Peringatan Hari Anak Nasional Di Sistem Kapitalisme


Aktivis muslimah ngaji


Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) di Tanah Air diselenggarakan setiap tanggal 23 Juli. Pada tahun ini, Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mengangkat tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) memberikan Penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) 2023 kepada 360 Kabupaten/Kota, yang terdiri dari 19 kategori Utama, 76 kategori Nindya, 130 kategori Madya, dan 135 kategori Pratama. Selain itu, ada pula Penghargaan Provinsi Layak Anak (PROVILA) yang diberikan kepada 14 Provinsi yang berhasil menggerakkan Kabupaten/Kota di wilayahnya dalam mewujudkan KLA.


Menteri PPPA, Bintang Puspayoga menyampaikan, Penghargaan KLA tahun ini menunjukkan peningkatan yang cukup tajam di masing-masing kategori dari tahun sebelumnya. Hal tersebut membuktikan komitmen dan keseriusan para pemimpin daerah dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan terwujudnya pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak di wilayah mereka masing-masing. Di tengah euforia berbagai penghargaan tersebut, akankah berbagai persoalan anak dapat tuntas terselesaikan? Ada stunting yang terus membayangi, kekerasan seksual yang terus mengintai generasi, hak pendidikan yang belum terpenuhi secara merata, layanan kesehatan yang belum menjangkau seluruh wilayah, dan masih banyak lainnya yang menyisakan PR besar meski HAN digelar setiap tahunnya.


Data Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021 menunjukkan empat dari sepuluh anak laki-laki dan delapan dari sepuluh anak perempuan usia 13—17 tahun di daerah perkotaan maupun pedesaan pernah mengalami kekerasan seksual sepanjang hidupnya. Mirisnya, angkanya terus meningkat. Lalu, bagaimana agar anak terlindungi secara hakiki? Sementara itu, mayoritas anak-anak di berbagai wilayah tanah air masih  terkungkung berbagai problem besar yang seolah tiada berakhir. Tapi bisa kita lihat beragam peristiwa kriminalitas terjadi di mana-mana dan banyak beragam jenisnya, seperti   pergaulan bebas, pencurian, L987, narkoba, pembunuhan, pemerkosaan, dan lain-lain.


Salah satunya yang baru-baru ini terjadi, yakni kasus pembunuhan yang disertai dengan mutilasi di Sleman, Tangerang, dan Bekasi, yang mana pelaku begitu sadis dan kejam. Kalau kita telaah hampir di setiap sudut propinsi dan kota kejahatan, dan kenakalan remaja makin merajalela contohnya, Di Kota Medan yang mana begal dengan leluasa  beraksi yg mana banyak nya korban jiwa dan harta yang mereka ambil dengan paksa. Kejahatan yang merajalela makin menambah daftar panjang ketika kita tidak menjalani kehidupan ini dengan peraturan yang di berikan oleh sang Khaliq. Sehingga kemaksiatan, kebodohan, kemiskinan dan kelaparan menyebabkan orang sulit untuk berusaha  dan beraktifitas, sehingga tercipta pengangguran,dan kejahatan.


Mari merenung sejenak. Sejak banyaknya penghargaan KLA, sudah sebesar apa angka kekerasan terhadap anak mengalami penurunan? Diakui atau tidak, lingkungan menjadi tidak ramah anak karena banyaknya kejahatan yang menghantui. Bagaimana anak-anak bisa bersukacita jika berbagai kekerasan, baik verbal, fisik, maupun psikis masih mengancam kehidupan mereka? Bagaimana anak-anak bisa bergembira, sedangkan hak pendidikan mereka terabaikan hanya karena miskin? Bagaimana anak-anak bisa terus ceria, sedangkan hak mendapatkan penghidupan yang layak tidak diurus negara dengan baik? Sungguh, penerapan kapitalisme telah membuat angka stunting menganga, angka putus sekolah meningkat, dan kekerasan mengintai setiap saat. Kemiskinan membuat rakyat sulit memenuhi kebutuhan dasar mereka, termasuk kebutuhan asupan nutrisi dan gizi. 


