Oleh Yunita M(Anggota Komunitas Sahabat Hijrah Balut)
Pemiluh 2024 tak akan lama lagi. Para caleg berlomba-lomba mempersiapkan diri. Pesta demokrasi tersebut menjadi ajang pemilihan umum termasuk pemilihan caleg dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka yang merasa dirinya mampu tak menyianyiakan kesempatan untuk bertarung dikanca perpolitikan yang lebih tinggi dan menjanjikan kekuasan juga gaji yang tidak sedikit. Sekalipun harus mudur dan mengorbankan amanah yang saat ini tengah diemban.
Baru-baru ini ramai diberitakan banyak kepala desa (kades) di berbagai daerah mundur dari jabatannya lantaran hendak mencalonkan diri sebagai anggota legislatif (caleg) di pemilu 2024 nanti. Di Kabupaten Buleleng, Bali, misalnya. Mereka menyampaikan surat pengunduran diri atas alasan tersebut. Di Kabupaten Banyumas, tercatat lima kepala desa juga menyatakan mundur karena hendak jadi caleg.
Lalu, di Kabupaten Blora dan Purworejo, Jawa Tengah, sejumlah kades juga mundur dengan alasan yang sama. Pasalnya, kepala desa yang hendak maju sebagai caleg wajib mundur dari jabatannya. Sebagaimana aturan yang tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. (Kompas.com, 12/05/2023)
Fakta di atas menunjukkan betapa menggiurkannya menjadi anggota legislatif. Sehingga para kades dari berbagai daerah berbondong-bondong mundur dari jabatannya demi untuk meraih kekuasan lebih tinggi. Hal ini menjadi pro dan kontra tersendiri dari berbagai sudut pandang. UUD memberikan aturan dan melindungi mereka sebagai caleg sekalipun nantinya akan berdampak pada nasib kepemimpinan yang masih dijalani saat ini.
Tidak etis memang jika harus mengorbankan amanah yang tengah mereka emban. Nasib rakyat terabaikan dengan sikap tak bertanggung jawab yang cenderung terlihat dari pemimpin yang demikian. Pasalnya, jika memilih mundur dari jabatan, maka ini akan merugikan dan berdampak terabaikannya masyarakat yang ia pimpin. Sekalipun nantinya akan digantikan oleh kades yang baru, namun tetap saja cerminan pemimpin seperti itu terkesan abai akan tanggungjawabnya.
Realitas dalam Sistem Kapitalisme Sekuler
Ramainya para kades mengundurkan diri dari jabatannya karena ingin menjadi caleg sejatinya adalah gambaran jelas bagaimana konsep kekuasan dalam naungan kapitasme sekuler seperti saat ini. Para penjabat akan mudah untuk berpindah kekuasaan sekalipun harus mengorbankan amanah-amanah yang tengah diemban.
Paradigma kapitalis sekuler cenderung memandang kekuasan sebagai jalan untuk meraup keuntungan materi. Banyak dari berbagai kalangan berlomba-lomba menjadi caleg sebab tergiur dengan gaji, tunjangan dan berbagai fasilitas yang akan didapat nantinya. Sekalipun harus mengorbankan amanah dan tanggungjawabnya saat ini.
Pada kenyataannya kapitalisme sekuler melahirkan pemimpin yang cenderung tak amanah dan memimpin dengan asas untung rugi. Tak heran jika hari ini banyak penjabat yang bergaya elit, namun mengurusi masyarakat sulit. Korupsi terus menggurita, hingga tak ragu mempidanakan rakyat yang mengkritiknya karena takut kehilangan jabatannya.
Hal-hal demikian bukan hanya sekadar opini, namun keyataan yang harus disadari. Peduli atau tidak, kehidupan kita terbelenggu dalam kepemimpin yang tak serius dalam mengurusi hajat hidup masyarakat. Realitasnya, kebanyakan penjabat hanya sibuk memperkaya diri dan kelompoknya. Sementara, rakyat makin menderita dengan kemiskinan yang saat ini menjadi permasalahan yang entah kapan akan berakhir.
Islam dalam Memandang Kepemimpinan
Dalam Islam, pemimpin adalah pengurus urusan rakyat yang akan menjamin kesejahteraan rakyat. Islam menegaskan bahwa menjadi pemimpin adalah amanah yang tidak hanya pertanggungjawabannya di dunia melainkan juga nanti di akhirat dihadapan Allah Swt. Setiap pemimpin yang diberi amanah adalah mereka yang jujur dan benar pemahaman dan keimanannya terhadap Allah Swt. Sehingga kelak ketika memimpin senantisa menjalankan amanah yang diembannya sesuai syariat Islam.
Dalam Islam, pemimpin boleh saja mengundurkan diri saat masa kepemimpinanya masih berlangsung, namun tentunya harus dengan alasan yang dibolehkan syarak. Pemimpin dalam Islam bukanlah mereka yang tergiur oleh kekuasaan dan eksistensi. Namun, mereka dipilih sebab ketakwaaan dan tanggung jawabnya. Mereka pun memilih menjadi seorang pemimpin semata-mata untuk menggapai ridanya Allah Swt. Bukan seperti saat ini, kekuasaan cenderung disalah gunakan untuk menggapai segelintir materi.
Hanya dalam Islam cerminan pemimpin teladan yang dengan ikhlas menjadi pelayan dan pengurus bagi rakyat tanpa asas kepentingan. Hanya dengan hidup dalam naungan Islam yakni negara yang menerapkan syariat secara kafah akan melahirkan pemimpin amanah dan bertanggung jawab.
Rasulullah Saw. bersabda, “Wahai Abu Dzar, sungguh engkau orang yang lemah, sementara kepemimpinan adalah sebuah amanah. Ia akan berubah menjadi penyesalan dan kesedihan di hari kiamat nanti. Kecuali bagi yang mengambil amanah dengan hak dan menunaikan kewajiban didalamnya.” (HR. Muslim)
Wallahualam bissawab
Post a Comment