Tak Etis, Pejabat Mundur dari Jabatan demi Menjadi Caleg

 

Oleh: Novalis Cinta Sari

Aktivis Muslimah

 

Hiruk pikuk pencalonan caleg menunjukkan betapa posisi sebagai anggota dewan sangat menggiurkan, hingga serta merta mengalahkan amanah yang telah diemban. Bagaimana tidak, dari ribuan nama dan beragam latar belakang yang didaftarkan, banyak yang berstatus sebagai kepala daerah maupun wakil kepala daerah. Ini menyebabkan banyak pemimpin daerah yang mundur dari jabatannya.

Selain itu ada juga beberapa nama dari kalangan pejabat negara yang saat ini menduduki posisi menteri, wakil menteri atau kepala badan, dicalonkan oleh partainya untuk duduk di DPR RI. Dengan mundurnya para pemimpin daerah maupun menteri dari amanahnya, rakyat justru dirugikan. Meski potensi kerugian bagi rakyat sangat besar, namun perilaku tak bertanggung jawab ini nyatanya dilindungi oleh undang-undang.

Sementara itu, banyaknya partai politik yang berbondong-bondong mendaftarkan kader mereka dari kalangan artis pun hanyalah sebagai ajang pendongkrak suara. Pengamat politik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus mengatakan, pencalonan para selebritas menjadi anggota legislatif adalah cara mudah partai politik untuk mendongkrak suara atau kursi di parlemen. Padahal mereka tidak cukup menonjol dalam mengemukakan gagasannya di parlemen.

Realita perebutan kekuasaan seperti yang terjadi hari ini cerminan kekuasaan sistem demokrasi sekuler. Sistem demokrasi yang berakidah sekuler membuat manusia berdaulat atas hukum, alhasil hukum akan diserahkan kepada manusia yang notabenenya sangat subyektif. Terbukti dengan UU yang mengatur kebolehan pemimpin daerah mundur dari jabatannya demi mengikuti pileg.

Tak hanya itu, akidah sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan membuat makna kekuasaan sebagai ajang memperkaya diri dan kelompok, karenanya mereka akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan suara mayoritas. Alhasil kualitas pemimpin tidaklah diperhitungkan, namun eksistensi caleg lebih diutamakan. Maka tak ayal kalangan artis bisa masuk ke parlemen walaupun kapasitas mereka belum sampai ke tataran level negarawan.

Sangat berbeda dengan karakter pejabat dalam pemerintahan Islam. Standar Mafahim (pemahaman), maqayis (tolok ukur), dan qanaat (penerimaan) masyarakat, akan disandarkan pada syariat Islam. Termasuk cara pandang terhadap amanah kekuasaan, Islam menjadikan amanah sebagai satu penting yang harus ditunaikan karena ada pertanggungjawaban dunia akhirat.

Rasulullah SAW bersabda, “Pemimpin yang memimpin rakyat adalah pengurus dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang diurus (HR Al-Bukhari).

Dalam hadits lain pun ditegaskan jika seorang pemimpin lalai dalam tugasnya, berkhianat dalam amanahnya, tidak mengurus rakyat dengan baik, tapi justru sibuk mengurus kepentingan pribadi, maka Allah mengharamkan surga baginya. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang hamba -- yang diserahi oleh Allah tugas untuk mengurus rakyat -- mati pada hari kematiannya, sementara ia mengkhianati rakyatnya, Allah mengharamkan surga bagi dirinya” (HR Al Bukhari).[]

Post a Comment

Previous Post Next Post