Oleh: Hasna Zakiyah
(Aktivis Dakwah)
Satuan Tugas (Satgas) Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) telah mengungkap kasus perdagangan orang dengan modus program magang ke luar negeri Jepang dengan korban mahasiswa. Dalam kasus ini, dua orang diduga tersangka diamankan polisi.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dir Tipidum) Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan, pengungkapan kasus ini diawali dengan laporan dari korban berinisial ZA dan FY kepada pihak KBRI Tokyo, Jepang.
Saat itu dilaporkan korban bersama sembilan orang mahasiswa lainnya dikirim oleh Politeknik untuk melaksanakan magang di perusahaan Jepang. Akan tetapi, korban dipekerjakan sebagai buruh. Sehari-hari, para korban bekerja selama 14 jam dari pukul 08.00 pagi sampai pukul 10.00 malam. Hal tersebut terus mereka lakukan selama tujuh hari dalam seminggu alias tanpa libur. Istirahat yang diberikan oleh pihak perusahaan hanya untuk makan, bahkan selama 10—15 menit. Selain itu, korban tidak dibolehkan untuk beribadah. Sebagai kompensasi, korban diberikan upah sebesar 50.000 yen atau Rp5 juta per bulan. Hanya saja, korban diharuskan memberi dana kontribusi ke kampus sebesar 17.500 yen atau Rp2 juta per bulan.
Korban diberangkatkan dengan menggunakan visa pelajar yang berlaku selama satu tahun. Namun, setelah habis masa berlaku kemudian diperpanjang oleh pihak perusahaan menjadi Visa kerja selama enam bulan. Setelah mengetahui hal itu, korban menghubungi pihak Politeknik untuk dipulangkan. Namun, justru korban diancam oleh Politeknik apabila kerjasama Politeknik dengan pihak perusahaan Jepang rusak maka korban akan di Drop Out (DO).
Kasus Lama
Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto mengatakan, kasus dugaan TPPO mahasiswa magang di Sumatera Barat (Sumbar) "bukanlah yang pertama terjadi" di Indonesia. Hariyanto mengatakan, dugaan praktik TPPO dalam pemagangan muncul salah satunya disebabkan oleh tawaran gaji yang besar dari luar negeri di tengah sulitnya mencari pekerjaan di dalam negeri.
Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir terjadi fluktuasi kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Provinsi Kalimantan Timur. Sehingga perlu penguatan gugus tugas TPPO, baik di Provinsi dan Kabupaten/Kota. Soraya menyebutkan berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Sinfoni PPPA) dari tahun 2018-2020, kasus TPPO semakin meningkat. Jika dirincikan pada tahun 2018 telah terjadi 5 kasus TPPO yaitu di Kabupaten Kutai Kertanegara 1 kasus, Kutai Timur 2 kasus dan Paser 1 kasus. Sementara Pada tahun 2019 telah terjadi 6 kasus yaitu Balikpapan 1 kasus, Bontang 4 kasus dan Samarinda 1 kasus. Sedangkan pada tahun 2020 telah terjadi 8 kasus, percatatan sampai 1 oktober 2020 yaitu Berau 4 Kasus, Balikpapan 1 kasus dan Bontang 3 kasus.
Perbedaan Magang dan Bekerja
Magang jelas berbeda dengan bekerja. Magang seharusnya menjadi jalan pembelajaran secara langsung bagi peserta didik di lapangan sebagai bekal memasuki dunia kerja. Hal yang sama pun patut kita waspadai untuk program serupa, yakni PKL (praktik kerja lapangan) atau Prakerin (praktik kerja industri) yang tidak lain adalah program wajib siswa SMK agar dapat naik kelas.
Mata kuliah ini tentu saja membuat beberapa perusahan menjadi "nakal" dengan mengeksploitasi mahasiswa yang menjalani mata kuliah ini sebagai "buruh gratis" karena mahasiswa magang dikerjakan tanpa bayaran yang sesuai dengan regulasi yang ada bahkan ketika mahasiswa tersebut harus terpaksa menjalani lembur. Perusahan memanfaatkan sedikit kerancuan pada Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Hukum yang Berlaku di Indonesia
Direktur Pemagangan Kemenaker Ali Hafsah menuturkan kasus ini sebenarnya tidak menjadi perhatian Kemenaker meskipun ditemukan berbagai kejanggalan, seperti 14 orang didenda Rp 500 ribu karena resign, jam kerja tak menentu, beban kerja layaknya pegawai tetap, sampai tidak adanya asuransi kesehatan. Sebab, kata Ali, pemagangan, yang diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2020, hanya menyasar para pencari kerja dan pekerja untuk meningkatkan kompetensinya.
