Pinjol dan Penipuan Menjerat, Negara Gagal Melindungi Rakyat


Oleh: Ummu Haura’

Aktifis Dakwah

 

Pinjaman online atau pinjol kembali memakan korban. Seorang wanita berinisial NL gantung diri di rumahnya di Provinsi Gorontalo pada Senin (12/6/2023). Korban ditipu seseorang yang mengaku sebagai admin pinjol dan menjanjikan pinjaman sebesar Rp15juta. Setelah korban mentransfer uang sebesar Rp3,2 juta, orang tersebut malah menghilang dan memblokir nomor korban. Pihak Kepolisian berjanji akan melakukan penyelidikan terkait penipuan online yang dialami NL.

Penipuan yang merugikan masyarakat pun masih terjadi dengan berbagai motif. Salah satunya penipuan yang dilakukan Si Kembar. Mereka menipu korbannya dengan modus jual beli IPhone dan penggelapan mobil rental. Bahkan korbannya ada yang mengalami kerugian hingga miliaran rupiah. Tak hanya itu, ada juga motif penipuan online terkait like dan subscribe suatu channel.

Maraknya kasus pinjol dan penipuan yang merugikan masyarakat jelas perbuatan yang tidak boleh dibiarkan terus terjadi. Negara harus bertindak tegas terhadap kedua hal ini dengan memburu para pelaku dan memberi sanksi tegas serta menutup celah agar tidak terjadi lagi. Sayangnya, terkait pinjol, negara malah melegalkan aktivitas ini dengan menerbitkan Peraturan OJK nomor 77/PJOK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Pasal 7 Penyelenggara wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Artinya, jika pinjol telah terdaftar dan memiliki ijin dari OJK maka boleh melakukan aktivitas pinjam meminjamnya ke masyarakat.

Melegalkan pinjol yang menjerat masyarakat seharusnya tidak dilakukan oleh negara. Negara harus mampu melindungi rakyatnya dari hal-hal yang membuat mereka melakukan kemaksiatan karena pinjol adalah transaksi ekonomi yang berbasis riba. Sedangkan riba adalah perbuatan yang dilarang Allah seperti dalam Al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 275, 278 dan 279. Pelarangan riba juga banyak ditemukan dalam berbagai hadits, antara lain hadits riwayat Thabrani.

“Dosa riba terdiri dari 72 pintu. Dosa riba yang paling ringan adalah bagaikan seorang laki-laki yang menzinai ibu kandungnya.”

Tak hanya dosanya yang begitu besar, melegalkan praktik riba dalam masyarakat sama dengan menghalalkan diri mereka atas azab Allah. “Apabila telah marak perzinaan dan praktik ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diazab oleh Allah” (HR Al-Hakim).

Pun juga dengan kejahatan penipuan dengan bebagai motif, Islam telah melarang keras perbuatan ini. Nabi Muhammad SAW dalam banyak haditsnya bicara tentang larangan penipuan bahkan mengabarkan bahwa pelakunya masuk neraka.“Barang siapa yang menipu, maka ia tidak termasuk golongan kami. Orang yang berbuat makar dan pengelabuan, tempatnya di neraka” (HR Ibnu Hibban).

Jika penguasa negeri Muslim taat pada aturan Allah, seharusnya mereka membuat aturan yang melarang beredarnya transaksi pinjaman online dan penipuan sehingga masyarakat terhindar dari kejahatan ini. Ketika penguasa sudah membuat aturan berdasarkan syariat Islam akan tetapi transaksi ribawi dan penipuan masih marak, maka negara harus menghukum para pelakunya dengan keras sesuai hukum Islam.[]

Post a Comment

Previous Post Next Post