Rasisme Identik dengan Pemahaman yang Sempit



Oleh Rosita

Komunitas Muslimah Rindu Surga


Kerusuhan yang terjadi di Perancis dipicu atas kematian seorang pemuda yang berusia 17 tahun keturunan Afrika Utara yang bernama Nahel M. Ia telah ditembak dari jarak dekat oleh seorang polisi pada Selasa (27/6/2023) di daerah pinggiran Nanterre karena dianggap melanggar lalu lintas Perancis.


Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa menyampaikan keprihatinannya, kasus ini dianggap sebagai “Isu rasisme dan diskriminasi yang mendalam,” meskipun polisi tersebut sudah ditahan setelah melalui investigasi formal. (Media online REPUBLIKA, 2 Juli 2023)


Peristiwa tersebut menambah daftar panjang penembakan secara brutal di beberapa negara yang disebabkan karena rasisme atau kebencian pada kelompok dan masyarakat tertentu. Ironisnya hal ini terjadi di tengah-tengah gencarnya kampanye senantiasa mengunggulkan sekularisme kebebasan, dan nilai-nilai penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).


HAM sendiri disebutkan mempunyai tujuan untuk memberikan hak dasar yang sama terhadap manusia, tanpa adanya perbedaan, baik itu perbedaan warna kulit, agama, suku bangsa dan kedudukan. Tapi fakta yang terjadi di lapangan ternyata bertolak belakang dengan nilai-nilai kebebasan maupun hak-hak manusia itu sendiri. Diskriminasi secara terus menerus terjadi di mana-mana terutama yang berkaitan dengan agama dan ras.


Masih di negara yang sama, diskriminasi terhadap agama juga tampak terus terjadi. Negara telah melarang sekolah-sekolah agar tidak ada lagi aktivitas ibadah yang mencerminkan agama tertentu. Salah satunya adalah anak-anak Muslim Perancis dilarang salat di sekolah. Menurut Kementerian Pendidikan Prancis aktivitas tersebut bisa membahayakan nilai sekularisme yang dipraktikan di negara tersebut.


Di negara-negara Barat dan negara pada umumnya, HAM telah sedemikian dijunjung tinggi seolah-olah konsep ini hal yang tidak bisa diganggu gugat. Bahkan jika ada individu atau instansi yang melanggarnya, bisa terkena hukum pidana atau denda. Namun, fakta di lapangan tak seindah tujuan yang ada, HAM ternyata tidak untuk kulit hitam dan kaum Muslim. 


Dari pemahaman inilah rasisme tumbuh subur di negara-negara, terutama negara yang menganut paham kebebasan. Rasisme akan terus tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat pada saat pemikiran manusia mulai sempit.


Munculnya ikatan kesukuan atau rasisme dalam hal ini karena manusia memiliki naluri mempertahankan diri (gharizah baqa) yang sangat berperan dan mendorong mereka untuk berkuasa. Semakin tinggi naluri baqanya maka akan semakin tinggi pula keinginan ingin menguasai seluruh manusia yang ada saat ini, meskipun dengan cara yang tidak dibenarkan baik oleh HAM itu sendiri maupun oleh norma-norma yang ada di tengah-tengah masyarakat.


Ikatan kesukuan atau rasisme adalah ikatan antar individu-individu yang memiliki garis keturunan atau ras yang sama. Ikatan ini tergolong dalam ikatan yang paling lemah dan rendah nilainya, atau bisa dibilang ikatan yang rusak.


Alasannya karena, pertama bahwa ikatan ini berlandaskan hanya pada keturunan, sehingga tidak bisa dijadikan pengikat antar manusia. Kedua bahwa ikatannya bersifat emosional, selalu didasarkan pada perasaan yang muncul secara spontan dari naluri mempertahankan diri yang di dalamnya terdapat keinginan untuk berkuasa. Ketiga karena ikatannya tidak manusiawi, sebab ia kerap menimbulkan pertentangan dan perselisihan antar sesama manusia.


Karena ikatan kesukuan atau rasisme berpihak hanya kepada kelompok atau rasnya saja, maka setiap orang atau individu yang tidak sama dengannya dianggap ancaman yang akan membahayakan kelangsungan atau kekuasaan kelompoknya. Maka mereka dengan spontan akan menghilangkan orang-orang yang dianggap membahayakannya. 


Paham sekuler liberal saat ini hanya berlandaskan pada kemaslahatan dan keuntungan semata. Dalam sistem ini bahkan ada peluang tawar-menawar dalam mewujudkan kemaslahatan dan keuntungan, terutama keuntungan secara materi. Maka tidak heran jika individu atau kelompok yang memiliki materi berlebih inilah yang akan berkuasa atau menguasai kelompok tertentu.


Berbeda dengan sistem Islam, dalam sistem ini hanya mengenal ikatan akidah tidak ada ikatan yang lain, ikatan akidah ikatan yang berlandaskan kepada keimanan. Selama memiliki iman yang sama, perbedaan suku, warna kulit dan bangsa atau negara tidak menjadikan masalah. Itu karena semuanya adalah saudara dan disatukan dalam sistem Islam.


Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia. Bahkan konsep itu muncul lebih dulu dalam Islam dibandingkan dengan konsep HAM ala sekuler liberal. Islam memosisikan keberagaman suku, warna kulit dan bangsa atau negara adalah sebagai bagian dari qadha Allah Swt. yang tidak bisa dikuasai atau di luar kekuasaan manusia. Terbukti di masa Rasul dan dilanjutkan dengan para khalifah, aturan Islam bisa menyatukan manusia dari berbagai suku, warna kulit dan bangsa atau negara hampir dua pertiga dunia selama hampir 14 abad.

Dalam Islam yang membedakan antara manusia dengan manusia yang lain hanyalah ketakwaannya kepada Allah Swt. Seperti halnya kisah Bilal bin Rabah. Beliau adalah salah satu sahabat Rasulullah saw., yang dijamin masuk surga karena ketakwaannya. Beliau adalah mantan budak dan berkulit hitam legam, akan tetapi kedudukan beliau lebih tinggi di antara para sahabat. Selain itu juga beliau adalah sayyid para muazin dan pengumandang azan pertama umat Islam.


Seperti yang tertuang dalam Firman Allah Swt. di surah Al-Hujurat ayat 13 bahwa manusia diciptakan dari laki-laki dan perempuan, dan Allah menjadikan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar umat manusia saling mengenal.


Sudah jelas bahwa selain melarang, Islam juga mengharamkan yang namanya rasisme. Itu karena rasisme tidak sesuai dengan fitrah manusia manapun. Merendahkan, meremehkan dan menghina orang lain hanya karena perbedaan yang tampak dari luar saja. Islam sudah menjelaskan bahwa manusia semua sama derajatnya karena diciptakan dari tanah dan air yang hina, juga dilahirkan dalam keadaan fitrah atau suci. Masih pantaskah rasisme mengendalikan diri manusia yang jelas-jelas lebih membawa pertentangan dan perselisihan bagi seluruh manusia yang ada? 


Wallahualam bissawab 


Post a Comment

Previous Post Next Post