Aktivis Muslimah Peduli Ummat
Kasus dugaan pencurian data pribadi kembali terjadi. Kali ini, diduga sekitar 34 juta data paspor atau keimigrasian bocor dan diperjualbelikan. Hal itu terungkap lewat akun pegiat informatika, Teguh Aprianto di akun Twitter @secgron. Teguh mengunggah tangkapan layar portal yang menjual data paspor Warga Negara Indonesia (WNI) yang terdiri atas nama lengkap, tanggal berlaku paspor, tempat tanggal lahir. Data tersebut dijual antara 10 ribu dolar AS atau sekitar 150 juta rupiah. Pihak Ditjen Imigrasi pun langsung menindaklanjuti dugaan kebocoran data ini. Pihak Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) membenarkan telah menindaklanjuti temuan tersebut. Sementara itu, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel A. Pangerapan menyatakan, belum ada kebocoran data pribadi secara masif sebagaimana pemberitaan. Hal tersebut berdasarkan investigasi internal pemerintah.
Analis keamanan siber, Pratama Persadha mengatakan, aksi pencurian data sekitar 35 juta data pribadi diduga berkaitan dengan hacker Bjorka. Ia sebelumnya sudah membobol 35 juta data yang berasal dari database Telkom Indonesia untuk aplikasi MyIndiHome pada Juni 2023.
Kebocoran data yang terus berulang ini sejatinya menunjukkan keadaan darurat perlindungan data pribadi di tengah pesatnya perkembangan teknologi. Padahal Pemerintah telah mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) menjadi UU pada September 2022 lalu. Sejak saat itu UU tentang PDP menjadi landasan hukum yang di pandang kuat bagi negara untuk menjamin dan memastikan perlindungan data pribadi warganya, namun kenyataannya UU tersebut gagal membendung aksi kejahatan Cyber tersebut. Hal ini menunjukkan UU tersebut tidak mampu menjawab persoalan yang ada saat ini khususnya tentang keamanan data. Kelemahan UU ini tidak bisa dilepaskan dari paradigma yang mendasari pembuatan UU dan para pembuatnya. Paradigma sekuler kapitalis menjadikan keuntungan material sebagai landasan kehidupan, akal manusia sebagai penentu segala sesuatu padahal manusia adalah mahluk yang lemah, begitu juga pemikiran yang lahir darinya penuh kelemahan, tak mampu memahami akar persoalan sehingga tidak menyelesaikan masalah. Apalagi adanya konflik kepentingan menjadikan pembuat UU lebih berpihak pada oligarki dan abai pada rakyat sendiri. Akibatnya negara gagal dalam membangun infrastruktur dan instrumen yang menjaga keamanan data warga negaranya di tengah pembangunan yang jor joran. Disamping itu juga liberalisme yang di junjung tinggi menjadikan masyarakat materialistik dan sekuler tidak memiliki pondasi keimanan menjadikan masyarakat mengabaikan halal haram dalam aktivitasnya, kejahatan Cyber pun menjadi kejahatan yang menggiurkan.
Persoalan sistemik ini tentu membutuhkan solusi yang sistemik pula. Peran negara harus dikembalikan sebagai pelayan dan pelindung umat. Hal ini akan berjalan dalam sistem yang shahih yaitu sistem pemerintahan Islam. Dengan perkembangan teknologi yang pesat negara Islam akan membangun infrastruktur dan instrumen yang kuat serta unggul untuk menjamin keamanan warga negara sebab hal tersebut merupakan hak rakyat yang asasiah (mendasar). Negara Islam juga akan melahirkan pejabat-pejabat yang amanah yang akan menjalankan tugasnya dengan optimal. Dengan Landasan keimanan akan menjadikan pejabat yang amanah dan tidak akan berbuat curang. Demikian bagaimana Islam akan melindungi keamanan data warga negaranya. Wallahu alam bi ash shawwab.
Post a Comment