Nikah Beda Agama Bukan Cinta Tapi Nafsu

 

Oleh: Raihun Anhar, S.Pd
(Pemerhati Umat)

Nikah beda agama kembali menjadi topik bahasan. Tahun lalu nikah beda agama viral takala staf khusus presiden Jokowi (Ayu Kartika Dewi) menikah. Ia muslim dan suaminya katolik, mereka menikah dengan dengan mengkolaborasikan akad nikah dan pemberkatan. 

Hal ini juga pernah dilakukan oleh selebriti tanah air seperti Lidya Kandow dan Jamal Mirdad serta beberapa orang tua artis. Beberapa dari mereka bercerai, ada juga yang akhirnya menyatukan agama mereka, dan ada yang masih bertahan dengan agama masing-masing. 

Bahkan sekarang nikah beda agama tidak lagi sulit di Jakarta karena Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) telah melegalkannya. Namhn sebelum PN Jakpus melegalkannya, ternyata beberapa PN juga telah melegalkan nikah beda agama seperti PN di Surabaya, Yogyakarta, Tangerang dan Jakarta Selatan. Hal ini tentu memberikan kabar bahagia untuk pasangan yang mau melangkah ke pernikahan namun berbeda keyakinan. 

Maksiat Legal dalam Negara Sekuler

Melegalkan pernikahan beda agama berarti melegalkan maksiat. Mengapa demikian? Nikah adalah ibadah yang cukup sulit. Dua orang bersatu dalam satu tujuan. Apa yang terjadi jika pernikahan itu dilakukan oleh dua orang yang berbeda keyakinan? 

Setiap manusia yang beragama tentu ia yakin dengan kebenaran agamanya. Sering muncul dalam benak kita untuk mengajak orang pada kebenaran itu. Islam mengajak kafir untuk berislam. Kafir mengajak Islam untuk murtad. Semua memiliki keinginannya masing-masing termasuk mereka yang mengingkan nikah beda agama. Awalnya beda namun berharap akhirnya sama. Namun, keinginan itu akan sirna apabila telah jatuh cinta. Mereka rela bersama walau beda keyakinan. 

Teringat istilah cinta itu buta. Cinta tak lagi bisa melihat kebenaran dengan jelas. Memilih menikah karena cinta padahal kemungkinan besar bukan cinta tetapi nafsu. Seorang muslim tidak lagi menggunakan Islam dalam nikah walhasil ia memilih pacaran yang diharamkan dalam agamanya. Sudah haram pacaran ditambah lagi sama yang tidak seiman. Double dosa gak sih? Wallahu alam. 

Begitulah potret kehidupan sekuler, hidup yang tidak menggunakan agama sebagai aturan hidup. Manusia beragama namun agama dipakai hanya pada saat tertentu. Agama hanya dipakai saat shalat namun tidak pada nikah. Ditambah negara sekuler yang menerapkan hukum berdasarkan manfaat semata tanpa memandang halal haram. 

Islam Melarang Nikah Beda Agama

Nikah telah diatur dengan aturan yang rapi dan sempurna dalam Islam. Mulai sebelum nikah, pada saat nikah, dan setelahnya. Semua telah disempurnakan aturannya oleh Sang Maha Cinta, Allah Swt. Lalu bagaimana Islam memandang nikah beda agama?

Nikah memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi diantaranya adalah pertama, bukan orang yang haram dinikahi. Orang yang haram di nikahi selain mahram adalah yang tidak seiman. Sebagaimana Allah Swt berfirman:

Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka (orang kafir) mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran." (QS. Al Baqarah [2] : 221

Kedua, Ijab kabul yang mana harus jelas dan sesuai agama. Ketiga, tidak ada paksaan. Keempat, adanya kedua pasangan, dan kelima, bukan dalam keadaan ihram.  

Menikah adalah ibadah tentu berbeda jika nikahnya beda agama. Menikah beda agama sama halnya dengan zina yang merupakan dosa besar. Bukankah menikah dalam Islam ingin meraih sakinah, mawadah, warahmah. Lalu bagaimana mungkin itu bisa tercapai jika caranya salah.  Amalan dalam Islam harus diawali dengan niat yang benar karena Allah dan caranya sesuai syariat islam, miisal : shalat subuh dua rakaat jangan di buat tiga rakaat. Sama halnya dengan nikah, jika diharamkan menikah dengan yang musyrik maka jangan dilakukan. 

Menikah Beda Agama adalah Nafsu

Menikah beda agama karena cinta, yakin? Sepertinya perlu di pikirkan kembali, apakah benar itu cinta atau jangan-jangan nafsu. Beda tipis soalnya antara cinta dan nafsu sama-sama diciptakan Allah. Keduanya bisa menyelamatkan dan menyesatkan. Keduanya berkaitan erat dengan hati. Kata hati tidak selalu benar, bisa salah. Saat menikah beda agama kita pikir baik/benar ternyata tidak/salah. Ingatlah firman Allah :

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 216).

Cinta bisa menjerumuskan pada dosa jika melampaui batas. Maka kita butuh agama untuk membatasinya. Dalam agamalah Allah mengajarkan akan batasan cinta. Cinta yang utama adalah cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Mencintai Allah dan Rasulullah berarti mengikuti apapun yang diperintahkan-Nya. Apabila Allah perintah kita jangan menikah dengan orang kafir maka jangan dilakukan. Jika masih melawan maka bersiaplah untuk hancur di kemudian hari. 

Nikah beda agama pernah di alami oleh anak-anak Nabi Muhammad Saw yaitu Ruqayah, Umu Khalsum, dan Zainab. Saat Rasulullah diutus, istri dan anak-anak Nabi berislam. Namun suami mereka masih musyrik. Kemudian turunnya ayat tentang larangan menikah dengan orang musyrik maka anak-anak Rasul yang bersuami orang musyrik bercerai walaupun ada cinta antara mereka seperti Zainab dan suaminya.

Dari kisah Zainab anak Rasulullah Saw dapat diambil pelajaran bahwa cinta yang utama adalah cinta kepada Allah dan Rasulullah. Bukan cinta tapi nafsu jika lebih memilih bersama manusia yang membuat lupa akan Allah dan Rasulullah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa menikah beda agama adalah nafsu karena tidak berdasarkan perintah Allah Sang Maha Cinta. Wallahu alam bii sawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post