Kepala Biro Humas Kemenaker Chairul Fadly Harahap menjelaskan Permenaker Nomor 6 Tahun 2020 hanya mengatur hak-hak pemagang yang sudah lulus dari jenjang pendidikan. Ini hanya mengatur pemagangan dalam konteks pelatihan kerja. Sedangkan pemagangan dalam konteks pendidikan tidak masuk dalam naungan aturan tersebut. Kemenaker hanya bisa meminta perusahaan-perusahaan yang menerima pemagang berstatus pelajar menerapkan permenaker tersebut. Namun, jika permintaan itu tidak diindahkan, Kemenaker tetap tidak bisa melakukan apa-apa, apalagi memberikan sanksi atau hukuman.
Kapitalisme Pendidikan dalam Perspektif Islam
Kapitalisme dalam pendidikan maksudnya adalah kapitalisasi pendidikan, yaitu proses pengkapitalan terhadap pendidikan. Pendidikan dijadikan sebagai alat pencapaian modal yang sebanyak-banyaknya. Desain yang dibangun tidak lain hanyalah untuk memikat para konsumen (masyarakat) sehingga mau dan akan selalu menggunakannya (kecanduan), tentu dengan berbagai cara yang digunakan. Yang jelas pendidikan menjadi ajang bisnis berorientasi laba yang siap diperjual belikan.
Secara ekstrim dikatakan Bowles dan Gintis memakai gagasan Althusser tentang peran sekolah dalam masyarakat kapitalis. Pendidikan melayani dua fungsi dalam masyarakat kapitalis, fungsi pertama adalah reproduksi buruh yang diperlukan bagi akumulasi modal. Fungsi kedua adalah reproduksi bentuk kesadaran, penempatan dan nilai yang dibutuhkan guna pemeliharaan pranata dan hubungan sosial yang memfasilitasi penerjemahan buruh menjadi keuntungan.
Semua ini tentu sangat berbeda dengan profil peserta didik yang menjadi output sistem pendidikan Islam. Dalam sistem pendidikan Islam, target besarnya adalah mencetak generasi berkepribadian Islam (syahsiah islamiah), bukan menjadi pekerja. Ilmu pengetahuan dan tsaqafah Islam yang diperoleh selama masa pendidikan dijadikan sebagai bekal untuk memberi solusi bagi problematik kehidupan, bukan sekadar meraih gelar. Oleh karena itu, jelas sistem pendidikan Islam sajalah sistem pendidikan terbaik yang dengannya juga mampu menghasilkan output terbaik.
Pendidikan dalam Islam berorientasi memberikan hak pendidikan pada generasi; me-riayah dan memperhatikan aspek mendasar pembentukan kepribadian generasi. Penyelenggaraan pendidikan seyogianya melahirkan ahli ilmu yang mumpuni, serta para intelektual yang senantiasa merasakan denyut nadi permasalahan umat dan mampu tampil sebagai problem solver. Islam mendudukkan ilmu sebagai mata air kehidupan. Para ahli ilmu laksana pelita yang mengusir kegelapan di tengah-tengah masyarakat. Untuk itulah, Islam mengarahkan perhatian yang sangat serius dalam proses pendidikan.
Sejatinya, intelektual bertugas melakukan penelitian, pengabdian juga menjalankan fungsi edukasi pada masyarakat. Jika mengikuti regulasi yang ada saat ini, terlihat jelas bahwa intelektual harus mengekor pada kebijakan kapitalistis yang mengikuti ritme dunia industri. Menjadi penggerak pasar pun sejalur dengan filosofi pendidikan yang berbasis ekonomi (knowledge economy based). Output pendidikan diarahkan untuk menjadi penggerak ekonomi.
Dunia pendidikan ada untuk membantu negara dalam menyediakan SDM andal dalam memberikan pelayanan. Bukan malah mengabdikan intelektualitasnya untuk memenuhi kebutuhan para pebisnis. Dengan demikian, sudah seharusnya negara merevisi fungsi intelektual dan merombak kurikulum kapitalistis ini.
Butuh revisi paradigma dalam melayani rakyat dan mengurai pengangguran secara sistemis. Artinya, butuh kajian dan diskusi kritis saat menjadikan swasta sebagai partner dalam mengurai masalah pengangguran di negeri ini.
Wallahu'alam bishawab
Post a Comment