Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok
Sudah menjadi lagu lama bahkan menjadi biasa ketika masyarakat melihat
tawuran
dan balapan antar pelajar. Bukan tidak sedih ataupun miris melihat kejadian ini,
terkadang sampai timbul pertanyaan, inikah hasil didikan yang diperoleh di sekolah?
Tawuran dan balapan seakan menjadi dua kata yang tidak terpisahkan. Pasalnya, kedua aksi ini banyak dilakukan oleh kalangan remaja, mulai dari yang duduk di bangku SMP sampai SMA.
Tawuran dan balapan ini memang merupakan salah satu bentuk kenakalan remaja yang sampai saat ini masih terus terjadi di sekitar kita. Dari tahun ke tahun kenakalan yang dianggap remeh ini menjadi kasus yang serius. Padahal aksi seperti ini sangat merugikan dan meresahkan warga sekitar. Ditambah perkelahian antar kelompok, sangat merusak jati diri remaja yang seharusnya fokus pada pendidikan. Parahnya lagi dapat menghilangkan nyawa seseorang. Namun, sampai saat ini tidak ada penanganan yang serius dari pihak berwajib maupun sekolah untuk menghentikannya.
Kasus yang pernah terjadi di Jakarta Utara, perseteruan terjadi antar dua geng (STAME dan RTB) dikarenakan saling ejek di media sosial dan berakhir dengan tewasnya seorang pelajar setelah dibacok lawannya. Begitu juga di berbagai wilayah lainnya kerap saja aksi ini terjadi.
Faktor yang memengaruhi kasus tersebut bisa pada diri anak itu sendiri. Sang anak itu memiliki krisis identitas dan kontrol diri yang lemah, sehingga belum bisa memahami apa tugas manusia diciptakan? Atau selalu mengikuti segala trend yang sedang booming tanpa bisa memfilter mana yang baik dan buruk. Begitu juga lingkungan dan pergaulan remaja sudah sangat rusak akibat budaya Barat yang masuk, konten negatif di media sosial yang dengan mudahnya dapat diakses serta kurangnya peran orang tua dalam kehidupan mereka.
Inilah bukti negara gagal melindungi generasi penerus. Pasalnya, sanksi yang diterapkan negara tidak berefek jera, buruknya media yang diakses, dan juga buruknya sistem pendidikan yang ada saat ini. Kurikulum pendidikan ala kapitalisme hanya berfokus pada nilai-nilai materi dan akademik. Padahal pendidikan menjadi hal yang penting untuk membentuk generasi sehingga mereka tumbuh menjadi seseorang yang berkepribadian Islam dengan aqliyah dan nafsiyah Islam.
Maraknya aksi tawuran dan balapan remaja, menunjukkan bobroknya sistem saat ini. Kapitalisme sekularisme yang digaungkan nyatanya tidak dapat menyelesaikan banyaknya problematika kehidupan. Di negeri ini khususnya yang menimpa para pelajar, semakin membuktikan negara telah gagal dalam sistem pendidikan. Karena dalam sistem kapitalisme sekuler, peserta didik hanya dicetak untuk menjadi generasi pekerja bukan menjadi generasi yang mulia dengan kepribadian Islam. Kenapa bisa? Karena aturan yang dibuat oleh kapitalisme sekularisme adalah aturan yang bersifat terbatas, yakni berlandaskan akal manusia. Sehingga, tidak dapat memberikan solusi yang tuntas, malah merusak.
Perilaku sadis generasi ini dipicu oleh berbagai hal, di antaranya generasi dengan akidah yang rapuh, kontrol sosial atau amar makruf nahi mungkar yang lemah dari keluarga, masyarakat, dan negara. Semua ini terjadi karena sekularisme yang memberikan peluang pada generasi untuk berperilaku sadis dan hidup ala kaum liberalis yakni keinginan hidup bebas bahkan tiada batas.
Sungguh sangat disayangkan, sikap generasi muda hari ini sudah terperangkap oleh jebakan 5f +1s (food, fun, fashion, film, faith, dan song) yang digencarkan Barat. Walhasil, tolak ukur dalam menentukan baik dan buruk bukan lagi ridha Allah, melainkan kesenangan duniawi semata. Ini semua sebagai propaganda Barat untuk melemahkan profil pemuda Muslim dan menjauhkan umat Islam dari kebangkitan.
Padahal, fitrahnya seorang anak muda adalah memiliki rasa kepercayaan diri yang tinggi, optimisme yang kuat, memiliki energi besar, dan kreativitas tinggi. Seorang Pemuda itu bisa membuat arus, namun sangat disayangkan, fitrah ini terus digerus dan dikendalikan oleh paham liberalisme dan sekulerisme yang akhirnya menciptakan realitas negatif dan buruk, seperti yang terjadi saat ini remaja dibebaskan untuk memilih jalan hidupnya tanpa diarahkan ke mana arah hidup menuju keselamatan dunia dan akhirat.
Dengan demikian, nyata adanya bahwa negara sekularisme telah mencederai tujuan pendidikan kita saat ini dan mengubahnya menjadi materialistis. Tujuan pendidikan hanya sekadar untuk mendapatkan pekerjaan dan sukses secara finansial. Sedangkan tujuan luhur berupa mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan insan yang bertakwa hanya berhenti sebatas jargon semata. Pada akhirnya, hanya menghasilkan lulusan berupa generasi yang serba boleh atau permisif dan cenderung mengambil solusi instan dalam menyelesaikan problematika hidup yang disebut dengan pragmatis.
Sistem kehidupan ini tidak memiliki sanksi hukum yang mampu memberi efek jera bagi pelaku, dan terlebih tak mampu mencegah munculnya pelaku-pelaku baru. Negara mandul tak memiliki peran yang berarti, inilah kenyataan hidup dalam peradaban yang dibangun oleh kapitalisme sekuler liberal.
Perubahan mendasar dan menyeluruh harus segers dilakukan, apabila kita ingin memiliki generasi penerus yang berkualitas. Namun hal ini menuntut adanya pemberlakuan hukum Islam, para pemuda sudah seharusnya diajak untuk kembali menjadi pelajar, diberikan semangat untuk menuntut ilmu, dan menjalankan sistem pendidikan Islam. Namun sistem pendidikan Islam tak bisa berdiri di atas negara yang mengadopsi ideologi kapitalisme. Dia harus tegak di atas sistem Islam yaitu khilafah Islam.[]
Post a Comment