(Aktivis Muslimah)
Bukan sekali dua kali kebocoran data terjadi sudah berkali-kali. Baru-baru ini kasus dugaan pencurian data pribadi kembali terjadi. Kali ini, diduga sekitar 34 juta data paspor atau keimigrasian bocor dan diperjualbelikan. Hal itu terungkap lewat akun pegiat informatika, Teguh Aprianto di akun Twitter @secgron.
Teguh mengunggah tangkapan layar portal yang menjual data paspor Warga Negara Indonesia (WNI) yang terdiri atas nama lengkap, tanggal berlaku paspor, tempat tanggal lahir. Data tersebut dijual antara 10 ribu dolar AS atau sekitar 150 juta rupiah (tirto.id)
Dalam cuitannya, Teguh melampirkan tangkapan layar laman yang menawarkan data tersebut. Dalam tangkapan layar itu tertulis data yang diunggah berjumlah 34.900.867 dengan file sebesar 4 Giga Bita.
"Di portal tersebut pelaku juga memberikan sampel sebanyak 1 juta data. Jika dilihat dari data sampel yang diberikan, data tersebut terlihat valid. Timestamp-nya dari tahun 2009 - 2020," kata Teguh.
Dia menyatakan heran dengan kebocoran data yang kembali terulang di Indonesia. Sebelumnya kebocoran data juga terjadi di aplikasi PeduliLindungi dan MyPertamina.
"Ini @kemkominfo sama @BSSN_RI selama ini ngapain aja ya?" cuit Teguh (tempo.co)
Analis keamanan siber, Pratama Persadha mengatakan, kebocoran data berbahaya bagi masyarakat, Ia khawatir data tersebut digunakan untuk kepentingan tindak kejahatan seperti penipuan kepada pemilik atau penipuan dengan mengatasnamakan data tersebut. Pratama juga menilai, kebocoran data merugikan pemerintah. Apalagi kebocoran data diklaim dari pemerintah lewat Ditjen Imigrasi. Dengan kata lain, bisa muncul persepsi keamanan siber pemerintah Indonesia rendah sehingga mencoreng citra pemerintah di tingkat nasional maupun internasional.
Secara tidak langsung, kata dia, Indonesia yang sudah punya BSSN, BIN maupun Kominfo tidak sanggup melakukan pengamanan siber meski memiliki kompetensi tinggi. Karena itu, Pratama mendorong agar pemerintah serius menerapkan regulasi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi/UU PDP (tirto.id)
Sejak tahun 2019 hingga 2023 Kemenkominfo telah menemukan 98 kasus dugaan pelanggaran pelindung data pribadi yang terkait kebocoran data pribadi dan pelanggaran lainnya. Berdasarkan jumlah Penyelenggara Sistem Elektronik yang ditangani sebanyak 65 PSE Privat dan 33 PSE Publik (antaranews.com)
Kasus kebocoran data yang semakin sering terjadi adalah akibat diterapkannya sistem sekularisme. Asas sekuler yang melahirkan kebebasan yaitu salah satunya mengakibatkan munculnya kebebasan berperilaku.
Rakyat beraktivitas semaunya, asal mereka senang dan mendapatkan keuntungan.
Rakyat tumbuh menjadi masyarakat yang materialistis dan sekuler. Karena tidak adanya pondasi keimanan yang kuat , menjadikan mereka abai terhadap perkara halal-haram. Sehingga tidak heran dari masa ke masa pelaku pembobol data terus ada. Karena masalah pencurian data mungkin saja menjadi peluang sendiri di mata programmer yang tergiur menjual data ke pihak tertentu. Disinilah simbiosis mutualisme antara penambang data dan pebisnis digital.
Permasalahannya adalah, data pribadi bukanlah milik umum. Mengambil tanpa izin dengan cara meretasnya lalu memanfaatkannya dengan memperjualbelikan data tersebut tentu tidak dibenarkan. Sayangnya, sekuritas data di negeri ini lemah yang dibuktikan dengan berulangnya kasus serupa.
Persoalan ini harus membutuhkan solusi yang tepat dan tuntas, bukan hanya dengan RUU PDP melainkan mengganti sistem lemah yang dijadikan landasan negeri ini dalam mengurusi rakyat. Mengganti sistem sekularisme yang bobrok dengan sistem yang benar-benar shahih, yaitu penerapan sistem Islam kaffah dengan sistem pemerintahannya, yakni Khilafah Islamiyah yang kuat, dan mampu melindungi seluruh rakyat.
Khilafah menjalankan tata pemerintahan berdasarkan pondasi akidah Islam. Hukum yang berlaku bukanlah hukum buatan manusia, akan tetapi didasarkan pada hukum Allah dari Qur’an dan hadis. Tidak ada hukum kompromi seperti yang diterapkan saat ini, ada pola simbiosis mutualisme diantara pejabat dengan konglomerat.
Dengan perkembangan teknologi yang tepat, Khilafah akan membangun infrastruktur dengan instrumen yang kuat dan unggul. Untuk menunjang keamanan data pribadi warganya, sebab hal tersebut merupakan hak rakyat.
Khilafah akan membangun infrastruktur tersebut secara mandiri tanpa campur tangan pihak swasta apalagi asing. Sebab pengurusan keamanan pada pihak asing hanya akan menghilangkan kedaulatan negara.
Khilafah juga akan mencetak pejabat amanah, yang akan melayani rakyat secara optimal. Terkait keamanan data pribadi rakyatnya, pejabat akan bertanggungjawab dan tidak melakukan kecurangan karena memahami bahwa mereka memiliki amanah yang akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.
Dalam khilafah pejabat yang menangani masalah data rakyat akan bekerjasama dengan departemen dalam negeri, departemen penerangan dan polisi yang dibekali keahlian, sehingga tentu penjagaan keamanan di dunia maya juga akan terwujud.
Ditambah dalam khilafah menerapkan sistem pendidikan yang mencetak individu-individu dengan kepribadian islam (syakhsiyah islam).
Khilafah juga akan memberikan hukuman yang tegas bagi rakyatnya yang melakukan tindak kejahatan, termasuk kejahatan cyber berdasarkan hukum dan sanksi dalam islam.
Alhasil dengan Khilafah Islamiyyah, rakyat akan diselamatkan dari segala hal yang dapat mengancam keamanannya baik di dunia nyata maupun di dunia maya.
Wallahu a’lam Bish-Shawab
Post a Comment