Problematika Semakin Sadisnya Generasi Muda


Oleh : Rahmayanti, S.Pd
Pemerhati Masalah Sosial

Sungguh tak disangka, anak kecil yang biasa kita lihat sangat polos dan lugu, bisa bertindak sadis dan kejam. Seperti peristiwa MHD yang berusia 9 tahun meninggal di rumah sakit setelah dikeroyok teman dan kakak kelasnya di Sukabumi. Diduga pengeroyokan ini terjadi selama dua hari pada 15-16 Mei 2023 lalu. Mulainya keluarga membawa korban ke rumah sakit karena mengeluhkan kondisi badan. Lebih lanjut korban merupakan siswa kelas 2 di SDN Kabupaten Sukabumi, yang awalnya tidak berani berterus terang kalau dia telah dianiaya teman dan kakak kelasnya, tetapi setelah ditangani dokter baru mulai berani bercerita.

Penganiayaan ini dilakukan 4 bocah yang masih duduk di bangku kelas 5, 4 dan 2 Sekolah Dasar (SD). Korban mengalami luka di bagian dada, punggung, kepala dan rahang ini sempat dirawat empat hari sebelum akhirnya meninggal.

KPAI menyayangkan adanya peristiwa yang terjadi di lingkungan sekolah ini. Menurutnya,  ini menjadi pukulan bagi semua kalangan terutama dalam hal pengawasan terhadap anak. Harus kita akui bahwa kurangnya pegawasan bisa menjadi kesalahan dalam mendidik, terdegradasi moral, dipengaruhi oleh lingkungan keluarga maupun pergaulan anak. Tentunya kita semua mengecam semua kekerasan yang dilakukan kepada anak, apalagi pelakunya sama-sama di bawah umur. Pelakunya bisa terkena pidana  sesuai Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) atau istilah anak berhadapan dengan hukum (ABH). 

Data KPAI  tahun 2022 tercatat ada kenaikan yang signifikan kasus bullying yaitu sejumlah 226 kasus. Meningkat empat kali lipat dibandingkan tahun 2021. Sejalan dengan data Mendikbudristek, survey yang melibatkan 260 ribu sekolah di Indonesia, mulai tingkat SD/ Madrasah sampai SMA/SMK terhadap 6,5 juta peserta didik dan 3,1 juta guru menyatakan terdapat 24,4 persen potensi perundungan di sekolah. Menurut data dari hasil riset  Programme for International Students Assessment (PISA) 2018 Indonesia menempati peringkat ke 5 besar negara paling banyak muridnya mengalami perundungan dari 78 negara. Sudah jelas bisa disimpulkan kalau Indonesia mengalami darurat bullying atau perundungan yang sangat menghawatirkan dan menjadi ancaman bagi anak-anak kita.

Sudah menggejala, layaknya fenomena gunung es, tidak banyak kasus-kasus yang mendapat atensi dari masyarakat luas. Data dan fakta yang ada hanyalah kasus yang terbuka sedangkan yang tidak terdata bisa jadi lebih banyak lagi. Dengan alasan tidak berani menyampaikan kepada orang tua ataupun guru, karena diancam pelaku. Perundungan biasanya dipicu oleh sikap negatif semisal iri, dendam dan permusuhan antar remaja/anak. Di sisi lain dilakukan karena kepercayaan diri yang rendah perundungan/ bullying bagi pelaku menjadi sarana mencari perhatian orang lain disekitarnya dengan asumsi mereka akan merasa puas, lebih kuat dan lebih dominan. Pengaruh lain bullying ini tidak lain yaitu dari berbagai media baik televisi ataupun media sosial yang marak bisa menjadi inspirasi untuk melakukan tindakan kekerasan bahkan tanpa alasan sekalipun.
 
Mengapa hal ini terus berulang, berlanjut bahkan cendrung meningkat kasusnya, dimana letak permasalahannya, dimana salahnya apalagi sudah banyak upaya dan kebijakan yang telah dilakukan baik pejabat terkait seperti Kementerian Pendidikan, Kementerian Sosial, perlindungan anak dan badan-badan terkait lainnya dengan mengeluarkan RUU sampai menjadi UU, Peraturan menteri  dan sebagainya yang terintegrasi dengan sekolah.

Sangat miris dengan generasi muda sekarang, sudah tidak memiliki kepekaan yang tinggi dan hilangnya rasa empati terhadap orang lain. Terlihat dari beberapa kasus disaat pelaku melakukan aksinya dan banyak yang ikut menyaksikan. Saksi bukannya melerai atau mendamaikan malah menjadi provokator bahkan ikut sekalian bergabung jadi pelaku. Dulu pelaku hanya banyak menggunakan verbal sebagai bahan bullying, sekarang sudah pada taraf yang parah karena menggunakan kekerasan yang menimbulkan korban jiwa.
 
Inilah dampak dari sistem sekuler, jauhnya generasi muda dari agamanya. Semakin jauh dari penciptanya yaitu sebagai hamba Allah yang terikat dengan syariat. Generasi yang awam dengan agamanya, cendrung bersikap semaunya di dorong lagi dengan sistem kapitalis yang mengedepankan materi semata, sehingga tujuan hidup hanya mengejar eksistensi, kekuasaan dan kepuasan tanpa mempertimbangan apakah perbuatan itu halal atau haram. Keluarga Indonesia gagal membentuk keperibadian yang cemerlang. 

Islam memandang generasi muda adalah sebuah aset yang bisa diandalkan menjadi  agen perubahan yang bisa menciptakan peradaban gemilang. Generasi yang penuh semangat, potensi yang luar biasa apabila berada di jalur yang benar. Sangat mungkin hal itu akan bisa diperoleh dengan menerapkan Islam secara sempurna dalam kehidupan, yang menjadikan Islam sebagai tolak ukur perbuatan yang melahirkan kebaikan di tengah masyarakat.
 
Generasi berlomba mengeluarkan segala potensi diri untuk kepentingan Islam dan mencegah kemaksiatan. Adapun upaya yang bisa dilakukan adalah : pertama, negara menyerukan agar setiap keluarga mendidik anaknya dengan aqidah Islam, sehingga setiap anggota keluarga terikat dengan aturan syariat. Kedua, negara memastikan masyarakat untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, agar bisa mencegah kemaksiatan terjadi di tengah-tengah masyarakat. Ketiga, negara menjalankan perannya secara optimal, sebagai pengurus dan pelindung  masyarakat, yang bisa menghadirkan pendidikan Islam berbasis aqidah agar terciptanya generasi berkeperibadian Islam yaitu pola sikap dan pola pikir Islami. Negara juga akan menjaga segala konten dan media yang ada hanya memberikan tontonan yang edukatif dan penuh kebaikan. Bila ada konten dan tayangan yang merusak seperti bullying, kekerasan dan sejenisnya akan dicegah serta di tindak tegas pelakunya. 

Di dalam masa keemasan Islam  para generasinya jangankan mau membullying, memandang orang lain rendah saja tidak terpikirkan karena mereka merasa itu perbuatan yang tidak dibenarkan, sesuai dengan surah QS Al Hujurat : 11 yang artinya “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari dari mereka. Dan janganlah pula suka sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.” Insya Allah akan lahir generasi yang merubah peradaban dari gelap menjadi terang benderang.

Post a Comment

Previous Post Next Post