Oleh Siti Aisah, S.Pd
Praktisi Pendidikan Kabupaten Subang
Pemilihan umum atau pemilu 2024 akan kembali digelar. Pesta demokrasi ini nyatanya memakan dana yang cukup fantastis. Bak tak ada lawan atau kawan yang abadi dalam perhelatan lima tahunan ini, koalisi yang silih berganti antar partai satu dengan lainnya kerap terjadi. Demi mengangkat calon kepala daerah yang dianggap mampu memangku kekuasaan. Penerapan sistem politik demokrasi yang terealisasi melalui konsep pemilu ini menjadi harga mati. Tak bisa ditawar-tawar lagi saat memilih kepala negara dan pejabat-pejabat lainya, baik dalam legislatif ataupun eksekutif.
Kontribusi perempuan dalam perhelatan besar ini pun, dianggap berhasil saat ia duduk ditampuk kekuasaan. Tuntutan 30% keberadaan perempuan dalam partaipun menjadi salah satu syarat utama yang harus dipenuhi oleh partai. Meski terkadang keberadaan mereka belum mencapai target.
Perlu diketahui perempuan di Indonesia sebanyak 50,3% dari total jumlah penduduk data ini diambil dari pusat statistik Indonesia. Sehingga bisa dikatakan bahwa berarti jumlahpnya lebih banyak daripada laki-laki. Komisi Perempuan Remaja dan Perempuan (KPRK) Majelis Ulama Indonesia Labuhanbatu menyelenggarakan acara Seminar Politik Perempuan yang bertema “Peran Perempuan Berpolitik dalam Perspektif Islam”di Aula Kantor DP. MUI Labuhanbatu, Rantau Selatan, Rabu (26/07/2023).
Turut hadir pula Wakil Bupati Labuhanbatu Hj. Ellya Rosa Siregar, S.Pd., MM.,. Dalam acara ini ia berpendapat bahwa, saat menduduki sebuah jabatan itu, dilihat bukan pada jenis kelamin. Tetapi bicara tentang bagaimana kesiapan, akhlak, dan bakatnya. Lalu dalam tatanan politik Indonesia, perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki. Tak ayal, dengan jumlahnya yang besar ini, potensi mereka harus lebih diberdayakan. Baik itu sebagai subjek maupun objek pembangunan bangsa. (tuntasonline.com, 27/07/2023)
Sekalipun masih jauh panggang dari api. Keterwakilan perempuan dalam sistem demokrasi saat, terlihat begitu antusias. Mereka ingin ikut andil menjadi bagian dari pesta Lima tahunan itu. Termasuk mengambil peran sebagai orang nomor satu, atau hanya sekedar menjadi cagub-cawagub, cabup-cawabup dan wakil rakyat. Seperti itulah sistem sekulerisme-demokrasi yang menempatkan perempuan dalam politik kekuasaan. Sekulerisme ini pun meminggirkan fitrah naluri perempuan sebagai ibu rumah tangga. Hingga pada akhirnya, akan dianggap sebagai sebuah keberhasilan saat mereka menimba karier atau duduk di kursi kekuasaan. Sistem ini pun seolah membuat derajat para perempuan itu dalam bidang perpolitikan menjadi lebih kredibel dibandingkan laki-laki.
/Apa Sebenarnya Arti Politik?/
Politik (siyâsah) adalah pengaturan ‘urusan umat’ di dalam dan luar negeri. Politik dilaksanakan oleh Negara dan umat, karena negaralah yang secara langsung melakukan pengaturan ini secara praktis, sedangkan umat mengawasi Negara dalam pengaturan tersebut” (An Nabhani, 2005).
Politik dalam Islam adalah sesuatu yang fardhu hukumnya untuk dilaksanakan, termasuk bagi para perempuan. Karena Islam memandang bahwa keberadaan perempuan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan laki-laki. Keduanya memiliki tanggungjawab yang sama dalam mengatur dan memelihara kehidupan ini agar berjalan sesuai dengan aturan Sang Pencipta. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala :
وَٱلْمُؤْمِنُونَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ ۚ أُو۟لَٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ ٱللَّهُ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (At-Taubah 9:71)
Namun Islam memberikan segenap aturan yang khas bagi perempuan dalam berkiprah di tengah-tengah masyarakat. Seorang muslimah harus memperhatikan hal-hal di bawah ini ketika ingin merealisasikan aktivitas politiknya. Yaitu :
/1./ Muslimah harus menyadari bahwa saat keluar rumah atau bekerja adalah karena semata-mata melaksanakan perintah Allah subhanahu wa ta’ala. Bukan hanya sekedar ingin menduduki jabatan/posisi tertentu dalam masyarakat.
/2./ Allah subhanahu wa ta’ala telah menetapkan bentuk-bentuk aktivitas politik yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
/3./ Tetap terikat dengan Syari’at.
Inilah pengaturan Islam mengenai kontribusi aktivitas politik perempuan dalam kehidupan masyarakat. Hingga dalam pelaksanaannya bersama kehidupan secara menyeluruh dan pasti, akan menjamin terwujudnya masyarakat yang ideal. Seperti terpecahkannya persoalan-persoalan perempuan. Dengan demikian, perlu ditekankan lagi bahwa Islam menetapkan secara politis, peran utama bagi perempuan adalah sebagai ummun wa rabbah al-bayt (baca: ibu dan pengelola rumah tangga). Tersebab ibulah pencetak generasi yang tangguh dan berkualitas.
Wallahu ‘alam bisshawab
Post a Comment