalam kehidupan dan negara. Jika ditengah mereka sudah ada partai politik yang berdasarkan Islam ini, mereka wajib bergabung dan bersama-sama berjuang menegakkan Khilafah. Dan seruan kepada anggota dewan, kembalikan fungsi mereka semua sesuai syariat yaitu wajib melakukan Syura dan Muhasabah kepada penguasa yang saat ini tidak menerapkan Islam kaffah, agar para penguasa itu tidak berlaku zolim kepada umat dan segera kembali pada Syari'ah dan mendukung serta memberikan perlindungan kepada umat dalam kerinduan mereka hidup dalam naungan Khilafah.

Dengan begitu Allah akan memuliakan kedudukan mereka sebagaimana Sa'ad bin Mu'adz yang menjadikan kekuasaan mereka untuk menolong Allah dan rasulNya, dengan kekuasaannya, Sa'ad bin Mu'adz menolong Rasulullah shallallahu 'Alaihi Wasallam menegakkan Islam dalam negara.
Wallahu a'lam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post