Ironis, Korupsi Terjadi Di Lembaga Anti Korupsi


Tri Lusiana
(Aktivis Muslimah)

Praktik pungutan liar atau pungli di lingkungan rumah tahanan (rutan) KPK saat ini tengah menjadi sorotan. Selain total nominal yang besar hingga mencapai Rp.4 Miliar, sejumlah pihak juga melihat perlunya perombakan sistem di internal.

Kasus ini mencuat setelah Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengumumkan adanya temuan praktik pungli di lingkungan rutan KPK. Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean menyebut, temuan itu di dasari atas inisiatif penyelidikan yang dilakukan Dewas. “Untuk itu dewan pengawas telah menyampaikan kepada pimpinan KPK agar ditindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan,” kata Tumpak dalam Konferensi Pers di Gedung ACLC KPK pada Senin, 19 Juni 2023

Tumpak mengatakan, dalam temuan Dewas KPK tersebut ada dua unsur pelanggaran yang dapat diselidiki lebih lanjut, yakni dugaan pelanggaran etik dan unsur tindak pidana. “Ini sudah merupakan tindak pidana melanggar pasal 12 huruf c, UU 31Tahun 1999 jo UU 20 Tahun 2021. Selanjutnya tentunya dewan pengawas juga akan memeriksa masalah etiknya,”

Dalam kesempatan yang sama, anggota Dewas KPK, Albertina Ho menjelaskan, praktik pungutan liar tersebut nominalnya mencapai Rp. 4 Miliar, terhitung sejak Desember 2021 hingga Maret 2022. “Desember 2021 sampai dengan bulan Maret 2022 itu sejumlah Rp. 4 Miliar, jumlah sementara,” ujar Albertina.

KPK pun akhirnya melakukan penyelidikan terkait kasus ini. Saat ini lembaga antirasuah membagi penanganan kasus tersebut menjadi dua klaster yaitu tindak pidana dan pelanggaran disiplin pegawai. (Tirto.id)

Sungguh miris, ternyata tindak pidana korupsi dapat terjadi dimana saja, termasuk di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Citra lembaga yang tadinya jadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi kini tercoreng akibat ulah beberapa pegawai di dalamnya.

Inilah buah dari penerapan sistem sekularisme yang menjauhkan agama dari kehidupan. Sangat bahaya jika agama hanya diletakkan ditempat ibadah saja. Karena ketika menjalani kehidupan agama justru ditinggalkan, iman di dalam dada tidak ada yang menjaga saat bekerja dan hati akan tergelincir melakukan korupsi.

Setiap orang bisa tergelincir melakukan tindakan dosa termasuk korupsi saat takwa di dalam dada tidak dijaga dan kesempatan yang ada untuk melakukannya terus menerus. Hidup dalam sistem sekularisme memang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan korupsi karena dalam sistem tersebut kesuksesan seseorang selalu dilihat dari sisi pandang materi.

Sistem sekuler akan membentuk pribadi-pribadi yang rusak, dalam berfikir secara kapitalistik. Mereka akan terdorong untuk melakukan korupsi dan menyalahgunakan jabatannya, serta menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan harta dunia. Inilah cara pandang sisi kehidupan dalam sistem sekulerisme.

Adapun hukum yang dihasilkan dalam sistem sekularisme juga banyak keberpihakan pada koruptor, baik dari hukum yang dibuat tidak tegas dan tidak memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi. Sehingga tidak mengherankan jika kasus korupsi di negeri justru semakin meningkat. 

Peristiwa ini menguatkan bahwa bukti pemberantasan korupsi dalam sistem hidup sekularisme Sangat mustahil terwujud, bahkan semua itu hanyalah ilusi semata. Oleh karena itu pemberantasan korupsi harus dimulai dengan meninggalkan sistem yang telah terbukti korup dan gagal dalam memberantas korupsi.

