Kala Olahraga Jadi yang Utama, Rakyat Makin Merana

 

Oleh: Afifah Azzahra

Aktivis Muslimah

 

 

Dalam akun media sosialnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani pada 17 Mei lalu menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah hadir untuk mendukung sektor olahraga Indonesia pada ajang SEA Games. Di antaranya adalah olahraga pencak silat, wushu, balap sepeda, tenis, e-sport, angkat besi, badminton, basket, sepak bola, dan cabang olahraga lainnya.

 

Dalam SEA Games yang berlangsung di Kamboja dari 5-17 Mei 2023, APBN yang dikeluarkan negara ebesar Rp852.2 miliar yang digunakan untuk pembinaan atlet-atlet yang akan berlaga, untuk bantuan pengiriman kontingen menuju Kamboja, dan untuk pemberian bonus bagi peraih medali (atlet/pelatih/asisten pelatih).

 

 

Setelah meraih medali emas di ajang SEA Games 2023, bulan Juni ini Tim Nasional (Timnas) sepak bola Indonesia kembali akan mengadakan agenda FIFA Matchday. FIFA Matchday merupakan laga uji coba resmi yang diselenggarakan oleh Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA). Dalam laga ini Indonesia direncanakan akan bertanding melawan dua negara yaitu Palestina dan Argentina.

 

 

Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Erick Thohir sudah menetapkan jumlah anggaran sekitar Rp260 miliar untuk pengelolaan PSSI yang sehat demi peningkatan kualitas persepakbolaan Indonesia (kompas, 29/05/2023).  Sebelumnya, Erick Thohir mengingatkan masyarakat agar jangan fokus ke hiruk-pikuk berapa biaya yang dikeluarkan untuk pendatangan timnas Argentina. Timnas Indonesia dipastikan akan menjamu tim juara Piala Dunia 2022, Argentina, di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta pada 19 Juni 2023 mendatang (Republika, 24/05/2023).

 

 

Keberhasilan Indonesia dalam event olahraga dianggap sebagai sarana yang dapat meningkatkan prestise negara di mata dunia. Alhasil, negara secara totalitas mempersiapkan termasuk menyediakan dana yang fantastis. Padahal negeri ini masih dirundung persoalan yang lebih penting dan mendesak untuk diatasi. Sebab, terkait dengan nyawa manusia termasuk anak-anak seperti, kemiskinan ekstrem, stunting, atau infrastruktur pendidikan dan kesehatan yang masih belum memadai dan kurang berkualitas justru kurang dianggap prioritas. 

 

 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa tingkat kemiskinan Indonesia per September 2022 naik menjadi 9,57% atau sebanyak 26,36 juta orang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan menujukkan prevelensi balita stunting di Indonesia mencapai 21,6% pada 2022 atau sekitar 4 jutaan anak mengalami stunting.

 

Sementara itu, mayoritas sekolah di Indonesia dinilai tidak layak untuk kegiatan belajar mengajar karena 45%-60% mengalami kerusakan berdasarkan statistik Pendidikan 2022. Tidak hanya itu, fasilitas kesehatan khususnya di daerah terpencil juga masih sangat minim dan terbatas. Begitu pun pelayanan pendidikan dan kesehatan makin sulit dijangkau masyarakat disebabkan harga yang terlampau mahal.

 

Pengeluaran dana yang cukup signifikan untuk kegiatan olahraga di tengah kemiskinan dan stunting yang masih melanda masyarakat menunjukkan gagalnya negeri ini menempatkan prioritas kebijakan yang benar dan tepat. Ini cukup menjadi bukti bahwa kepentingan, keselamatan, kesehatan, dan pendidikan masyarakat tidak menjadi prioritas oleh negara. Hal ini disebabkan karna sistem kapitalisme-demokrasi menempatkan materi dan kekuasaan di atas segalanya.

 

Keberadaan SEA Games dipandang akan menaikkan posisi Indonesia di mata dunia dan tak menutup kemungkinan dengan kemenangan Indonesia di laga 2023 akan membuka peluang baru berupa kesepakatan ekonomi dengan negara lain. Sebenarnya tujuan berolahraga dalam Islam adalah untuk melatih kekuatan fisik sebagai persiapan berjuang di jalan Allah. Bukan sebagai sumber penghasilan atau untuk mendapatkan popularitas.

 

Oleh karena itu, event olahraga seperti SEA Games, FIFA Matchday, dan turnamen olahraga lainnya tidak terdapat dalam budaya Islam. Orang-orang kapitalis yang menjadikan olahraga sebagai industri dan hiburan sehingga melenakan umat dari kewajibannya berdakwah dan berjihad. Negara Islam (Khilafah) akan memastikan bahwa seluruh kebijakannya memang didedikasikan untuk kemaslahatan rakyat dan memperkuat kedaulatan negara. Baik dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan, sosial, sanksi, dan sebagainya sebagai konsekuensi atas keimanan dan ketakwaan.

 

Prioritas kebijakan khilafah tegak di atas akidah Islam dan prinsip syariat Islam. Negara tidak akan membiarkan rakyatnya hidup dalam kelaparan serta jauh dari akses pendidikan dan kesehatan. Negara akan fokus dalam memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya meliputi, makanan bergizi, rumah dan pakaian yang layak, serta layanan pendidikan dan kesehatan yang gratis, Inilah yang menjadi ukuran prioritas yang akan dijalankan oleh negara dalam sistem Islam.

 

Penerapan sistem ekonomi Islam dengan konsep kepemilikan yang disandarkan pada izin as-syari’ (Allah) akan menutup celah penguasaan kepemilikan umum oleh para pemilik modal. Khilafah tidak akan membiarkan kebutuhan kolektif berupa air, listrik, migas dikuasai oleh segelintir orang hingga menjadikan orang lain terhalang mendapatkannya. Dengan konsep kepemilikan ini pula, negara akan mampu membuka lapangan kerja yang sangat luas  bagi rakyatnya. Baitul mal sebagai kas negara memiliki sumber pemasukan yang tetap mampu mencukupi kebutuhan  umat. Demikianlah, bahwa hanya khilafah, negara yang memiliki visi menyejahterakan rakyatnya. []

 


Post a Comment

Previous Post Next Post