Pemerhati Kebijakan Publik
Wahai penguasa, dagelan macam apa ini? Dimana marwah lembaga anti risywah, jika mereka sendiri menjadi pelaku. Sungguh miris sekaligus marah, bagaimana mungkin pengkhianatan ini bisa dimaafkan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini selain sudah tak bertaji, juga sudah kehilangan legitimasi. Puluhan kasus besar yang mangkrak tidak ada kabar. Politik saling sandera, hingga bisa dikatakan KPK seperti harimau ompong. Tidak hanya itu, mirisnya lagi KPK kini tersandung kasus korupsi. Sungguh sebuah kenyataan yang memalukan dan sekaligus memuakkan.
Seperti dikutip dari Tirto.id, 26/06/2023, Dewan Pengawas (Dewas) KPK telah menemukan adanya praktik pungli di lingkungan rutan KPK. Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean menyebutkan bahwa ada dugaan pelanggaran etik dan unsur tindak pidana. Hal ini disampaikan Tumpak dalam konferensi pers di Gedung ACLC KPK pada Senin, 19 Juni 2023. Bahkan menurut anggota Dewas KPK, Albertina Ho, praktik pungutan liar tersebut nominalnya mencapai 4 miliar rupiah, terhitung sejak Desember 2021 hingga Maret 2022.
Data diatas hanya data sementara, ibarat fenomena gunung es, angka diatas hanya yang terkuak sementara, bisa jadi praktik pungli ini sudah berjalan lama, dan pelakunya bukan hanya pegawai kelas rendah yang berhasil diungkap Dewas. Mengingat praktik korupsi ini sudah menjangkiti seluruh lapisan pejabat. Dari pegawai rendahan hingga pejabat tinggi negara.
Ilusi Pemberantasan Korupsi
Sungguh sebuah ilusi, sebuah negara menginginkan pejabatnya bersih dari tindakan korupsi, tapi membentuk lembaga antikorupsi yang justru menjadi pelaku korupsi. Menjadi pertanyaan besar, bagaimana mekanisme rekrutmen pegawai KPK ini hingga justru menghasilkan koruptor?. Pungli atau pungutan liar yang dilakukan pegawai tentu mencoreng citra baik KPK di mata masyarakat.
Dengan melihat kinerja KPK, dari tahun ke tahun, dari beberapa kali ganti kepemimpinan belum bisa meraih kepercayaan publik. Kinerja yang semakin hari semakin melemah, kasus-kasus besar belum bisa terselesaikan dengan terang benderang. Rasanya sangat realistis jika dikatakan bahwa mimpi negeri bebas korupsi ini adalah sebuah ilusi.
Digembosi Eksternal, Diperburuk Kinerja Internal
Masih lekat dalam ingatan kita ketika KPK berusaha dilemahkan dengan revisi maraton UU KPK menjadi UU No 19 Tahun 2019 yang meletakkan KPK di bawah rumpun eksekutif. Hal ini membuat KPK tidak lagi independen, adanya tes wawasan kebangsaan (TWK) yang sarat akan upaya menyingkirkan hingga 75 orang anggota KPK dengan kredibilitas yang bagus. Hal ini yang membuktikan sulitnya KPK menjadi independen karena di bawah bayang-bayang DPR.
Selain itu, lembaga antirasywah ini dipimpin oleh ketua KPK yang penuh kontroversi, seperti dikutip oleh tempo.id, 10/04/2023 tempo.co. Sejak mendaftar sebagai calon pimpinan KPK Irjen Firli sudah menjadi kontroversial di mata masyarakat. Pasalnya banyak pihak yang menolak dirinya mencalonkan diri karena pernah diduga melanggar kode etik saat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK. Firli kerap menemui para tersangka korupsi tanpa ini pimpinan KPK pada waktu itu.
Dan yang baru-baru terjadi, kasus pungli di kalangan pegawai. Sebagian pengamat mensinyalir bahwa Dewas tebang pilih, dan hanya berani mengungkap korupsi kelas teri di badan KPK. Sebagian juga menilai ini upaya pelemahan KPK dari dalam. Terlepas dari itu semua, kebobrokan lembaga antikorupsi ini telah mencoreng marwah KPK di mata masyarakat.
