Kebocoran Data Paspor, Negara Abai Terhadap Keamanan Data?


Oleh Ratna Sari Dewi
 
Keamanan data rakyat adalah hal sangat penting bagi negara apalagi di tengah gencarnya arus transformasi digital di Indonesia. Sayangnya jaminan keamanan tidak terwujud. Ada banyak hal terkait.

Kasus dugaan pencurian data pribadi kembali terjadi. Kali ini, diduga sekitar 34 juta data paspor atau keimigrasian bocor dan diperjualbelikan. Hal itu terungkap lewat akun pegiat informatika, Teguh Aprianto di akun Twitter @secgron.

Teguh mengunggah tangkapan layar portal yang menjual data paspor Warga Negara Indonesia (WNI) yang terdiri atas nama lengkap, tanggal berlaku paspor, tempat tanggal lahir. Data tersebut dijual antara 10 ribu dolar AS atau sekitar 150 juta rupiah. 

Pihak Ditjen Imigrasi pun langsung menindaklanjuti dugaan kebocoran data ini. “Sedang diselidiki (dugaan kebocoran data paspor)," kata Silmy melalui pesan singkatnya, Kamis, 6 Juli 2023.

Sementara itu, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel A. Pangerapan menyatakan, belum ada kebocoran data pribadi secara masif sebagaimana pemberitaan. 

Hal tersebut berdasarkan investigasi internal pemerintah. “Kesimpulan ini diambil setelah dilakukan beberapa tahap pemeriksaan secara hati-hati terhadap data yang beredar," kata Semuel. 

Ia mengatakan, penelusuran dan penyelidikan masih akan terus dilakukan secara mendalam dan perkembangan hasil penyelidikan akan disampaikan kemudian.

"Kementerian Kominfo akan terus melanjutkan penelusuran dan akan merilis hasil temuan setelah mendapatkan informasi yang lebih detail," kata dia.

Hal ini menunjukkan abainya negara karena tidak memperhatikan hal yang sangat penting ini. Negara tidak mempunyai kemauan untuk mewujudkannya karena tidak memiliki visi sebagai negara pertama.

Sejatinya Indonesia memiliki SDM berkualitas, namun tanpa dukungan dana negara, yang tentunya jumlahnya sangat besar, maka tak akan mampu mewujudkannya. 

Dalam sistem sekarang, pemilik modal besar dapat memanfaatkannya untuk membangun sistem keamanan data, yang dapat dijual kepada siapa saja. 

Sistem Demokrasi Kapitalistik

Seiring perkembangan teknologi digital, kasus kebocoran data juga makin marak terjadi. Data merupakan entitas yang sangat berharga bagi para pengelolanya dalam meraup cuan sebanyak-banyaknya.

Selain cuan melimpah yang didapat oleh pengusaha yang mampu membeli data pengguna, kebocoran juga sangat berpeluang meningkatkan kriminalitas. Kejahatan siber bisa makin tidak terkendali, seperti pemalsuan KTP, penipuan terhadap pengguna, dan lainnya. Semua ini akibat tidak amanahnya pengelola dalam melindungi data pengguna.

Banyaknya oknum yang membocorkan data juga lahir dari tabiat kapitalisme yang menghalalkan segala cara dalam meraup keuntungan. Para oknum tersebut tidak peduli terhadap dampak yang pengguna dapatkan, yang penting mereka untung, tidak peduli yang lain buntung.

Mirisnya lagi, dominasi korporasi yang begitu besar menyebabkan kedaulatan negara dalam menjaga keamanan rakyatnya, termasuk data digital, lemah bahkan hilang. Para kapitalis akhirnya bebas mengeksploitasi data pengguna. Buktinya, berulangnya kasus kebocoran data (dari lembaga swasta maupun pemerintah) hingga kini tidak kunjung terselesaikan.

Sungguh memprihatinkan, negara yang seharusnya menjadi pihak terdepan dalam melindungi data warga, nyatanya malah menjadi pihak yang paling banyak mengalami kebocoran atau bahkan membocorkan data. Penolakan terhadap RUU PDP sejatinya lahir dari ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintahnya.

Khilafah Melindungi Data Warga

Islam menggariskan negara harus menjadi negara adidaya, oleh karena itu akan mengerahkan semua tenaga untuk menjadi yang terbaik., termasuk dalam menjaga keamanan data rakyatnya.

Negara islam mampu mewujudkannya karena memiliki sumber dana yang dibutuhkan dan SDM berkualitas. Semua kekacauan tersebut tidak akan terjadi di sistem pemerintah Islam (Khilafah). Kebijakannya akan independen, penguasanya bersih, dan memiliki visi melindungi umat dari segala macam mara bahaya, termasuk kebocoran data. 

Khalifah akan proaktif menjaga data warganya sebab perlindungan ini bukan hanya berbicara algoritma untuk pasar digital. Lebih dari itu, perlindungan data pribadi menjadi satu hal yang sangat penting karena terkait pertahanan nasional.

Khilafah juga akan berupaya keras menjaga data pribadi warga dengan menggunakan sistem IT terbaik. Gelontoran dana pada riset IT akan begitu besar sehingga perlindungan data akan canggih dan maksimal. Selain itu, individu-individu yang mengembannya pun adalah penguasa yang jujur dan amanah. Mereka tidak mungkin mengorbankan warga demi keuntungan semata.

Kalaupun terjadi kebocoran, pemerintah akan menetapkan sanksi takzir kepada pihak mana pun yang membocorkan data dengan jenis sanksi yang menjerakan. Hal demikian akan mampu mengurangi bahkan menghilangkan tindak kecurangan, penipuan, peretasan, dan seluruh jenis kejahatan siber lainnya.

Selain itu, pihak swasta juga akan bertindak sesuai hukum. Individu-individu di tengah masyarakat Islam pun akan berkarakter jujur dan amanah.

Sungguh, karakter pengusaha dan penguasa yang amanah dan jujur, hukum sanksi yang menjerakan, dan berbagai kebijakan lainnya untuk melindungi data warga, sejatinya hanya dapat lahir dari sistem kehidupan Islam yang menerapkan Islam kaffah dalam bingkai Khilafah.

Post a Comment

Previous Post Next Post