Wina Fitri Yanti, Tia Melati, Ghefira Azzahra Gunawan,
Saulina Pasaribu, Aula Ashma,
Sabrina Salsabila Putri,
Ahmad Wahyu “penulis
penanggung jawab”
Program Studi Psikologi, Fakultas
Psikologi, Universitas Informatika dan Bisnis
Indonesia
E-mail: winnafitri16@gmail.com, a.wahyu7789@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan pendekatan studi kasus. Metode kualitatif
digunakan untuk memahami dan menjelaskan fenomena sosial secara mendalam
melalui pengumpulan dan analisis data
berupa teks, gambar, suara, dan observasi. Pendekatan studi kasus, di sisi lain, memfokuskan pada analisis
terhadap satu kasus atau beberapa kasus yang representatif untuk memahami
fenomena sosial secara
detail. Dalam penelitian ini, fokusnya adalah
persepsi golongan tua terhadap kompetensi bahasa Indonesia
generasi muda dalam konteks penggunaan bahasa daerah. Penelitian ini melibatkan golongan tua sebagai responden dan
menganalisis persepsi mereka melalui wawancara,
observasi, dan analisis dokumen terkait. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi persepsi golongan
tua terhadap kompetensi bahasa Indonesia generasi
muda dalam penggunaan bahasa daerah termasuk latar belakang budaya dan pendidikan,
peran media dan teknologi, kesadaran identitas
budaya, serta peran keluarga dan komunitas. Faktor-faktor ini akan menjadi
pertimbangan dalam pengumpulan dan
analisis data dalam penelitian ini. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan pendekatan studi kasus,
penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang mendalam tentang persepsi golongan tua
terhadap kompetensi bahasa Indonesia generasi muda dalam konteks penggunaan bahasa daerah.
Kata Kunci: Persepsi, Bahasa Daerah, Kompetensi berbahasa
Abstrack
This research
utilizes a qualitative research method with a case study approach.
Qualitative method is employed to understand and explain
social phenomena in-depth through the collection and analysis of textual data, images, sounds, and
observations. On the other hand, a case study approach focuses on analyzing one or a few representative cases to gain a detailed
understanding of the social phenomenon. In this study, the focus is on the perception of the elderly
towards the language
competence of the younger generation in Indonesian language
within the context
of regional language
usage. The research involves the elderly population as respondents and
analyzes their perceptions through interviews, observations, and analysis
of related documents. Several factors that may influence the perception of the elderly
towards the language competence of the younger generation in regional
language usage include
cultural and educational background, the role of media and technology, cultural identity awareness,
as well as the role of family and community. These factors will be considered during the data
collection and analysis process in this study. By utilizing a qualitative research method and a case
study approach, this research aims to provide a profound understanding of the perception of the elderly towards the language
competence of the younger generation in Indonesian language
within the context
of regional language
usage.
Keywords: Perception, Regional
Language, Language Competence.
PENDAHULUAN
Di era sekarang ini, bahasa Indonesia menjadi bahasa yang sangat penting dan secara luas digunakan
di Indonesia. Namun, dalam konteks penggunaan bahasa daerah, terdapat perbedaan persepsi
antara generasi muda dan golongan
tua. Generasi muda cenderung
lebih nyaman menggunakan bahasa indonesia dan kurang mengenal
bahasa daerahnya sendiri, sedangkan golongan tua lebih
aktif menggunakan bahasa daerah ketika
berkomunikasi dalam kehidupan
sehari- hari dibandingkan
bahasa indonesia. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana persepsi golongan
tua terhadap kompetensi bahasa Indonesia generasi muda dalam konteks penggunaan bahasa daerah.
Kompetensi bahasa merujuk pada keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki seseorang dalam menggunakan bahasa tertentu secara efektif dan tepat. Dalam konteks Bahasa Indonesia, individu harus menguasai beberapa aspek yang mencakup pemahaman, penggunaan, dan pengembangan bahasa. Berikut adalah aspek-aspek yang harus dikuasai oleh individu dalam Bahasa Indonesia:
a) Pemahaman Bahasa: Individu harus memiliki pemahaman mendalam tentang tata bahasa, kosakata, dan struktur kalimat dalam Bahasa Indonesia. Ini melibatkan pemahaman tentang konsep-konsep dasar, seperti subjek, predikat, objek, keterangan, dan hubungan antara mereka dalam kalimat.
b) Keterampilan Membaca: Kemampuan membaca dengan baik sangat penting dalam kompetensi bahasa. Individu harus mampu memahami teks yang ditulis dalam Bahasa Indonesia, termasuk memahami makna kata-kata, frasa, dan kalimat. Keterampilan membaca juga mencakup kemampuan untuk mengenali struktur teks, merumuskan kesimpulan, dan mengidentifikasi informasi utama dan detail penting.