Dengan menjalankan dan mengambil penerapan sistem yang benar-benar anti korupsi dan memberikan efek jera bagi pelaku tanpa memilah-milih pelakunya. Sistem itu tidak lain adalah sistem Islam. Adapun secara praktis, pemberantasan korupsi dalam sistem islam diantaranya dilakukan melalui upaya berikut ini.

Pertama: Penanaman iman dan takwa, khususnya kepada para pejabat dan pegawai. Aspek ketakwaan menjadi standar utama dalam pemilihan pejabat. Dengan ketakwaan ini akan mencegah pejabat dan pegawai melakukan korupsi.

Kedua: Sistem penggajian yang layak sehingga tidak ada alasan untuk berlaku korupsi.

Ketiga: Ketentuan serta batasan yang sederhana dan jelas tentang harta ghulul serta penerapan pembuktian terbalik. Rasulullah Saw. bersabda:
مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ
Siapa saja yang kami angkat untuk satu tugas dan telah kami tetapkan pemberian (gaji) untuk dia maka apa yang dia ambil setelah itu adalah harta ghulul (HR Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah dan al-Hakim).

Hadis ini mengisyaratkan: Pendapatan pejabat dan aparat hendaknya diungkap secara transparan sehingga mudah diawasi. Harta pejabat dan aparat harus dicatat, bukan hanya mengandalkan laporan yang bersangkutan. Harta kekayaan pejabat itu harus diaudit.  Jika ada pertambahan harta yang tak wajar, yang bersangkutan harus membuktikan hartanya diperoleh secara sah.  Jika tidak bisa, hartanya yang tidak wajar disita sebagian atau seluruhnya dan dimasukkan ke kas negara.

Keempat: Hukuman yang bisa memberikan efek jera dalam bentuk sanksi ta’zîr.  Hukuman itu bisa berupa tasyhir (pewartaan/ekspos), denda, penjara yang lama bahkan bisa sampai hukuman mati, sesuai dengan tingkat dan dampak korupsinya. Sanksi penyitaan harta ghulul juga bisa ditambah dengan denda. Gabungan keduanya ini sekarang dikenal dengan pemiskinan terhadap para koruptor.

Perlakuan itu bukan hanya diterapkan kepada diri pejabat saja, tetapi juga diterapkan kepada orang-orang dekatnya. Hal ini sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. dan disetujui oleh para Sahabat.  Pencatatan kekayaan, pembuktian terbalik dan sanksi, termasuk pemiskinan yang memberikan efek jera dan gentar ini, sangat efektif memberantas korupsi.
Korupsi juga sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh karakter pemimpin negara.

Dalam sistem islam, seorang pemimpin  harus anti terhadap korupsi, serta komitmen  pemberantasan korupsinya tidak diragukan lagi. Pemimpin yang satu antara ucapan dan tindakan. Komitmen anti korupsi itu tampak nyata dalam ucapan, karakter dan kebijakannya.

Adapun pemimpin  dalam Islam memberikan teladan terkait dirinya, keluarga dan semua koleganya.
Pemimpin ini memiliki ketakwaan. Rasa takutnya kepada Allah SWT dan siksa-Nya begitu menghujam dalam kalbunya. Hal ini akan membuat dia konsisten dan konsekuen menjalankan hukum dan pemerintahan. Dia akan sangat keras menjaga harta rakyat dan negara. Bagi dia, tidak boleh ada harta rakyat dan negara yang hilang atau tersisa apalagi dikorupsi.

Selain itu, pemberantasan korupsi dalam sistem Islam tentu akan menjadi lebih sempurna jika disertai dengan kontrol dari masyarakat, khususnya para ulama. Alhasil pemberantasan korupsi hanya akan berhasil dalam sistem Islam. Sebaliknya, sangat sulit bahkan mustahil terwujud secara sempurna, jika penerapan yang ada masih menjalankan  sistem sekularisme seperti yang  diterapkan di negeri ini.
Wallahu A'lam Bish-Showab

Post a Comment

Previous Post Next Post