Kemiskinan pula yang membuat pendidikan layaknya barang mahal, sama mahalnya ketika ingin mendapatkan layanan kesehatan secara murah, bahkan gratis. Peran negara dalam menjaga generasi seakan mandul. Akibat kebijakan serba kapitalistik, keberpihakan negara kepada rakyat sangat minim. UU Perlindungan Anak tidak cukup mampu mencegah kriminalitas dan kejahatan terhadap anak. Buktinya, makin banyak ragam kejahatan terhadap anak lantaran hukum buatan manusia yang tidak berefek jera bagi pelaku. Di sisi lain, makin tampak betapa lemahnya peran negara dalam menjalankan tugas keamanan pada masyarakat, hingga banyak korban dari kasus kriminalitas yang dirugikan. Padahal negara sejatinya sangat berperan penting untuk menjaga dan melindungi masyarakat agar tetap aman dan damai dari beragam kejahatan.


ISLAM HADIR SEBAGAI SOLUSI


Paradigma Islam jelas memiliki solusi hukum yang tegas, untuk menjerakan pelaku kriminalitas dengan hukum yang adil. Menurut Imam Al-Mawardi dalam memaknai kriminalitas (jarimah jamak jaraim) dengan mengatakan jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syarak yang diancam oleh Allah Swt dengan hukuman hadd atau takzir. Islam hadir untuk memberantas kriminalitas, pemberantasan tindakan kiriminal oleh khilafah secara umum mencakup dua hal. Yang pertama, pencegahan tindakan kriminal dengan penerapan syariat Islam di tengah kehidupan masyarakat. Kedua, penjatuhan hukum (uqubat) bagi orang yang melakukan kriminal.


Satu hal yang menarik, sistem sanksi dalam Islam berbeda dengan sistem sanksi apa pun di dunia ini. Sanksi dalam syariat Islam bukan hanya berpihak kepada masyarakat yang menjadi korban, melainkan juga berpihak pelaku itu sendiri. Oleh karena itu, sanksi dalam Islam akan mencegah seseorang untuk melakukan suatu tindak kriminal. Sistem Islam nyata memberikan sanksi yang tegas dan jera untuk pelaku dan yang akan berbuat kejahatan menjadi takut, seperti halnya Islam akan menghukum dengan qishash balasan yang setimpal sesuai perbuatannya, yakni jika terjadi pembunuhan maka akan dibunuh kembali si pelaku oleh pihak yang berwajib sebagaimana dalam firman-nya:


Surat Al-Baqarah Ayat 179


وَلَكُمْ فِى ٱلْقِصَاصِ حَيَوٰةٌ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ


Artinya: Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.


Jaminan kelangsungan hidup di dunia telah jelas, karena dengan disyariatkannya qishash seseorang akan takut melakukan pembunuhan. Dengan demikian qishash menjadi sebab berlangsungnya hidup jiwa manusia yang sedang berkembang. Adapun kelangsungan hidup di akhirat adalah berdasarkan alasan bahwa orang yang membunuh jiwa dan dia telah di qishash di dunia, kelak di akhirat ia tidak akan di tuntut membunuh hak orang yang di bunuhnya. Maka, jelaslah bagi muslim bahwa sistem buatan manusia ini sungguh tidak layak diambil dan dipertahankan. Sudah saatnya kita meninggalkan sistem buruk yang sekian lama membelit. Tak ada kebaikan yang lahir darinya selain keburukan dan permasalahan yang membawa penderitaan tiada ujungnya.


We need shield! Kita butuh perisai! Umat butuh pelindung yang akan menjaga dari segala ancaman. Seorang pemimpin yang akan mencegah musuh dari perbuatan mencelakai kaum Muslim, mencegah terjadinya kezaliman, menjaga agama dan kehormatan, serta menjadi tempat berlindung orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya. Kita butuh pemimpin yang berdiri tegak di atas syariat-Nya sebagai penjaga dan pelindung, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam;


“Sungguh Imam (pemimpin) itu laksana perisai. Orang-orang berperang di belakangnya dan kepada dirinya mereka berlindung.” (HR. Bukhari dan Muslim) .


Agar umat Islam tak terus menjadi objek penderita oleh sekularisme Barat, maka bersatu dalam naungan Islam adalah satu-satunya jalan terbaik. Hanya Islam Lah yang menjadi habitat bagi kaum Muslim. Syariat Islam yang diterapkan secara kaffah oleh seorang khalifah menjadi the one and only bagi umat Islam. Syariat Islam ini juga membawa kebaikan bagi seluruh umat manusia di dunia. Diterapkannya syariat Islam secara totalitas pasti akan mewujudkan ketenteraman, kesejahteraan, dan keadilan yang hakiki bagi seluruh umat manusia.

Post a Comment

Previous Post Next Post