Rezim Ekspor Pasir laut Kapitalis Untung Besar


Oleh: Ummu Aqila
Aktivis muslimah ngaji

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang dikeluarkan Presiden Jokowi menuai polemik. Diketahui dalam PP ini pemanfaatan hasil sedimentasi laut berupa pasir laut akan diekspor ke luar negeri. Hal ini tertuang dalam Pasal 9 Ayat (2) huruf D yang menyebutkan ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Demikian bunyi Pasal 9 ayat 2 huruf d sebagaimana dikutip dari JDIH Setneg. Senin, 29/05/2023)

Sebagaimana tertuang dalam Pasal 9 Ayat (2) huruf D yang menyebutkan ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tiga Menteri Jokowi pun langsung merespons. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pun buka suara. Arifin membeberkan alasan pemerintah membuka keran ekspor pasir laut, yaitu untuk menjaga alur pelayaran dan nilai ekonomi akibat sedimentasi tersebut. Selain itu pasir laut juga memiliki nilai ekonomi bagi negara. Terlebih sedimen yang berupa lumpur itu juga menurutnya lebih baik dijual ke luar negeri ketimbang menumpuk di jalur pelayaran.

Sejak diresmikannya PP tersebut, banyak protes yang dilayangkan masyarakat dan ahli lingkungan karena menganggap PP tersebut membahayakan kelestarian ekosistem laut. Salah satu protes tersebut berasal dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Susi berharap Presiden Joko Widodo membatalkan keputusannya dalam membuka keran ekspor pasir laut. Dikutip dari akun Twitter resminya, Senin (25/5) Susi menuliskan, "Semoga keputusan ini dibatalkan. Kerugian lingkungan akan jauh lebih besar. Climate change sudah terasakan dan berdampak. Janganlah diperparah dengan penambangan pasir laut."

Protes juga dilayangkan oleh pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radhi. Fahmi bahkan mendesak Presiden Jokowi untuk membatalkan izin ekspor pasir laut. Fahmi mengatakan, izin ekspor pasir laut berpotensi merusak lingkungan karena berpotensi merusak lingkungan dan ekologi, menyengsarakan rakyat pesisir laut, dan menenggelamkan pulau-pulau, yang mengerutkan wilayah daratan Indonesia. (tirto.id, 31/6/2023).

Semua respon di atas tentunya sejalan dengan langkah yang telah ditetapkan pemerintah dalam PP nomor 26 tahun 2023. Ekspor pasir laut meski dianggap ‘menguntungkan’ sesungguhnya merugikan ekosistem laut, yang pada akhirnya akan membahayakan kehidupan rakyat. Yang akan diuntungkan dari PP ini tentu nya hanya para kapital (pemilik modal). Di sisi lain,  para ahli dan pakar lingkungan bersuara kencang menentang kebijakan tersebut. 

Mereka menilai kebijakan izin ekspor pasir laut akan mengakibatkan petaka lingkungan yang berkepanjangan. Seperti yang diutarakan Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau, Boy Jerry Even Sembiring, kebijakan ini akan memperparah ancaman terhadap keselamatan lingkungan dan rakyat yang berada di wilayah pesisir dan pulau kecil.
Dalam konteks perubahan iklim jelas, ancaman naiknya  permukaan air laut akan diperparah ancaman abrasi dan intrusi dari aktivitas ekstraktif ini.“ungkap Boy, (Republika, 31/5/2023).

Fakta penjualan pasir laut ke luar negri sesungguhnya makin menunjukan bahwa pemerintah tidak memikirkan dampak buruk kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat kebijakan ini. Alih alih dianggap ‘menguntungkan’ sesungguhnya penambangan pasir laut merugikan ekosistem laut yang pada akhirnya akan membahayakan kehidupan umat manusia. Hal yang pernah masyarakat rasakan adalah abrasi pesisir laut dan erosi pantai yang menyebabkan hilangnya pulau kecil, sebagaimana terjadi di Kepulauan Riau. 

