Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia saat ini dikepung oleh Pertambangan Tanpa Izin (PETI). Data Kementerian ESDM mencatat ada sebanyak 2.700 lokasi diantaranya 2.645 lokasi PETI mineral dan 96 lokasi PETI batu bara pada tahun 2021.
Oleh karena maraknya aksi PETI ini, pemerintah diminta untuk melakukan tindakan tegas dan tidak hanya mengandalkan kekuatan aparat keamanan. Pemerintah harus menemukan akar permasalahan yang tepat untuk mencegah kegiatan PETI.
Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI (Bareskrim Polri) mengungkapkan mayoritas aktivitas pertambangan di Jawa Tengah diduga ilegal. Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Pol Pipit Rismanto pada acara Mining Zone CNBC Indonesia, Kamis (1/12/2022) menyebut, sekitar 70%-80% aktivitas pertambangan di Jawa Tengah ini diduga ilegal, sementara tambang legal diperkirakan hanya sekitar 20%-30%.
Suara.com - Belum selesai dugaan tambang ilegal di Kalimantan Timur, kini muncul dugaan adanya beking tambang ilegal di Klaten, Jawa Tengah. Apalagi, dugaan tambang ilegal di Klaten telah disinggung langsung oleh Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, bahkan menyebut ada bekingan yang mengerikan di balik tambang ilegal ini. Tak hanya itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pun menyebut akan menggrebek tambang-tambang ilegal tersebut.
Sejak adanya kehebohan terkait dengan beking tambang tersebut, aktivitas penambangan pasir dan batu di lereng Gunung Merapi, Kecamatan Kemalang, Klaten pun lumpuh total. Alhasil, truk harus mencari pasir ke Sungai Gendol, Lereng Merapi di Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
*Penyebab Kemunculan Tambang Ilegal*
Inspektur Tambang Ahli Madya Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Ditjen Minerba ESDM, Antonius Agung Setijawan mengatakan, faktor umum penyebab tambang pasir ilegal adalah terbatasnya lapangan kerja, desakan ekonomi, tidak memerlukan syarat pendidikan, dan tergiur hasil yang instan.
“Ada juga dukungan pemodal dan penegakan hukum yang tidak merata di setiap tempat,” kata Agung.
Terkait motivasi pelaku, ia menjelaskan ada empat sebabnya, yaitu adanya niat untuk melakukan kejahatan, kesempatan karena penegakan hukum yang lemah, pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, serta keterbatasan lapangan kerja.
Lebih lanjut, Antonius menjelaskan, kegiatan peti ini dapat dipidana. Landasan hukum terait tertuang dalam Undang-undang (UU) No 3 tahun 2020 tentang perubahan atas UU No 4 tahun 2009 mengenai Pertambangan Mineral dan Batubara.
"Peti dicantumkan di pasal 158 sampai 162. Kegiatan peti dijelaskan dalam pasal 158, 160, dan 161 dimana memang kegiatan ini masuk kategori tindak pidana," jelasnya.
Adapun isi Pasal 158 yaitu setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 35, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar. (SINDONEWS.com)
*Penambangan Ilegal: Kerusakan Lingkungan dan Kerugian Negara*
(kumparanBISNIS.) Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM, Sunindyo Suryo Herdadi, mengungkapkan pertambangan ilegal menyebabkan kerusakan lingkungan, gangguan sosial, serta merugikan keuangan negara.
"PETI mengabaikan kewajiban-kewajiban, baik terhadap negara maupun terhadap masyarakat sekitar. Mereka tidak tunduk kepada kewajiban sebagaimana pemegang IUP dan IUPK, untuk menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, termasuk juga pengalokasian dananya," ujar Sunindyo melalui pernyataan resmi, Selasa (12/7).
Dia memaparkan, dampak sosial pertambangan ilegal antara lain dapat memicu terjadinya konflik sosial di masyarakat. Aktivitas PETI kerap menimbulkan gangguan keamanan di masyarakat dan gangguan kesehatan akibat paparan bahan kimia.
Sementara pada aspek lingkungan, PETI berpotensi menimbulkan dampak kerusakan karena tidak ada mekanisme reklamasi dan pengelolaan limbah.
"Pada umumnya lahan bekas PETI dengan metode tambang terbuka yang sudah tidak beroperasi meninggalkan void dan genangan air sehingga lahan tersebut tidak dapat lagi dimanfaatkan dengan baik. Seluruh kegiatan PETI tidak memiliki fasilitas pengolahan air asam tambang, sehingga genangan-genangan air serta air yang mengalir di sekitar PETI bersifat asam," ujar Sunindyo.
