Korupsi maupun pungli (pungutan liar) seakan menjadi budaya yang sudah mendaradaging di negeri ini, terus-menerus terjadi dan tidak pernah mati. Lebih mirisnya praktik ini nyaris terjadi di semua lini, salah satunya terjadi di lembaga anti korupsi yang seharusnya menjadi tempat pemberantasan korupsi itu sendiri.
Baru-baru ini tengah menjadi sorotan praktik pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) KPK. Praktik ini diduga terkait dengan perbuatan suap, gratifikasi dan pemerasan kepada tahanan KPK untuk mendapatkan keringanan dan penggunaan alat komunikasi. Anggota Dewan pengawas (Dewas) KPK, Albertina Ho menyampaikan bahwa praktik pungutan liar (pungli) yang dilakukan di lembaga rumah tahanan (rutan) KPK telah berlangsung sejak Desember 2021 hingga maret 2022, dengan jumlah yang besar mencapai nominal Rp. 4 milliar. Anggota wakil ketua KPK Nurul Ghufron mengungkap dugaan pungli di Rutan Cabang Merah Putih yang berlokasi di kawasan Kuningan, Jaksel ini telah terjadi lama, dan saat ini baru terungkap.(KumparanNEWS).
Pungli sendiri merupakan tindakan melawan hukum yang diatur dalam UU 31/1999 junto UU 22/2001 tentang pemberantasan tidak pidana korupsi. Pungutan liar ini terkategori sebagai tindakan korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang harus diberantas.
Memasuki reformation era, pemerintah mengkampanyekan reformasi birokrasi yang dimana merupakan langkah awal untuk mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik. Dimana untuk memberikan pelayanan publik yang optimal kepada masyarakat, diperlukan birokrasi yang transparan, akuntabel, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Tetapi sayangnya semua harapan untuk memberantaskan korupsi saat ini hanyalah menjadi bayangan.
*Pemberantasan Korupsi Hanya Ilusi, buah kapitalisme-sekulerisme*
Korupsi di KPK menunjukkan lemahnya integritas pegawai karena telah menghalalkan berbagai macam cara untuk harta dunia. Harusnya pemerintah sadar bahwa tidak sekedar perumusan kebijakan, tetapi juga membentuk mentalitas individu yang berintegritas. Hal ini tentunya akan mendorong integritas individu menjadi kuat sehingga menjadi penentu dalam pelayanan publik. Disisi lain ini juga merupakan buah dari penerepan sistem yang rusak, yaitu kapitalisme-sekulerisme. Pegawai dalam sistem saat ini, tidak menempatkan halal –haram sebagai tolak ukur mereka untuk meraih sesuatu, yang terpenting adalah meraih materi sebanyak-banyaknya. Selain itu juga karena hukuman yang tidak tegas dan tidak membuat jera. Peristiwa ini membuat harapan untuk memberantaskan praktik korupsi maupun pungli dengan tuntas hanyalah sebuah ilusi belaka, mustahil untuk terwujud selama dalam sistem kapitalisme-sekulerisme. Oleh karena itu salah satu cara jitu untuk memusnahkan praktik korupsi maupun pungli ialah hanya kepada sistem islam.
*Islam solusi tepat dan pasti*
Hanya islam yang mampu memberantas korupsi dengan tuntas. dalam sistem islam semua cela terjadinya korupsi akan ditutup rapat melalui semua aturan yang komprehensif. Kerakusan harta akan dibabat dengan penegakan hukum atas kasus korupsi. setiap individu bertakwa yang lahir dari sistem pendidikan islam tentunya akan mampu mendukung negara dalam menjalankan perannya sebagai pelaksanaa hukum islam, disisi lain individu bertakwa dalam islam memiliki kesadaran akan hubungannya dengan pengawasan Allah SWT. Adapun dalam lingkungan masyarakat selalu ada kebiasaan beramar ma’ruf nahi mungkar sehingga masyarakat bisa menjadi penjaga sekaligus pengawas diterapkannya syariat. Dengan demikian jika ditemukan ada anggota masyarakat yang kedapatan melakukan korupsi, maka mereka muda melaporkan ke pihak yang berwenang.
Selain itu, sistem islam memiliki sistem kerja lembaga yang tidak rentan adanya praktik korupsi. Islam mempunyai lembaga yang bertugas memeriksa dan mengawasi kekayaan para pejabat yaitu badan pengawas dan pemeriksa keuangan. Hal ini pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab, beliau mengangkat Muhammad bin Maslamah sebagai pengawas keuangan. Tugasnya adalah mengawasi kekayaan para pejabat, dengan cara menghitung kekayaan para pejabat sebelum menjabat dan setelah menjabat. Jika ditemukan kekayaan yang tidak wajar, maka si pejabat harus membuktikan dari mana asal harta tersebut. Dan jika tidak bisa dibuktikan maka harta tersebut termasuk harta korupsi. Dalam sistem islam tidak akan ada jual beli hukum, seluruh pejabat dan perangkat hukumnya hanya menggunakan hukum islam sebagai perundang-undangan negara. Dalam islam tentunya pemberantasan korupsi dilakukan secara tuntas dengan sanksi tegas yang diterapkan yang mampu memberi efek jera terhadap pelaku dan yang lain. kemudian untuk kasus karupsi akan dikenakan sanksi ta’zir dimana khalifah berwenang menetapkannya. Dengan demikian ketika hukum yang dipakai dalam suatu negara adalah aturan Allah, maka tentunya tidak ada kompromi terhadap kasus korupsi.
Wallahu 'alam bishawab
Post a Comment