Sesungguhnya kebijakan ini terjadi karena negri ini menerapkan sistem kapitalisme, sehingga tidak ada peluang bagi rakyat untuk bisa memilikinya dan menikmatinya. Negara yang menggunakan sistem ini, kebijakannya hanya fokus pada keuntungan korporasi dan mengabaikan persoalan rakyat. Oleh karenanya, wajar jika dalam sistem ini, SDA (Sumber Daya Alam) yang ada dijual ke asing. Sementara itu, nasib para nelayan dipertaruhkan. Mereka akan merasakan dampaknya secara langsung. Jika pasir laut itu dikeruk secara massif maka wilayah tangkapnya akan terganggu. Dengan begitu mereka harus melaut lebih jauh lagi agar mereka mendapatkan tangkapannya. 

Kondisi seperti ini akan melahirkan  ketidakadilan. Di dalam sistem kapitalisme keberadaan penguasa lebih pro pada pemilik modal baik pihak swasta ataupun asing. Padahal kekayaan sumber daya alam Indonesia sangat berlimpah baik di darat, di laut, bahkan yang terkandung di dalam bumi. Namun sayang nya kekayaan alam yang Allah SWT ciptakan ini tidak dapat kita nikmati secara cuma-cuma.

Begitulah paradigma kapitalistik. Dimana ada peluang cuan  maka regulasi pun akan dimainkan. Alam Pun dipaksa tunduk pada kepentingan ekonomi. Permasalahan ini tentu saja bukan semata-mata  kekeliruan aktor-aktor yang bermain dalam bisnis pasir tersebut, namun sudah menjadi satu rangkaian regulasi yang tegak di atas system kapitalis. Jika dalam sistem kapitalisme kekayaan SDA dijadikan sebagai sapih perah untuk kepentingan korporasi semata. Maka Islam memiliki metode yang khas untuk mengelolanya.

Islam memberikan tuntunan bagi negara tentang sumber pemasukan negara, salah satunya dengan mengelola SDA.  Hasil pengelolaan ini akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk fasilitas gratis dalam layanan pendidikan, kesehatan dan keamanan serta pemenuhan hajat hidup rakyatnya. Pasir laut merupakan bagian dari sumber daya alam yang diperuntukan bagi kehidupan manusia. Untuk itu, menjaga ekosistemnya  menjadi sesuatu yang sangat penting. Penjagaan ekosistem ini diharapkan ada  keberlanjutan (sustainability) di masa mendatang.

Jadi, jelas bahwa pasir laut tidak boleh diekspor karena merupakan SDA milik rakyat. Selain juga karena bisa menyebabkan kerusakan lingkungan. Allah telah menciptakan alam dengan segala kemanfaatannya untuk manusia, tetapi tidak boleh sampai merusaknya. Pemanfaatannya harus sesuai dengan aturan yang menciptakan alam dan manusia, yakni Allah SWT. Cukuplah Allah mengingatkan kita dalam Al Qur'an surat Ar-rum ayat 41:

 “Telah tampak kerusakan di darat dan laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia."

Islam memberikan tuntunan bagi negara tentang sumber pemasukan negara, salah satunya dengan mengelola SDA.  Hasil pengelolaan ini akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk fasilitas gratis dalam layanan pendidikan, kesehatan dan keamanan serta pemenuhan hajat hidup rakyatnya. Penerapan Islam tidak hanya mewujudkan kehidupan yang sejahtera, tetapi juga memberikan perlindungan bagi lingkungan dan kehidupan manusia. Hanya saja, yang seperti ini tidak akan bisa diwujudkan oleh rezim yang materialistis. 

Aturan ini hanya terlaksana jika negara mengambil Islam sebagai landasannya. Menjadikan rida Allah sebagai tujuan akhirnya. Inilah kehidupan yang kita idamkan. Karena itu, saatnya kita lepaskan sistem kapitalis yang zalim ini dan memperjuangkan Islam. Yaitu, sebuah sistem yang diturunkan langsung oleh Sang Pencipta semesta ini demi menjaga alam, manusia, dan kehidupan agar selalu berada dalam berkah-Nya.

Post a Comment

Previous Post Next Post