(Aktivis Muslimah)
Penularan antraks terhadap puluhan warga Kabupaten Gunung Kidul, Di Yogyakarta jadi buah bibir. Tradisi brandu disebut-sebut sebagai biang kerok masifnya penularan. Penularan antraks sebenarnya bukan barang baru di Gunungkidul. Penularan antraks terus ditemukan di sana. Pemotongan sapi atau kambing yang sakit atau mati berkaitan dengan tradisi purak atau brandu. Tradisi ini merupakan pemotongan sapi dan kambing yang sakit dipotong paksa. Lalu, danging diperjualbelikan ke tetangga dengan harga di bawah standar.
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementahan Syamsul Ma’arif menambahkan, iuran ini sifatnya untuk menghibur pemilik ternak yang kehilangan hewan ternaknya. Hanya saja tradisi ini membawa petaka buat warga. Karena sifat bakteri penyebab antraks, Bacillus anthracis, akan membentuk spora saat terpapar udara terbuka. Mengkomsumsi daging hewan terpapar antraks sangat dilarang. Dibuka (dibedah) saja tidak boleh, apalagi itu direbus dan dikomsumsi sangat tidak boleh, kata Syamsul dalam kesempatan serupa. (cnnindonesia.com)
Sementara itu, dilansir, Tribunnews.com – Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyebut, berdasarkan data Kemenkes terdapat tiga orang yang meninggal dunia karena antraks di Kapanewon Semanu, Gunungkidul. Salah satu dari mereka yang meninggal dunia pada tanggal 4 Juni lalu, dites positif antraks. Sampai hari Rabu (5/7/2023) Kementerian Pertanian mencatat 12 ekor hewan ternak mati- enam sapi dan enam kambing- sementara warga yang positif antraks berdasarkan hasil serologi yang dilakukan Kementrian Kesehatan.
Budaya brandu jelas menunjukkan potret kemiskinan yang parah di tengah masyarakat. Di sisi lain, juga menggambarkan betapa rendahnya literasi sehingga biasa mengkomsumsi binatang yang sudah sakit. Hal ini menggambarkan potret buramnya kelalaian penguasa dalam mengurusi rakyatnya. Sehingga tradisi yang membahayakan tetap berlangsung, bahkan melanggar aturan agama dan mengharamkan memakan bangkai.
Tradisi brandu merupakan bentuk simpati masyarakat terhadap tetangga yang ternaknya mati. Akan tetapi pemerintah seharusnya tidak membiarkan tradisi tersebut terus berlangsung di tengah masyarakat. Kenyataan keharaman yang diabaikan alasan menggenjot dengan memberi kemudahan ditingkat produsen mengabaikan kehalalan ditingkat pengelolahan yang didistribusikan.
Potret kemiskinan yang parah di tengah masyarakat dan rendahnya edukasi kesehatan pangan oleh pemerintah terhadap warganya. Begitu bahayanya mengkomsumsi bangkai. Namun, lagi-lagi apakah pemerintah sudah memastikan masyarakat mafhum akan hal ini? Atau sudah masifkah edukasi kehalalan dan sehat ka dikomsumsi di tengah masyarakat?
Namun, kemiskinanlah yang membuat masyarakat gelap mata. Demi bisa makan, apapun mereka lakukan meski membahayakan kesehatan mereka. Sampai bangkai hewan pun dikomsumsi. Nyawa masyarakat yang menjadi korban akibat kelalaian penguasa yang orientasinya hanya jabatan untuk mendapatkan manfaat dunia semata tanpa memikirkan hidup rakyatnya.
Kemiskinan ini bersifat struktural akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ini menghasilkan penguasa sumber ekonomi oleh segelintir korporasi. Maka hasilnya kemiskinan yang tidak kunjung usai. Sehingga kesejahteraan rakyat terabaikan, banyak rakyat miskin dan bahkan miskin ekstrem hingga untuk makan saja sulit. Sistem ini sangat berbeda dengan sistem Islam
Dalam sistem Islam menerapkan sistem ekonomi Islam yang mewujudkan keadilan bagi ekonomi, sehingga harta tidak berputar pada orang-orang kaya saja. Sumber daya alam sebagai kepemilikan umum tidak boleh dikuasai swasta dan akan dikelola oleh negara untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Khilafah memberi jaminan pemenuhan kebutuhan dasar yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan bagi seluruh rakyatnya.
Dalam sistem Islam sangat dikenal dengan agama yang bersih dan baik. Islam sangat mengatur segala kehidupan mulai dari hal besar hingga yang mendetail sekalipun, seperti mengkomsumsi sesuatu. Sebagaimana Allah SWT berfirman: “ Allah SWT mengharamkan sejumlah jenis makanan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, hewan yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih, dan (diharamkan bagimu) yang disembeli untuk berhala. (QS. Al-Maidah: 3)
Islam mempunyai alasan mengapa semua itu diharamkan bagi manusia. Terutama untuk satu makanan yang pertama kali disebut dalam ayat tersebut yaitu bangkai. Pertama, Islam memiliki naluri bahwa bangkai merupakan hal yang menjijikan. Orang berakal mana pun menganggap memakan bangkai sebagai perbuatan hina dan menurunkan martabat manusia.
Kedua, Seorang muslim memiliki tujuan dan keinginan dalam segala urusannya. Sehingga tidak ada seorang muslim yang ingin mendapatkan sesuatu atau memetik hasilnya kecuali, dengan meluruskan niat, tujuan dan usahanya. Demikian menyembeli seekor binatang, tujuannya mengeluarkan nyawa dan mengambil dagingnya untuk dimakan, namun bukan seperti bangkai.
Ketiga, Islam sangat melarang menyembeli hewan yang sudah mati dengan sendirinya. Biasanya hewan yang seperti ini disebabkan penyakit akut yang berbahaya, makan makanan beracun dan sebagainya. Akibatnya bangkai menjadi sesuatu yang tidak aman dan berbahaya bila dikomsumsi. Adapun hewan yang sudah mati Khalifah memberikan santunan pada hewan pemilik ternak.
Keempat, Islam sangat melarang adanya tempat-tempat penyimpanan bangkai-bangkai hewan, apalagi di pasarkan ditengah masyarakat. Khilafah turut andil dalam menjaga kwalitas hewan ternak yang diperlihara oleh para peternak, memberikan suplay makanan, vitamin dan lain-lainnya. Sehingga hewan-hewan ternak sehat memproduksi daging yang sehat dan bergizi, bertujuan memberikan daging yang sehat kepada masyarakat yang akan didistribusikan.
Dengan demikian hanya dengan sistem Islamlah negara akan terjaga dalam mengkomsumsi makanan yang sehat dan bergizi, tidak memakan bangkai yang jelas diharamkan oleh Allah SWT untuk dikomsumsi. Hanya dengan Khilafah yang mampu memberikan pelayanan terbaik bukan hanya menyelesaikan problematika kemiskinan saja, tetapi mampu mensejahterakan para perternak dan seluruh masyarakatnya.
Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Post a Comment