Layanan Jamaah Haji Apakah Sudah Optimalisasi!.

Pegiat Literasi Peduli Negeri

Jemaah haji reguler asal Indonesia mengeluhkan jatah makanan yang berulang kali terlambat didistribusikan, menu makanan yang “seadanya”, serta sempat terlantar selama tujuh jam tanpa makan dan minum akibat keterlambatan bis penjemputan.

Keluhan para jemaah haji itu muncul ketika mereka melakukan ritual puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina).

Pemerintah pun diminta mengevaluasi operator penyedia konsumsi, akomodasi, dan transportasi bagi jemaah haji asal Indonesia.

Seorang jemaah haji asal Batam, Dhea Arizona, 34 tahun, Menu seadanya. Pernah lauknya daging itu entah digoreng atau direbus saja, nggak berbumbu, makannya nggak nafsu. Banyak yang akhirnya nggak menghabiskan makanannya. Saya juga merasa makanannya kurang layak dikonsumsi,” kata Dhea.
(BBC News Indonesia.com, 1/7/2023).

Hal yang memprihatinkan juga ditanggapi langsung oleh Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj, mengatakan persoalan keterlambatan distribusi makanan dan terlantarnya jemaah haji di Musdalifah harus menjadi catatan penting bagi penyelenggaraan haji tahun ini untuk “dievaluasi besar-besaran” oleh pemerintah.

Perihal pelayanan yang tak sesuai harapan, Mustolih mengatakan Kementerian Agama tidak bisa berbuat banyak selain melayangkan protes terhadap Mashariq.

Padahal kita mengetahui bahwa jemaah haji terbesar itu termasuk berasal dari Indonesia. Belum lagi jamaah yang paling banyak itu adalah para lansia. Yang tentunya mereka amat membutuhkan layanan optimal seluruh panitia jamaah haji dalam proses ibadah haji.

Namun sepertinya hal tersebut belum bisa hingga kini diselesaikan. Seperti ada kesan abai dan tidak serius dalam menyelesaikan permasalahan ini. Karena andai kata ini dilaksanakan dan dievaluasi secara serius tentulah tidak terjadi dari tahun ke tahun.

Hal ini bermuara pada pelaksanaan sistem yang berdasarkan kapitalisme. Dimana faham ini memandulkan peran Negara dan mengkerdilkan fungsinya dengan menjadikan pihak perusahaan yang dianggap bertanggungjawab.

Negera dalam sistem ini hanya sebagai regulator layaknya penjual yang melayani bagi orang yang punya modal besar saja. Sedangkan nasib rakyat bukanlah prioritas namun hanya sekedar formalitas saja.

Karena pada hakekatnya sistem ini berdiri atas azas manfaat dan materi. Sehingga yang menjadi pertimbangan paling besar adalah seberapa besar keuntungan dan seberapa kecil kerugian yang harus ditekan.

Sehingga wajar nilai moral dan rasa tanggung jawab berjalan sesuai pendapatan yang dihasilkan bukan layanan yang optimal.

Kapitalis telah melahirkan manusia rendah rasa empati, hilang rasa tanggung jawab dan hanya mementingkan diri sendiri. Negara dibuat hanya bisa mengecam tanpa serius dalam mengevaluasi kerugian dan tidak optimalnya kerja pihak yang telah ditunjuk untuk melayani jemaah haji dengan maksimal.

Setiap komentar hanya seolah pemuas bagi orang yang berharap adanya perbaikan namun pada faktanya itu hanya sesuatu layaknya angin yang berlalu. Padahal banyak pihak yang kecewa dan merasa layanan yang diberikan amat buruk.

Layanan Haji Dalam Islam

Islam telah menjadikan ibadah haji sebagai pelaksanaan daripada rukun Islam. Dan hal ini apabila dapat dilaksanakan tentulah sebuah kebahagian karena telah menjadi tamu Allah SWT di kota Mekkah.

Usaha para kaum muslimin pun tidak main-main yaitu dengan menabung dari hasil usaha serta menyiapkan fisik untuk dapat sampai pada pelaksanaan nya. Kemuliaan ini disambut dengan rasa sukacita yang amat besar karena telah bisa memenuhi panggilan Allah SWT.

"Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam" (QS.Ali-Imran: 97).

Nabi Muhammad Saw pun memberi Kabar  bagi pelaksana haji.
"Barangsiapa yang telah memiliki bekal dan kendaraan lalu dia tidak berhaji, hendaklah ia mati dalam keadaan menjadi orang Yahudi atau Nasrani.” (HR. At-Tirmidzi dari Ali).

Artinya ini adalah aktivitas yang mulia. Dalam Islam Negara memiliki andil yang sangat besar dari mulai proses awal hingga akhir pelaksanaan haji menjadi tanggung jawab penuh penguasa. Negara dalam Islam sebagai pelayan yang mempersemhkan layanan terbaik nya bagi umat. 

Transformasi, akomodasi hingga layanan lain yang dibutuhkan jamaah sangat diperhatikan karena hal ini akan sangat membantu jamaah yang pada dasarnya memiliki keterbatasan pengetahuan dan informasi karena jamaah sebagian besar berasal dari daerah daerah terpencil yang memang sangat minim fasilitas.

Negara bukan sebagai regulator, namun sebagai pelaksana hukum dan penjaga agar hukum Allah SWT dapat dijalankan secara sempurna oleh setiap umat Islam. Keuntungan bukanlah tujuan apalagi popularitas dimata dunia.

Kekuasaan adalah amanah yang akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT sehingga ketaqwaan lah yang menjadi dasar pijakan perbuatan dan nilai yang didapatkan. Negara akan terjun langsung melalui orang yang telah ditunjuk oleh negara dan tidak segan segan untuk memberikan sanksi keras apabila mendapatkan pengaduan dan terbukti sudah melalaikan amanah yang telah diberikan.

Post a Comment

Previous Post Next Post