Pertambangan ilegal, lanjut dia, juga tidak memberi kontribusi bagi ekonomi dan keuangan negara. "Karena kan mereka enggak bayar PNBP atau pajak. Belum lagi soal kesenjangan ekonomi, itu juga persoalan," lanjutnya.
Dalam kajian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Ombudsman, potensi kerugian negara akibat praktik pertambangan ilegal ditaksir mencapai puluhan triliun per tahun.
"Potensi hilangnya penerimaan negara dari aktivitas pertambangan emas ilegal mencapai Rp 38 triliun per tahun. Sementara pertambangan non-emas sekitar Rp 315 miliar per tahun," kata Karliansyah dalam konferensi pers Ombudsman terkait pertambangan ilegal, Rabu (15/7/2020). Saat itu, dia masih menjabat Dirjen Pengendalian Pencemaran Kerusakan Lingkungan di KLHK.
*Birokrasi Bermain ditambang ilegal*
Belum lagi sejumlah kasus suap menyuap turut menyambangi proyek pertambangan liar yang turut berperan menambah kerugian negara. Sungguh sangat disayangkan sejumlah kebijakan nyatanya tak melahirkan kesejahteraan, lagi rakyat dikejutkan dengan tersiarnya berita video pengakuan Ismail Bolong menyetor uang ke Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto sempat viral di media sosial. Dalam video tersebut, Ismail Bolong menyebut dirinya merupakan anggota Polri yang berdinas di Satintelkam Polresta Samarinda.
Sejak Juli 2020 hingga November 2021, Ismail Bolong menjalankan bisnis sebagai pengepul batu bara hasil tambang ilegal di daerah Desa Santan Ulu, Kecamatan Marang Kayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Dalam sebulan dia mengaku memperoleh keuntungan sekitar Rp5 miliar hingga Rp10 miliar. Untuk memuluskan bisnis gelapnya, Ismail Bolong lantas menyetorkan uang ke Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto. Dia mengaku telah menyetor uang sebesar Rp6 miliar kepada jenderal bintang tiga tersebut. (Kaltim today.co/8 November 2022).
Bukan sekedar kehebohan belaka dari berita tersebut, tapi terkuaknya kebobrokan birokrasi yang terlibat dalam permainan busuk skandal pertambangan liar yang perlu dipertanyakan. Bagaimana mungkin ijin pertambangan begitu mudah diberikan sampai menghasilkan omset yang begitu besar mencapai angka milyaran. Bahkan birokrasi melanggengkan pertambangan liar tersebar beroperasi sekian lama tanpa adanya regulasi yang sesuai menurut peraturan negara.
Sungguh menyedihkan kekayaan alam yang melimpah ketika dikuasai individu dan swasta akhirnya rakyat yang jadi tumbalnya. Angka kemiskinan bertambah, negara gagal memberikan pelayanan terbaik buat rakyat, kehidupan pun semakin melarat.
Menilik kondisi ini apa sebenarnya akar permasalahan yang menjadi penyebab pertambangan liar begitu bebasnya beroperasi dan negara terkesan membiarkan kondisi ini berlangsung. Semakin jelas bahwa penguasa melakukan pembiaran bahkan memberikan izin atas pengerukan SDA ini.
Ditancapkannya ideologi kapitalisme dalam sistem bernegara adalah biang keladi dari rusaknya tatanan birokrasi dan dicaploknya SDA kita oleh para pemilik modal. Para kapitalis serakah dengan rakusnya menguasai tambang milik rakyat untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah. Korporasi korporasi berebut wilayah untuk menguasai SDA dan negara yang berasaskan kapitalisme membiarkan.
Ibarat gayung bersambut, lengkaplah sudah penjajahan ekonomi yang kini menyerang negeri ini. Dalam cengkeraman kapitalisme global menjadi kewajaran jika negara menganut korporatokrasi. alih-alih mengelola mengurusi dan melindungi rakyat, penguasa malah menempatkan rakyat dan seluruh aset rakyat menjadi komoditas dagang dan ladang bisnis. Ada perhitungan timbal balik yang diberikan antara para pengusaha dan birokrat negara.
*Negara tak lagi mengayomi rakyat, malah jadi perpanjangan tangan mereka.*
Lantas Solusi Permasalahan Ini Bagaimana? Jika kita tetap berpegang teguh pada prinsip kapitalisme maka hanya ilusi jika problematika ini dapat diselesaikan. Bak pepatah mengatakan jauh api dari panggang, begitu tiada harapan yang dapat disandarkan dari sistem rusak ini. Kapitalisme telah terbukti menghadirkan kesengsaraan.
