Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kalsel, pada 2022, ada 250 warga di bawah usia 19 tahun yang menikah. Padahal, berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019, syarat nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) minimal berusia 19 tahun. Kalau menikah di bawah usia tersebut harus mendapatkan dispensasi dari Pengadilan Agama (PA).
Dari data-data di atas, mengindikasikan bahwa pergaulan remaja saat ini benar-benar berada dalam kondisi darurat dan sangat berbahaya. Betapa tidak, kasus pernikahan anak dengan latar belakang hamil di luar nikah cenderung meningkat. Ada apa sebenarnya yang terjadi dikalangan remaja di negeri mayoritas Muslim ini?
Kedua, lingkungan pergaulan, baik dalam keluarga ataupun pertemanan yang minus dari aturan Islam. Meski Islam dipeluk oleh mayoritas masyarakat, namun saat ini remaja Muslim hidup dalam lingkungan keseharian yang jauh dari nilai-nilai Islam. Masyarakat seolah tidak peduli dengan pola pergaulan remaja yang rusak parah.
Terlebih lagi, media juga memberi andil semakin ambyarnya gaya gaul remaja. Lihat saja pertunjukkan kisah cinta para idola remaja begitu vulgar tayang di berbagai media. Baik offline apalagi online.
Alhasil pergaulan remaja makin liar dan leluasa memperturutkan tuntutan naluri rasa suka terhadap lawan jenis mereka. Kenyataan ini lepas tanpa kendali, tanpa dibarengi bekal ilmu dan pikiran yang dewasa dalam menjalani kehidupan.
Ketiga, benteng akidah dalam keluarga dan masyarakat yang rapuh. Hidup remaja hari ini memang sangat berat. Mereka harus berjuang diarea kehidupan yang jauh dari nilai-nilai Islam.
Bagaimana tidak, ketika teman-teman sebayanya terbiasa dengan gaul bebas, busana yang mengumbar aurat, hingga berdua-duaan, remaja Muslim yang masih komitmen dengan keislamannya harus berjibaku untuk bisa menjaga diri. Sebuah dilema menanti, mau ikut arus gaul bebas yang bertentangan dengan hati. Atau bersiap bakal dijauhi. Jika trend tidak diikuti.
Sudah jelas pergaulan bebas ala remaja sekarang tidak bisa diabaikan. Apalagi sudah memakan korban hingga ratusan pelajar yang terenggut masa depannya. Usia puber jangan dijadikan alasan untuk melegalkan mereka pacaran. Apalagi sampai orang tua justru gelisah saat putra- putrinya tercinta yang beranjak dewasa belum punya pasangan.
Alangkah indah dan baiknya kalau orang tuanya bahagia ketika buah hatinya tak terjerumus dalam budaya pacaran. Sambil terus berdoa semoga mereka tetap terjaga marwah dan kemuliaanya selagi muda demi menjemput kebaikan di masa tua.
Hal yang seharusnya membuat kita prihatin adalah ketika pergaulan bebas remaja kian beringas. Masalahnya, bukan mereka mereka para pelaku gaul bebas saja yang bakal jadi korban. Tapi kita semua generasi muda dambaan umat juga kena getahnya dengan wabah HIV/AIDS, penyakit menural seksual, prostitusi, aborsi, hingga Allah Swt. menegur kita dengan cara-Nya.
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Jika perbuatan zina telah nampak (tersebar) di suatu negeri maka Allah akan membinasakan negeri tersebut.”
Selain keluarga dan sekolah, negara juga punya peran besar untuk menjaga kemuliaan generasi muda. Negara yang bisa mencegah merajalelanya tayangan-tayangan remaja yang menyajikan keseharian publik figure yang erat dengan pergaulan bebas. Negara yang bisa memberikan sanksi yang tegas pada pelaku zina supaya pelakunya kapok dan masyarakat bisa dicegah untuk berbuat hal yang sama. Negara juga berkewajiban memberikan edukasi untuk menguatkan keimanan dan ketakwaan remaja serta seluruh masyarakat. Mendidik dan mengatur bagaimana pola pergaulan yang sesuai aturan Allah Swt.
Dengan demikian, sudah selayaknya kita para remaja semakin semangat untuk memahami Islam kafah agar tumbuh ketakwaan dalam diri sehingga bisa memilah dan memilih circle pertemanan agar tidak terjerumus dalam lingkaran maksiat. Juga agar kita mampu menyampaikan kepada orang-orang yang ada di sekitar tentang pemahaman Islam yang selalu memberikan solusi di setiap problem kehidupan yang menghimpit umat saat ini.
Wallahu a'lam bishawab
Post a Comment