Pelajar Peduli Ummat
Setiap dari kita pasti punya yang namanya persoalan dalam hidup. Tentu, dengan berbagai macam ragam dan jenis yang berbeda-beda. Semua itu kita kenal dengan sebutan “ujian”. Dan ujian yang menghampiri pasti selalu sesuai dengan kadar kemampuan dan keimanan masing-masing orang, tak memandang usia dan status. Tua atau muda, miskin atau kaya, laki-laki atau perempuan semua mendapat ujian, namun yang membedakan adalah kadar ujiannya.
Ujian anak yang masih duduk dibangku SD kelas 1 tidak akan sama dengan ujian anak SMP, ujian anak SMP tidak sama dengan ujian anak SMA ,dst. Dari sini kita bisa tahu bahwa semua punya ujiannya sendiri. Dan ujian ini sudah ada semenjak kita diciptakan. Allah menguji setiap hamba bukan hanya sesuai batas kemampuan saja, tetapi juga berdasarkan tingkat keimanan hamba-hamba-Nya. Dari sini bisa kita lihat seberapa berat ujian yang kita hadapi, sebesar itu pula keimanan kita.
Jika ujian kita biasa-biasa saja, berarti tingkat keimanan kita juga biasa saja. Namun, demikin maka kita harus introspeksi diri lagi, apa yang salah diperbaiki, ibadah-ibadah yang wajib ditambah lagi dengan yang sunnah, semangat ibadah yang menurun di up date lagi,dst.
Rasulullah saw bersabda, “Allah pasti akan menguji kalian dengan malapetaka. Dia Maha Mengetahui tentang hal itu sebagaimana salah seorang kalian menguji keaslian emas dengan api. Maka diantara manusia ada yang keluar dari malapetaka seperti emas murni, mereka itulah yang diselamatkan Allah dari segala keburukan. Dan diantara mereka ada yang keluar seperti emas hitam, merekalah yang diuji.” [HR. Hakim].
Jadi, sebagai seorang Muslim kita tak usah bermimpi untuk lepas dari seleksi dan ujian. Sebab, setiap ujian yang Allah berika kepada kita adalah supaya kita menjadi seorang Mukmin sejati, atau sebagai hamba kesayangan-Nya.
Dunia Adalah Tempat Ujian
Saat ini kita mengalami fase kehidupan di dunia, fase ini kita jalani bukan untuk selama-lamanya. Banyak orang silih berganti hingga tibalah saatnya kita yang berada dalam kehidupan dunia dan beraktivitas di dalamnya. Pada saatnya kita pun harus menghadapi pangggilan Allah SWT, kita semua adalah orang-orang yang akan dipanggil menuju kepada Allah SWT dan saat itu kita harus mempertanggungjawabkan amal perbuatan kita.
Dalam QS. Al-Anbiya ayat 35, Allah Berfirman:
“Kullu nafsin dzaa-iqatul mauti wanabluukum bisy-syarri wal khairi fitnatan wa-ilainaa turja’uun.”
Artinya: Tiap-tiap (tubuh) yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu, dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.
Ayat ini mengisyaratkan bahwa kehidupan di dunia ini adalah kehidupan sementara, karena kita harus menghadapi kematian. Kematian bukanlah akhir dari segalanya, bahkan awal dari pertanggungjawaban. Maka kita diuji oleh Allah “wanabluukum bisy-syarri wal khairi fitnatan.” Kami uji kalian dengan keburukan, ketidakberdayaan, ketidakmampuan, untuk memiliki sesuatu, kesedihan. Diuji pula oleh kebaikan, dengan harta, kekayaan, jabatan, dan lain-lain. Semua itu merupakan fitnah, ujian dan yang harus diingat “wa-ilainaa turja’uun” kepada Kami-lah kalian semua berpulang, dikembalikan.
Maka kehidupan dunia yang kita alami sekarang ini janganlah disikapi dengan sikap menjadikannya sebagai tujuan hidup dan ketika kita mendapatkan kesuksesan-kesuksesan, harta kekayaan dan sebagainya, seolah-olah kita sudah selesai. Tidak, bahkan kita harus mempunyai simpanan-simpanan di akhirat berupa amalan-amalan yang bisa menyelamatkan kita, bisa menjadi hal yang memuluskan jalan kita menuju surga-Nya.
Dan jika kita melihat fakta kebanyakan manusia hari ini, maka akan kita temukan mereka yang bersungguh-sungguh luarbiasa dalam mengejar dunia atau materi, yang jelas-jelas itu semua akan mereka tinggalkan ketika mereka mati. Namun, sayangnya dengan berbagai gemerlap dan perhiasannya dunia selalu berhasil menarik perhatian dan memikat hati banyak orang. Sehingga mereka lalai dengan akhirat dan disibukkan dengan hal-hal yang tidak bernilai disisi Allah SWT.