Secara sistemik mereka yang berkuasa dan bermodal, yang akan memperoleh keuntungan tanpa memandang halal haram. Negara tak mampu memberikan pertanggungjawaban atas masalah pertambangan liar yang mencuat ini, demi cuan bukan rahasia lagi jika birokrasi ikut memuluskan jalan para cukong kapitalis. Setelah Ismail Bolong tentu akan hadir Ismail lainnya selama penerapan kapitalisme tidak dicabut hingga ke akarnya.
Secara sistemik mereka yang berkuasa dan bermodal, yang akan memperoleh keuntungan tanpa memandang halal haram. Negara tak mampu memberikan pertanggungjawaban atas masalah pertambangan liar yang mencuat ini, demi cuan bukan rahasia lagi jika birokrasi ikut memuluskan jalan para cukong kapitalis. Setelah Ismail Bolong tentu akan hadir Ismail lainnya selama penerapan kapitalisme tidak dicabut hingga ke akarnya.
Solusi hakiki hanya akan hadir ketika negeri ini kembali pada aturan pencipta Allah SWT. Dalam Islam, pengelolaan SDA diurus menurut panduan Alquran dan Sunnah. Tambang sebagai kepemilikan umum tentunya memiliki aturan tersendiri dalam pemanfaatannya, yang diperuntukkan bagi suatu komunitas masyarakat dan Allah SWT melarang benda tersebut dikuasai oleh hanya seorang saja. Benda benda ini tampak pada tiga macam, yaitu:
Merupakan fasilitas umum, kalau tidak ada di dalam suatu negeri atau suatu komunitas maka akan menimbulkan sengketa dalam mencarinya.
Barang tambang yang tidak terbatas.
Sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu secara perorangan.
Rosulullah Saw telah menjelaskan ihwal fasilitas umum ini dalam sebuah hadits, Ibnu Abbas menuturkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
“Manusia berserikat (punya andil) dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Dawud)
Anas ra. juga meriwayatkan hadis dari Ibnu Abbas ra. tersebut dengan menambahkan, “Wa tsamanuhu haram (dan harganya haram).” Artinya, dilarang untuk diperjualbelikan.
Islam memiliki prinsip yang jelas dalam pengelolaan SDA, bahkan pertambangan haram dimiliki individu jika jumlah nya tak terbatas, hal ini sebagaimana juga telah disampaikan dari para sahabat Rosulullah Saw. Imam At-Tarmidzi meriwayatkan hadis dari Abyadh bin Hamal, bahwa ia meminta kepada Rasulullah SAW untuk dibolehkan mengelola tambang garam, lalu Rasulullah SAW memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki bertanya: wahai Rasulullah, tahukah engkau apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu bagaikan air yang mengalir. “ Rasulullah SAW kemudian bersabda: “Tariklah tambang tersebut darinya“.
Tindakan Rasulullah SAW membatalkan pengelolaan tambang yang sangat besar (bagaikan air yang mengalir) menunjukkan bahwa barang tambang yang jumlahnya sangat besar tidak boleh dimiliki oleh pribadi, karena tambang tersebut merupakan kepemilikan umum.
Dengan mekanisme Islam pengaturan pengelolaan SDA akan memberikan manfaat dan kesejahteraan bagi masyarakat, penambangan ilegal dapat dicegah dengan peraturan negara yang berlandaskan Alquran dan Sunnah. Peran negara dalam hal ini sangat besar, kepengurusan negara terhadap kesejahteraan masyarakat sangat tampak jelas. Birokrasi sehat dengan penancapan akidah Islam pada setiap individu menjadikan penerapannya secara sistemik membawa pada kemajuan peradaban. Tidakkah kita menginginkan hal ini juga dapat dirasakan oleh masyarakat hari ini?
Segala polemik pertambangan liar di negeri zamrud khatulistiwa harus dihentikan dengan penerapan aturan yang tepat. Agar tak ada individu atau swasta yang serakah mengantongi keuntungan yang bukan hak mereka. Pertambangan milik masyarakat, pengelolaan yang benar hanya bisa dilakukan dengan penerapan syariat, mengambil Islam sebagai pilihan untuk memberikan solusi adalah harapan yang besar untuk menyelamatkan SDA kita dari cengkraman para kapitalis penjajah. Mari kita bersegera mencampakkan ideologi kapitalisme yang menghasilkan derita dan beralih pada sistem Islam kaffah, yang membawa keberkahan dan kesejahteraan bagi seluruh komponen lapisan masyarakat.
Wallahu'alam bi ash showwab
Post a Comment