Pernikahan Beda Agama Dikabulkan, Bukti Negara Abai Terhadap Tuntunan Agama


Oleh: Rasyidah 
(Mahasiswi STAI YPIQ Baubau)

Pernikahan adalah moment terindah dalam hidup seorang manusia. Dalam pernikahan juga merupakan bagian terpanjang dalam beribadah kepada sang illahi. Namun, hari ini pernikahan bukan lagi sesuatu yang sakral atau yang biasa di sebut ibadah terpanjang. Mengapa demikian? Karena baru-baru ini termuat fakta bahwa pernikahan beda agama telah dikabulkan oleh pengadilan negeri Jakarta.

Dikutip oleh Republika.co.id, Sabtu, 24/06/2023 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membuat keputusan yang berseberangan dengan fatwa MUI soal nikah beda agama. Pengadilan tersebut membolehkan nikah beda agama yang diminta oleh pemohon JEA yang beragama Kristen yang berencana menikah dengan SW seorang Muslimah (beragama islam).

Putusan yang mengabulkan keduanya menikah tertuang dalam nomor 155/Pdt.P/2023/PN.Jkt.Pst. Pernikahan dilakukan antara perempuan muslimah menikah dengan laki-laki non-Muslim dan sebaliknya laki-laki muslim menikah dengan perempuan non-muslim. 

Selain berdasarkan UU Adminduk, hakim juga mendasarkan putusannya pada alasan sosiologis yaitu keberagaman masyarakat. PN Jakpus menyatakan pengabulan permohonan pernikahan beda agama sepenuhnya bergantung pada kebijaksanaan hakim, (CNN Indonesia,24/06/2023).

Perwakilan Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Jamaludin Samosir mengatakan pasangan beda agama memang bisa mendaftarkan pernikahannya di PN Jakarta Pusat dengan mengajukan permohonan izin nikah. "Dibuatkan permohonan terlebih dahulu, lalu diperiksa hakim, nanti bergantung bagaimana kebijaksanaan hakim," kata Jamaludin, Sabtu (24/6/2023)

Putusan itu menambah jumlah permohonan perkawinan beda agama yang dikabulkan pengadilan di Indonesia. Sebelumnya di Surabaya, Yogyakarta, Tangerang, dan Jakarta Selatan. Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Jakarta Selatan mencatat ada empat pernikahan beda agama sepanjang 2022, Antara news. Com (24/06/2023).

Keterangan dari Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Jakarta Selatan menyebutkan Pasal 35 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan diatur bahwa pencatatan perkawinan berlaku pula bagi perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan.

Dalam penjelasannya, disebutkan yang dimaksud dengan "Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan" adalah perkawinan yang dilakukan antarumat yang berbeda agama. Kemudian pasal 7 ayat 2 huruf l UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan diatur bahwa pejabat pemerintahan memiliki kewajiban mematuhi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Sungguh ironis, mendengarkan kabar dikabulkannya pernikahan beda agama ini. Dalam syariat Islam, pernikahan beda agama sangat jelas Terlarang. Namun, faktanya dalam kondisi kehidupan hari ini sangat problematis. Baik di Indonesia maupun negara-negara lain, sudah banyak terjadi praktik-praktik pernikahan beda agama di masyarakat. 

Tidak hanya secara agama.  Secara administrasi, pernikahan beda agama juga dilarang. Berdasarkan UU 1/1974 tentang Perkawinan, pernikahan yang sah harus sesuai agama dan keyakinannya masing-masing.Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 40C menyebutkan,  “Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu: c. seorang wanita yang tidak beragama Islam.” Pasal 44 KHI juga berbunyi, “Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam.” Selain itu, Fatwa MUI No. 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 menetapkan (1) perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah, serta (2) perkawinan lelaki muslim dengan wanita Ahlu Kitab, menurut qaul mu’tamad, adalah haram dan tidak sah (muslimahnews.net, 21/03/2022).

Tentu, dikabulkannya pernikahan beda agama ini menunjukkan pergolakan terhadap aturan syariat islam. Selain itu, dikabulkannya pernikahan beda agama (laki-laki non muslim dengan muslimah) termasuk dalam perkara pelanggaran terhadap hukum agama. 

Dengan terjadinya fenomena tersebut, negara tidak berfungsi dalam menjaga tegaknya hukum Allah dan melindungi rakyat untuk tetap dalam ketaatan kepada  Allah SWT. Hal ini satu keniscayaan bagi negara mengusung sekulerisme. Dimana dalam sekulerisme ini memisahkan agama dari kehidupan. Jadi, sebenarnya dengan bukti di kabulkannya pernikahan beda agama ini, negara tidak mau lagi di atur oleh syariat islam secara sempurna.

Di lain sisi, jika kita menelaah lebih dalam di kabulkannya pernikahan beda agama ini akan melahirkan adanya legalisasi zina. Sementara zina itu sendiri termasuk perbuatan yang dilarang dalam Syariat islam. Sehingga sangat bisa dirasakan hari ini negara benar-benar abaikan daripada tanggungjawab nya sebagai periayah umat. 

Islam memiliki aturan tertentu dalam berbagai problematika hidup manusia, yang semuanya bersumber dari aturan Allah dan juga Rasul-Nya. Termasuk perkara pernikahan beda agama ini. 

Terdapat dalil-dalil yang menyatakan haramnya pernikahan berbeda agama antara wanita Muslimah dengan lelaki non-Muslim baik ahli kitab maupun tidak. Sangat aneh, tatkala pengadilan negeri jakarta mengambilkan pernikahan beda agama. 

Padahal Allah telah tegas mengharamkan hal ini dalam Al-Qur'an, demikian juga Rasulullah SAW dan ini merupakan kesepakatan ulama sepanjang zaman," kata Ustaz Abu Ubaidah. Dia menyebutkan sejumlah dalil keharaman nikah beda agama. Dalam Al-Qur'an, setidaknya ada dua ayat yang menegaskan haramnya menikah beda agama yaitu pertama:

"Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang Mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita Mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang Mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran." (QS Al Baqarah : 221).

Dalam sebuah hadis diriwayatkan dari Imam Ibnu Jarir ath-Thabari berkata, "Allah mengharamkan wanita-wanita Mukmin untuk dinikahkan dengan lelaki musyrik mana saja (baik ahli kitab maupun tidak)." (Jami' al-Bayan 2/379).

Imam al-Qurthubi berkata, "Jangan kalian nikahkan wanita Muslimah dengan lelaki musyrik. Umat telah bersepakat bahwa orang musyrik tidak boleh menikahi wanita mukminah, karena hal itu merendahkan Islam." (Al-Jami' li Ahkam Alquran 1/48-49).

Dari sebagian dalil dan hadis telah sepakat melarang bahkan mengharamkan pernikahan beda agama. Inilah mengapa pentingnya peran seorang khalifah/imam/pemimpin yang dapat menjalankan perannya sebagai periayah umat  yang akan mampu menjaga totalitas akidah umat agar terhindar dari perbuatan-perbuatan yang menyimpang terlebih dalam problem pernikahan beda agama ini. Tiada perlindungan yang solid, kecuali dengan diterapkannya islam kaffah di tengah-tengah kehidupan yang menjadikan sistem islam dalam tatanan negara, wallahu a'lam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post