Allah Berfirman dalam QS. Al-A’raf ayat 168:
“Wa balaunahum bil hasanati was sayyiati la’al-lahum yarji’un,” Dan Kami uji mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).
Allah sudah menurunkan ajaran kebenaran melalui Rasul-Rasul yang diutusnya dan sampailah pada utusan terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW, yang tidak ada Nabi lagi setelahnya. Ujian-ujian ini seringkali membuat orang melenceng, menyimpang. Orang diuji dengan kebaikan-kebaikan, kekayaan, kekuasaan, harta benda, orang bisa melenceng, orang bisa menyimpang, lupa akan aturan-aturan.
Apakah kita tidak boleh berusaha untuk mendapatkan dunia?
Tentu saja tidak demikian, kita tetap boleh mencari sebagian rezeki yang telah Allah tetapkan bagi kita di dunia yaitu sekedar untuk menjalani kehidupa dunia dan untuk kita keluarkan dijalan Allah. Misalnya untuk zakat,infaq, sedekah dan menafkahi keluarga, ini semua tentu memerlukan yang namanya materi berupa uang. Sedangkan bentuk dari rezeki yang Allah berikan tidak hanya berupa uang dan materi melainkan juga berupa nikmat –nikmat lainnya. Seperti nikmat hidup, nikmat sehat, nikmat punya keluarga, dan nikmat terbesar yaitu nikmat iman Islam. Terkait cara mendapatkannya
Allah SWT berfirman, “Dan katakanlah,”Bekerjalah kamu, maka Allah akan meihat pekerjaanmu, begitu pula Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Namun, perlu diingat lagi bahwa kita mencari sebagian dari dunia adalah sebagai bentuk ikhtiar dari keimanan kita kepada Allah. Dan tujuan kita hidup didunia ialah untuk beribadah kepada-Nya. Bukan mencari dunia sebanyak- banyaknya.
Kehidupan Dunia Untuk Kehidupan Akhirat
Allah berfirman: “waddaarul-aakhiratu khairul(n)-lil-ladziina yattaquuna afalaa ta’qiluun,” dan kehidupan akhirat lebih baik daripada kehidupan dunia, bagi orang-orang yang bertakwa. Orang-orang bertakwa akan mendapatkan kesenangan kehidupan di akhirat kelak, sementara mereka yang berani mengkhianati kebenaran yang datangnya dari Allah, tidak akan mendapatkan apa yang dijanjikan untuk orang-orang yang bertakwa, “afala ta’qilun,” apakah kalian tidak berpikir?
Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanya sementara. Maka setiap kita harus selalu dalam keadaan siaga, jangan sampai kita melalaikan kesempatan yang diberikan oleh Allah SWT, dengan menggunakannya untuk hal-hal yang dimurkai Allah SWT. Karena semua yang kita lakukan, apa yang kita ucapkan akan tercatat, terekam dengan baik, yang kita semua nanti akan menyaksikan rekaman itu. Kalau kita termasuk orang-orang yang beriman, yang beramal shaleh bisa jadi rekaman-rekaman itu tidak dipertontonkan di depan khalayak ramai, saat manusia semua dibangkitkan di yaumil qiyamah tapi hanya dirahasiakan oleh Allah SWT, sehingga mungkin bagi Allah untuk menghapuskannya.
Tetapi orang-orang yang zalim, durhaka, menentang Allah dan Rasulnya maka keburukan-keburukannya akan dipampang, disampaikan, diumumkan, dihadapan seluruh manusia dan jin yang ada pada saat itu, kemudian rasa malu akan kejahatan-kejahatannya, penentangan terhadap Allah, penghinaanya terhadap syariat, terhadap Rasulullah, dipamerkan dan dia merasa ingin semuanya itu dirahasiakan tetapi tidak ada kerahasiaan yang diberikan kepada orang-orang yang zalim.
Maka dari itu ketika kita merasa ada salah dan dosa, selalulah meminta ampun kepada Allah SWT, merasa hina di hadapan Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat-nikmat kepada kita, banyak-banyaklah meminta agar kita tidak dihinakan di yaumil qiyamah, jadilah orang yang selalu berharap karunia Allah, semoga Allah SWT memberikan perlindungannya kepada kita dari keburukan, dari dipermalukan, dari dipertontonkan dosa-dosanya untuk kemudian diampuni oleh Allah SWT. Aamiin.
Wallahu A'lam Bisshowab.
Post a Comment