Oleh
: Devi Aryani (Aktivis Dakwah Muslimah)
Dikutip
dari REPUBLIKA.CO.ID, Survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan tren
kepercayaan publik terhadap sembilan lembaga negara. Dua terendah adalah dari sembilan
lembaga tersebut adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan partai politik.
Kepercayaan
publik terhadap DPR sebesar 68,5 persen, terbagi sangat percaya (7,1 persen)
dan cukup percaya (61,4 persen). Sedangkan yang kurang percaya (26,6 persen)
dan tidak percaya sama sekali 3,1 persen). Adapun partai politik, kepercayaan
terhadap lembaga tersebut sebesar 65,3 persen, dengan sangat percaya (6,6
persen) dan cukup percaya (58,7 persen). Kemudian yang tidak percaya (29,5
persen) dan tidak percaya sama sekali (2,8 persen). DPR sebagai lembaga
legislatif berbeda dari institusi lain seperti Tentara Nasional Indonesia TNI),
Polri, dan Kejaksaan Agung (Kejagung). Diketahui, tiga lembaga tersebut berada
di posisi teratas yang paling dipercaya publik. (02/07/2023)
Bisa
kita lihat fakta bahwa masyarakat masih memiliki rasa ketidak percayaan terhadap
DPR dan juga Partai Politik. Hal tersebut disebabkan bahwa banyak masyarakat
yang sudah paham bahwa DPR dan Partai Politik tidak lagi sigap menjalankan
tugasnya sebagai perwakilan suara rakyat. Janji yang mereka suarakan ketika
pemilihan DPR dan berbagai pemimpin daerah hingga pemimpin negara adalah mengutamakan
hak rakyat, kesejahteraan rakyat dan keadilan. Namun kini semua itu terbukti
hanya omong kosong semata, karena tujuan mereka saat ini bukanlah 100% untuk
rakyat tapi untuk kepentingan pribadi mereka sendiri dan orang-orag dibelakang mereka.
Maka
sangat wajar saat ini masyarakat pun mundur akan, serta merasa kecewa kepada
mereka. Bahkan sudah banyak pula masyarakat yang acuh akan ketentuan ketentuan
yang dibuat oleh DPR. Hal ini dikarekan ketentuan atau aturan yang mereka buat
hanya untuk menguntungkan mereka saja dan rakyat yang ditindas.
Di
antara amanah dalam kekuasaan ialah seseorang tidak menggunakan kekuasaan yang
diberikan kepadanya untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau keluarganya. Ia
tidak boleh mengambil tambahan dari gaji yang telah ditentukan untuknya dengan
cara yang tidak benar, seperti menerima suap, atau menerima suap dengan nama
hadiah, korupsi, kolusi, nepotisme dan sebagainya, karena semua itu adalah
merupakan bentuk pengkhianatan dan penipuan yang akan membahayakan umat
keseluruhan, yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah
bersabda, “Barangsiapa yang kami angkat menjadi pekerja untuk mengerjakan
sesuatu, dan kami beri upah menurut semestinya, maka apa yang ia ambil lebih
dari dari upah yang semestinya, maka itu adalah korupsi.” (HR. Abu Dawud).
Hal
tersebut terus terjadi dikalangan penguasa kita saat ini karna di dukung oleh sistem
yang ada saat ini. Sistem yang didalamnya terdapat berbagai aturan buatan
manusia yang tentu saja tidak sesuai fitrah dan akan memihak pada orang-orang
yang berkepentingan di dalamnya. Sistem inilah akar dari berbagai permasalahan
yang ada terutama para penguasa yang dzalim. Sebab pergantian penguasa tidak akan
memberikan dampak yang signifikan terhadap umat dan kondisi saat ini. Pergantian
sistem lah yang dapat mengubah budaya seperti itu.
Satu-satunya
sistem yang sempurna untuk mengganti sistem yang ada adalah Islam. Sebab Islam bukan
hanya segedar agama, sebab Islam memiliki berbagai aturan lengkap untuk segala
permasalahan manusia, termasuk pengaturan bagaimana seseorang ketika memimpin
kelompok. Di antara amanah dalam kekuasaan adalah memberikan suatu tugas atau
jabatan kepada orang yang paling memiliki kapabilitas dalam tugas dan jabatan
tersebut, sebagaimana Hadist Nabi Muhammad S.A.W. bersabda : “Apabila suatu
urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah datangnya
kehancuran.” (HR. Al-Bukhari).
Post a Comment