Demokrasi Induk Semang Korupsi
Ketika sebuah lembaga dibentuk atas dasar kepentingan maka jangan harap ada keadilan. Demokrasi terbentuk dari hasil rekapitulasi suara terbanyak. Suara yang diperoleh dari aksi suap menyuap, money politic, black campaign dan penggelembungan suara.
Kekuasaan dalam demokrasi, bukan jalan untuk membangun negeri apalagi mensejahterakan rakyat. Kekuasaan dalam demokrasi ibarat tambang emas yang harus diperebutkan demi tercapainya tujuan. Kendaraan berupa partai harus mengeluarkan biaya operasional besar. Dengan kekuasaanlah mereka menghidupinya.
Jadi, menjadi sebuah keniscayaan jika tindakan kotor yang dilakukan para abdi negara ini tak terkecuali di lembaga antikorupsi sekalipun. Hal ini wajar, dalam demokrasi yang berasaskan sekulerisme kapitalisme. Semua tindakan menjadikan materi sebagai tuhan. Sekularisme sukses memisahkan perilaku pejabat dalam melakukan aktivitasnya. Menganggap bahwa selain ibadah, tidak boleh ada campur tangan Tuhan dalam mengatur perbuatan mereka.
Maka dari itu, sekalipun KPK berdiri secara independen dan dipimpin oleh pimpinan terintegrasi. Mustahil mampu memberantas korupsi, dan mustahil pula bisa memastikan semua pejabatnya bersih dari tindakan penyalahgunaan wewenang ini. Karena selama asas bernegaranya sudah salah, maka persoalan turunannya tidak akan pernah terselesaikan.
Islam Memberikan Solusi Hakiki
Sistem Islam menjadikan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai landasan bernegara. Karena Islam merupakan agama sekaligus ideologi. Islam memberikan solusi setiap problematika kehidupan tak terkecuali aspek hukum.
Berdirinya sistem Islam ini dibangun dengan kesiapan umat untuk diatur dalam hukum Islam. Artinya sudah sampai kepada masyarakat dakwah Islam yaitu bagaimana sebuah negara yang akan dijalankan dengan berlandaskan Al-Qur'an dan Sunnah. Umat sudah menjadi individu yang bertakwa.
Dalam negara Islam semua terkondisikan dengan baik. Semua kebutuhan dasar manusia dijamin secara langsung dan tidak langsung oleh negara. Suasana keimanan akan terasa karena negara menjaga akidahnya umat dengan seperangkat aturannya. Media hanya dimanfaatkan untuk sarana informasi dan pendidikan.
Kondisi ini akan melahirkan generasi dan pejabat yang menjadikan halal haram sebagai tolak ukur setiap perbuatan. Sehingga selain aparat penegak hukum, pejabat selalu merasa diawasi oleh Allah Swt. Jika masih ada pelanggaran hukum, maka upaya represif akan dijalankan berdasarkan hukum syariat.
Tindakan pungli atau pungutan liar merupakan dosa besar berdasarkan hadits "Rasulullah melaknat penyuap dan yang menerima suap" (HR Khamsah kecuali an-Nasa'i dan dishahihkan oleh at-Tirmidzi). Sehingga pelaku akan dikenakan hukuman. Hukum dalam Islam bersifat zawajir (pencegahan) dan jawabir (penebus dosa).
Fungsi zawajir atau pencegahan artinya dengan hukuman yang diberikan akan memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah orang lain untuk melakukan hal yang sama. Sedangkan fungsi zawajir atau penebus dosa artinya pelaku kelak tidak akan lagi dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya kelak di akhirat karena telah dihukumi di dunia.
Maka hanya dengan Islamlah keadilan bisa ditegakkan, kejahatan korupsi bisa dihapuskan dan kesejahteraan masyarakat bisa diwujudkan. Sebagaimana janji Allah Swt “Seandainya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mengingkari, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf: 96).
Wallahu a'lam bishshawab
Post a Comment