Oleh : Lina Lugina
(Aktivis Dakwah)
Proyek IKN kembali memunculkan masalah baru, yaitu warga protes karena tanahnya dicaplok untuk pembangunan bandara. Ini terlihat dari ratusan warga Kabupaten Panajan Paser Utara-Kaltim yang ramai-ramai protes lantaran tanah yang mereka tempati diambil alih oleh Bank Tanah untuk pembangunan Bandara Naratetama (Very-Very Important Person / VVIP) Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Salah satu warga kecamatan Gresik Dalle, Roy Bastian mengungkapkan, warga yang terdampak pembangunan bandara lebih dari 1000 orang. Dalle menyebut warga harus pindah dari tanah yang diambil Bank Tanah tersebut. Dalle juga mengatakan bahwa Bank Tanah belum ada sosialisasi dari kemarin dan langsung mematok tanah warga dan warga tidak boleh mendekati patok. Namun pada saat di tahan barulah Bank Tanah melakukan sosialisasi.
Sedari awal, proyek IKN terlihat sebagai proyek yang dipaksakan. Sudah banyak bukti pembangunan proyek melahap tanah warga, tanah adat dan sebagainya. Sayangnya, sekalipun warga berusaha melakukan protes tetap tidak di hiraukan oleh penguasa. Hal ini adalah konsekuensi logis tatkala paradigma kekuasaan di atur oleh sistem kapitalisme. Sistem ini tidak menjadikan kepentingan rakyat sebagai prioritas kebijakan. Tetapi dipengaruhi asas untung dan rugi korporasi. Oleh karena itu, ketika sebuah pembangunan terlihat menguntungkan, maka bagaimanapun caranya proyek itu harus direalisasikan meski harus mencaplok tanah rakyat. Dalam sistem kapitalisme, rakyat terus dizalimi baik dari penguasa atau pengusaha korporasi pemilik kekuasaan.
Berbeda ketika umat hidup dalam naungan sistem Islam, manfaat yang dilakukan oleh khilafah hanya untuk kepentingan masyarakat, khilafah sebagai raa'in (pelayan) bagi rakyat. Nabi SAW bersabda;
"Imam (kholifah) yang menjadi pemimpin manusia adalah laksana penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya"(HR. Bukhori dan Muslim).
Paradigma inilah memengaruhi semua kebijakan dalam khilafah, semua keputusannya pasti akan mengatur urusan rakyat dengan baik dan sesuai keperluan mereka. Seperti pembangunan infrastruktur yang bertujuan untuk memudahkan aktivitas sosial ataupun urusan ibadah rakyatnya. Khilafah akan membangun infrastruktur berdasarkan skala prioritas, misalnya infrastruktur kesehatan, pendidikan, jalan raya dan semua infrastruktur yang menunjang aktivitas ekonomi rakyat. Sedangkan infrastuktur umum yang bersifat tidak mendesak akan dibangun ketika semua infrastuktur utama sudah dibangun dan keuangan negara dalam keadaan aman. Konsep ini akan menjadikan setiap proyek berpihak pada kepentingan dan kemaslahatan rakyat.
Seandainya harus memakai tanah milik umat maka mereka akan mendapatkan ganti-untung yang sepadan. Negara khilafah tidak akan zalim dengan memaksa rakyat menyerahkan tanahnya. Proses pembangunan ganti untung membutuhkan dana besar, dalam kitab Fii Amwal Fii Daulah al-Khilafah karya al-Alamah Syekh Abd al-Qadim Zalum, beliau mengatakan bahwa strategi keuangan khilafah untuk pembangunan infrastruktur ada beberapa point. Pertama, meminjam pada lembaga asing termasuk lembaga keuangan global. Kedua, memproteksi beberapa kategori kepemilikan umum, seperti minyak, gas, dan tambang. Ketiga, mengambil pajak dari umat atau rakyat.
Untuk pilihan pertama khilafah tidak boleh melakukannya, sebab pilihan ini akan menyebabkan negara ada pada resiko berbahaya, yakni kedaulatan khilafah bisa dikendalikan oleh swasta. Sedangkan untuk pilihan kedua, khilafah boleh melakukannya dan kbolehan kebijakan ini adalah kebijakan yang tepat. Dalilnya adalah perbuatan Rasulullah SAW yang pernah memproteksi tanah an-Naqi tempat yang terletak di Madinah al-Munawwarah untuk menjadi tempat menggembala kuda (HR Abu Ubaid). Lalu ketika Abu Bakar menjadi Khalifah, veliau melakukan hal yang sama dengan memproteksi ar-Rabdzah, dan juga Khalifah Umar bin al-Khattab yang pernah menolak membagikan tanah Irak, Syam, dan Mesir kepada pasukan kaum muslimin yang ikut membebaskan tanah tersebut dengan pedang-pedang mereka.
Maka dari hasil proteksi kepemilikan umum, khilafah akan memenuhi pemasukan yang luar biasa. Sehingga khilafah bisa membiayai pembangunan infrastruktur secara mandiri. Adapun pilihan ketiga, khilafah hanya boleh mengambil pajak ini ketika kas baitul mal kosong dan hanya digunakan untuk membiayai sarana dan prasarana vital, serta hanya boleh diambil dari kaum muslim laki-laki yang mampu. Seperti inilah khilafah membangun infrastruktur,tanpa menzalimi rakyatnya hanya demi pembangunan.
Wallahualam bishawwab
Post a Comment