Oleh Khatimah
Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah
Begitu peliknya permasalahan negeri ini, kasus demi kasus tak kunjung usai tanpa adanya solusi pasti. Fakta yang sedang tren di kalangan masyarakat saat ini mengenai pinjaman online (pinjol) yang semakin meningkat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kinerja outstanding pembiayaan fintech peer-to-peer (P2P) lending meningkat, yakni sebesar Rp 51,46 triliun pada bulan Mei 2023.
Dari angka tersebut, 38,39 persen disalurkan pada pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Untuk pelaku usaha perseorangan Rp 15, 63 trilliun dan badan usaha Rp 4,13 trilliun. Seiring dengan meningkatnya angka pinjaman online, bertambah pula jumlah kredit macet. (kabarbisnis, 10/7/2023)
Di tengah kesulitan ekonomi yang melanda Indonesia, banyak sebagian masyarakatnya salah menentukan arah yang membuat hidupnya makin terpuruk. Dengan kemudahan persyaratan yang ditawarkan melalui pinjaman online, menjadikan individu maupun pelaku UMKM antusias mengambil pinjaman tersebut. Padahal salah strategi dalam penggunaannya ataupun dalam berbisnis dapat menyebabkan pelaku pinjol gagal bayar, hingga dikenai tunggakan yang memberatkan. Alih-alih ingin menyelesaikan masalah, ternyata justru masalah semakin membesar dan membuat hidup semakin susah.
Selain faktor ekonomi, gaya hidup konsumerisme dan hedonisme juga menjadi salah satu penyebab seseorang melakukan pinjaman online. Pun hanya karena keinginan lebih kekinian dan bisa diterima komunitasnya. Pinjol dijadikan jalan keluar yang dianggap meredakan masalah. Namun sayang, gaya hidup demikian justru menjadikannya terjebak.
Inilah yang dilakukan masyarakat saat mengambil cara instan tanpa berpikir panjang, hingga akhirnya tidak jarang pelaku pinjol banyak yang mengakhiri hidupnya karena terlilit bunga yang terus berjalan. Tentu ini sangat berbahaya jika tidak segera ditindak lanjuti karena akan berpeluang seseorang melakukan kriminalitas dan tentu menimbulkan permasalahan hidup.
Negara yang seharusnya hadir dalam menyelesaikan masalah ini hanya berperan sebagai regulator. Tidak ada pengawasan dan tindakan yang tegas. Masyarakat butuh edukasi dari negara terhadap kebahayaan pinjaman online ini. Seharusnya negara menjelaskan terkait keharaman aktivitas tersebut. Bukan malah sebaliknya memberikan ijin dengan alasan karena sudah legal dan disetujui negara.
Begitulah sistem sekuler-kapitalisme dimana negara hanya mengedepankan keuntungan materi tanpa berpijak pada aturan yang jelas. Hingga akhirnya hidup rakyat makin rumit. Sistem ini pula menjauhkan aturan agama dalam kehidupan. Aturan agama dianggap sebagai aturan ibadah individu saja. Namun untuk bermasyarakat, bernegara, dan dalam berekonomi, agama tidak boleh ikut andil. Bukankah ini sudah termasuk pembangkangan terhadap aturan Allah Swt., demi memenuhi kepuasan dunia yang tidak akan pernah ada ujungnya, sementara aturan Sang Pencipta malah dipinggirkan.
Pada dasarnya dengan tegas syariat Islam telah melarang pinjaman online berbasis riba, apapun alasannya. Allah Swt. telah menjelaskan dalam firman-Nya.
"Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba". (QS. Al-Baqarah : 275)
Seorang pemimpin dalam sistem Islam akan senantiasa mengarahkan masyarakat agar tidak terjebak pada hal-hal yang Allah larang, apalagi dengan pinjaman berbunga yang jelas-jelas itu bertentangan dengan akidah Islam.
Islam memberikan solusi agar setiap warga negaranya tidak tergantung pada utang, terutama utang riba. Negara akan mencukupi setiap kebutuhan hidup rakyatnya, dengan kelayakan yang sesuai standar. Mulai dari kebutuhan pendidikan, kesehatan dan kelayakan tempat tinggal. Sementara kebutuhan hidup keseharian, maka akan dipenuhi melalui penyediaan lapangan pekerjaan layak dan sesuai kebutuhan. Kepala keluarga yang tak mampu bekerja, sepenuhnya menjadi tanggungan negara, namun sebelumnya ditawarkan lebih dahulu ke sanak saudaranya, jika benar-benar tidak sanggup maka negara mengambil tanggung jawab tersebut.
Di samping itu, edukasi untuk memahamkan akidah Islam secara totalitas pun menjadi aturan dan program dalam negara Islam. Setiap individu akan mendapat pembinaan agar senantiasa menjaga keimanan dan ketakwaan. Sehingga perbuatan yang tidak berfaedah dan kebutuhan yang berlebihan bisa dihindari. Serta memiliki prinsip skala prioritas, mana yang harus diutamakan sesuai syariat Islam.
Semua orang didorong untuk melakukan pahala sunah yakni memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan dan yang sedang mencari pinjaman. Sistem ekonomi Islam hanya bertumpu pada sektor riil saja, dan menutup setiap celah praktik haram pinjaman berbunga.
Inilah kemuliaan Islam, yang mampu menjaga setiap individu agar selamat dunia akhirat, dan tidak akan pernah ditemui aturan sesempurna ini dalam sistem lain, kecuali negara dalam penerapan Islam secara keseluruhan. Hanya sistem Islamlah yang mampu menjadi solusi bagi negeri ini agar keluar dari kondisi darurat, dari maraknya pinjol penyebab membuat hidup penat menuju keberkahan dan kesejahteraan.
Wallahu a'lam bisshawwab.
Post a Comment