Sebuah penelitian di Lampung menyebutkan terdapat 25% ibu pasca melahirkan mengalami baby blues, kecemasan, dan gangguan mental. Hal ini tentu sangat berbahaya. Terlebih, jika berlarut–larut tidak ditangani maka kondisi yang demikian akan berujung pada depresi.Kondisi baby blues ini sendiri bisa terjadi karena banyak faktor, salah satunya faktor hormonal. Selain itu, wanita yang mengalami KDRT atau pernikahan tidak harmonis, dan usia yang masih belia juga rentan mengalami baby blues.
Ketua komunitas Wanita Indonesia Keren dan Psikologi, Dra. Maria Ekowati menambahkan, bahwa gangguan kesehatan mental juga banyak terjadi pada kondisi tertentu seperti pada ibu hamil, ibu menyusui, dan ibu dengan anak usia dini. Hal ini seharusnya menjadi perhatian bagi instansi terkait agar bisa melakukan upaya preventif agar kasus ini tidak semakin banyak.
Ibu memiliki peran penting dalam tumbuh kembang anak. Namun apa jadinya jika peran tersebut tidak maksimal di berikan. Butuh keseriusan untuk menangani kasus ini karena jelas akan berpengaruh terhadap kesiapan generasi di masa yang akan datang.
Butuh Kesiapan Mental
Momen pasca persalinan dapat menjadi hal yang sangat menyenangkan, sekaligus memicu naik turunnya perasaan dan emosi. Karena, bisa saja kegembiraan yang pada awalnya dirasakan, tiba-tiba berubah seketika menjadi kecemasan, kekhawatiran, atau bahkan ketakutan. Pada akhirnya, kondisi tersebut rentan menyebabkan berbagai gangguan kesehatan mental pada ibu pasca melahirkan.
Transisi menjadi seorang ibu, dapat memantik sebuah tantangan baru baik secara emosional maupun mental. Gangguan kesehatan mental yang dialami ibu menyusui adalah permasalahan yang umum dihadapi oleh wanita di seluruh dunia. Gejalanya termasuk depresi dan kecemasan yang berkaitan dengan kehamilan dan melahirkan.
Tingginya kasus baby blues sendiri bisa disebabkan oleh banyak faktor, termasuk kesiapan untuk menjadi orang tua yang belum terbentuk dengan baik. Kurikulum pendidikan yang ada saat ini masih sangat jauh dari pembekalan kesiapan untuk menjadi orang tua yang harus dimiliki. Bahkan, sistem pendidikan yang diterapkan saat ini justru sangat menjauhkan generasi muda dari nilai–nilai agama yang sangat dibutuhkan sebagai pedoman hidup, termasuk ketika menjadi orang tua.
Sistem pendidikan saat ini adalah pendidikan sekuler. Dimana asasnya adalah pemisahan agama dari kehidupan. Agama tidak dibiarkan untuk mengatur kehidupan. Alhasil aturan yang dipakai adalah aturan suka-suka. Sekulerisme menjadikan peradaban barat sebagai kiblat terhadap pandangan para generasi khususnya generasi muslim. Sehingga lahirlah generasi yang mengalami penurunan moral, tidak kritis, cenderung acuh, hidup hanya untuk bersenang-senang, generasi yang latah, bermental lemah. Padahal generasi saat ini lah yang kelak akan menjadi calon orang tua.
Sekulerisme lahir dari rahim sistem kapitalisme yang menjunjung ide kebebasan. Dengan paham inilah kerusakan berfikir dan bersikap semakin melebar ke mana-mana yang akhirnya masuk hingga ke lini terkecil yakni keluarga. Pasangan suami istri tidak siap dengan mahligai pernikahan dan tak siap menjadi orang tua sehingga muncullah permasalahan lain, salah satunya baby blues.
Penerapan sistem kapitalis juga turut berdampak pada kurangnya dukungan atau Supporting System untuk para ibu baru sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya. Melahirkan anak dengan belum siapnya kematangan mental untuk menjadi orang tua adalah salah satu wujud dari rusaknya sistem yang diterapkan saat ini. Selain itu, berbagai problematika dan persoalan hidup yang tiada hentinya yang terjadi saat ini merupakan buah hasil dari rusaknya pengurusan dalam sistem kapitalis.
Asuhan komprehensif oleh Islam
Potret buramnya generasi kita saat ini tidak terlepas dari buruknya sistem pendidikan yang diterapkan. Sistem pendidikan menjadi tolak ukur keberlangsungan bangsa, mencetak generasi yang berkualitas, juga sangat ditentukan dari kualitas pendidikannya. Sistem pendidikan Islam akan melahirkan generasi muda yang bermental tangguh dan berpikir cemerlang, menanamkan akidah Islam untuk bersiap menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya.
Sebagai calon orang tua, mereka juga diberi pemahaman Islam secara mendalam agar tidak ikut hanyut dengan arus kehidupan sekuler. Mereka juga dipahamkan bahwa menjadi orang tua merupakan fitrah manusia yang akan mengemban peran mulia sebagai pencetak generasi dengan peradaban Islam.
Adanya Supporting System dari pihak terdekat yaitu keluarga, lingkungan masyarakat sekitar yang bersahabat, serta peran dari negara dalam memberikan pendidikan yang berbasis pada aturan Islam lah yang menjadi faktor yang paling berpengaruh serta solusi tuntas pada masalah kesiapan mental seseorang untuk menghadapi peran barunya sebagai orang tua. Mereka menjadi pribadi yang siap mendidik anak-anaknya menjadi anak-anak yang memiliki kepribadian Islam. Anak-anak yang paham akan perannya untuk kemaslahatan umat dan mengisi peradaban. Wallahualam bissawab
Post a Comment