Oleh: Anindita Ekaning Saputri
Alumnus UHAMKA
Kasus kekerasan
seksual pada anak yang melibatkan banyak pihak kembali terjadi di negeri ini.
Dilansir dalam bbc.com, seorang anak perempuan berusia 15 tahun menjadi
korban pemerkosaan yang terjadi tepatnya di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi
Tengah. Hal ini diduga melibatkan 10 orang di antaranya adalah guru, anggota kepolisian dan kepala
desa. Kejadian ini terjadi sudah sejak April 2022 hingga
Januari 2023 lalu.
Peristiwa
pemerkosaan yang terjadi pada anak berusia 15 tahun tersebut bermula ketika
korban membawa bantuan logistik dari kampungnya di
Poso untuk korban banjir di Parimo pada tahun lalu, saat itulah awal mula
perkenalan korban dengan para pelaku, setelahnya korban dijanjikan pekerjaan
oleh para pelaku sehingga korban memilih untuk tidak Kembali ke Poso.
Dilansir juga dalam
cnnindonesia.com, bahwa peristiwa pemerkosaan itu terkuak lantaran
korban mengeluh sakit beberapa bulan lalu, sehingga orang tuanya membawanya ke
rumah sakit dan menurut visum terdapat luka pada organ reproduksi, sehingga
pihak keluarga pun memutuskan untuk segera melapor kasus tersebut ke Polres
Parigi Moutong. Mirisnya, dalam sejumlah rangkaian pemeriksaan ditemukan adanya
infeksi akut pada alat reproduksi korban sehingga harus dilakukan tindakan
lanjutan untuk mengangkat rahimnya.
Pemerhati anak dan
pendidikan, Retno Listyarti mengatakan bahwa kasus pemerkosaan yang terjadi di
Kabupaten Parigi adalah kasus terberat di 2023 karena hal ini merujuk pada
banyaknya pelaku dan dampak besar yang terjadi pada korban. Tidak hanya itu, kasus pemerkosaan juga kembali terjadi di Banyumas, Jawa Tengah. Korban
adalah anak berusia 12 tahun yang diperkosa oleh delapan orang di berbagai
tempat.
Kasus pemerkosaan
pada anak sungguh semakin menjalar dan semakin parah. Ada banyak hal yang
menjadi penyebabnya, di antaranya sanksi
atas pelaku yang sama sekali tidak memberikan efek jera karena yang terdapat
pada perundang-undangan hanyalah sanksi berupa penjara. Lemahnya sanksi tersebut tentu disebabkan karena
sistem yang menggerogoti negeri ini yakni sistem kapitalisme-liberal dengan
asas sekulernya yang memisahkan agama dengan kehidupan termasuk tidak
menghiraukannya aturan agama dalam mengatur negara. Hasilnya adalah hukum
manusia yang ditetapkan sebagai undang-undang, bukan hukum yang berasal dari
sang pencipta, sementara kita pasti sudah mengetahui bahwa ketika hukum itu
dibuat oleh manusia maka yang dipertimbangkan tentu kepentingan dan keuntungan
para penguasa dan oligarki. Sehingga, wajar jika hari ini semakin menjamur
kasus-kasus kekerasan seksual, yang sebenarnya tidak hanya terjadi pada anak.
Selain itu, faktor
lain penyebab maraknya kasus pemerkosaan pada anak karena lemahnya akidah dan
moral yang terjadi di masyarakat. Hal ini terjadi juga
karena pola asuh serta pendidikan sekolah yang berasas sekularisme. Belum lagi kacaunya
kondisi perekonomian masyarakat akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalis
yang memaksa masyarakat menghalalkan segar acara untuk mendapat uang. Ditambah lagi lingkungan pergaulan yang buruk,
masyarakat yang cuek, maraknya konten-konten yang tidak semestinya bermunculan
dan bebas diakses di seluruh sosial media menjadi pemicu semakin parahnya
kekerasan seksual pada anak.
Oleh karenanya,
mengharap solusi yang hadir dari sistem hari ini adalah keniscayaan yang semu
dan sebuah fatamorgana, alih-alih mensolusikan pada kenyataannya justru semakin
menjamur dan semakin bertambah parah.
Tidak perlu jauh
untuk mencari solusi tuntas atas setiap permasalahan, karena sejatinya Islam
memiliki mekanisme jitu dalam memberantas kasus kekerasan terhadap anak. Bukan
hanya aspek pencegahan namun hingga pada penyelesaian ke akar, Islam mampu menanganinya
dengan penerapan Islam secara kaffah/menyeluruh melalui tiga pilar pelaksana aturan Islam yakni negara,
masyarakat, dan individu/keluarga.
Dalam Islam, negara memiliki kewajiban sebagai pengayom
juga pelindung serta benteng/ perisai bagi keselamatan untuk seluruh rakyatnya
termasuk anak-anak. Rasulullah SAW bersabda, “Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan
setiap kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas pihak yang dipimpinnya,
penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas
rakyatnya” (HR Bukhari dan Muslim).
Berikut ini adalah langkah yang dilakukan oleh negara dalam mengatasi
kasus kekerasan seksual: Pertama, negara menerapkan
sistem pergaulan Islam, yang mengatur
pergaulan laki-laki dan perempuan baik dalam ranah sosial maupun privat. Sistem pergaulan dalam Islam akan menutup
celah aktivitas yang mengumbar aurat atau sensualitas di tempat umum sebab
kejahatan seksual bisa dipicu oleh rangsangan dari luar seperti aurat yang
terbuka, pornografi ataupun pornoaksi. Islam juga membatasi interaksi laki-laki
dan perempuan.
Kedua, Islam memiliki
sistem kontrol sosial (amar ma’ruf nahi munkar). Ketiga, negara menerapkan
sistem ekonomi Islam, kekerasan
seksual terjadi karena fungsi ibu dalam pendidik dan penjaga anak kurang
berjalan karena tekanan ekonomi memaksa para ibu untuk bekerja dan
meninggalkan peran utamanya sebagai ummun wa rabbatul bayt bahkan tak
jarang kemiskinan membuat anak dipaksa ikut bekerja.
Keempat, pengaturan negara
atas media massa, berita ataupun konten-konten yang ada di media dibatasi hanya pada konten yang mampu membina
ketakwaan dan menumbuhkan ketaatan, apa pun yang melemahkan keimanan akan dilarang keras. Kelima, penerapan hukum
sanksi menurut Islam, negara
menjatuhkan hukuman tegas pada para pelaku kejahatan.
Semua poin-poin ini
akan terlaksana dengan baik dengan hadirnya sistem yang mampu menerapkan sistem
Islam secara menyeluruh.[]
Post a Comment