c)
Keterampilan Menulis: Individu harus
mampu mengekspresikan ide-ide
dan pemikiran mereka secara
tertulis dalam Bahasa Indonesia. Ini mencakup kemampuan dalam menyusun kalimat
yang tepat, mengatur
paragraf, mengembangkan argumen,
dan menggunakan kosakata
yang sesuai. Kemampuan menulis yang baik juga melibatkan pemahaman tentang tata bahasa dan kaidah penulisan
yang benar.
d)
Keterampilan Mendengar: Individu harus mampu memahami
percakapan, instruksi, dan
teks lisan dalam Bahasa Indonesia. Ini melibatkan kemampuan
untuk memahami kata-kata, ungkapan, intonasi, dan konteks dalam situasi komunikasi yang berbeda. Keterampilan mendengar
juga mencakup kemampuan
untuk mengenali tujuan komunikasi dan menginterpretasikan pesan yang disampaikan.
e)
Keterampilan Berbicara: Individu
harus mampu berkomunikasi secara efektif
dalam Bahasa Indonesia
secara lisan. Ini melibatkan kemampuan
untuk menggunakan kosakata
yang tepat, memahami
tata bahasa, mengucapkan kata-kata dengan benar, dan menyampaikan ide dengan jelas.
Keterampilan berbicara juga mencakup kemampuan
untuk berinteraksi dengan baik, menjawab
pertanyaan, dan menyampaikan pendapat.
Generasi muda sering
kali menggunakan bahasa yang tidak baku pada saat berkomunikasi dilingkungan terutama
pada saat berkomunikasi dengan teman sebaya,
generasi muda memiliki
stigma bahwa menggunakan bahasa yang terlalu baku terlihat kaku dalam berkomunikasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kompetensi berbahasa indonesia
generasi muda telah menurun.
Penggunaan bahasa daerah mengacu pada penggunaan bahasa yang berasal dari suatu daerah atau komunitas tertentu, yang memiliki ciri khas dan variasi linguistik yang berbeda dari bahasa resmi yang umumnya
digunakan. Beberapa faktor
yang memengaruhi penggunaan bahasa daerah antara
lain:
a)
Identitas budaya: Bahasa daerah
sering kali menjadi bagian integral
dari identitas budaya suatu komunitas. Penggunaan bahasa daerah dapat membantu
mempertahankan dan melestarikan warisan budaya, serta memperkuat rasa solidaritas dan kebanggaan dalam komunitas tersebut.
b) Konteks sosial:
Penggunaan bahasa daerah dipengaruhi oleh konteks sosial di mana komunitas tersebut berada. Jika bahasa
daerah digunakan secara luas dalam kehidupan sehari-hari, seperti di rumah, di lingkungan lokal, atau dalam interaksi informal, kemungkinan besar akan lebih banyak
digunakan.
c) Pendidikan: Faktor pendidikan juga memainkan peran penting dalam penggunaan bahasa daerah. Apabila bahasa daerah diajarkan dan diberi status yang setara dengan bahasa resmi dalam sistem pendidikan, maka akan memberikan dorongan bagi penggunan bahasa daerah dalam komunikasi formal.
d)
Perubahan demografis: Perubahan demografis, seperti migrasi dan urbanisasi, dapat memengaruhi penggunaan bahasa daerah. Ketika
komunitas-komunitas migran berpindah
ke wilayah baru atau ketika urbanisasi
meningkat, penggunaan bahasa daerah seringkali
dapat mengalami penurunan karena adanya pengaruh bahasa resmi atau dominan di lingkungan tersebut.
Penggunaan bahasa daerah memiliki hubungan yang erat dengan identitas
budaya dan nasional. Bahasa daerah sering kali menjadi simbol identitas budaya suatu komunitas
atau wilayah. Penggunaan bahasa daerah dapat memperkuat rasa kebanggaan dan keterikatan individu
terhadap warisan budaya
mereka.
Penggunaan bahasa daerah juga berperan
dalam mempertahankan keberagaman budaya di dalam suatu negara. Ketika bahasa daerah diakui dan dihargai, hal ini mencerminkan pengakuan terhadap keragaman bahasa dan budaya di dalam negara tersebut.
Bahasa daerah dapat menjadi salah satu elemen penting dalam membangun dan memperkuat identitas nasional yang inklusif, di mana berbagai
budaya dan bahasa memiliki tempat yang
dihormati dan diakui.
Melalui penelitian Suandi (2000) yang berjudul Loyalitas
Bahasa Penutur Bahasa Bengkulu terhadap
bahasanya (Skripsi Universitas Muhammadiyah Bengkulu) terungkap
bahwa pemakaian bahasa daerah telah terkontaminasi oleh pemakaian
unsur- unsur bahasa Indonesia dan mengalami pergeseran.
Persepsi Golongan Tua Terhadap
Bahasa Generasi Muda
Persepsi mengacu pada proses mental di mana individu memperoleh, mengorganisir, dan menginterpretasikan informasi dari lingkungan eksternal melalui indera.
Hal ini melibatkan pemrosesan sensorik
dan kognitif yang kompleks.
Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi dapat
meliputi:
1) Pengalaman sebelumnya: Pengalaman sebelumnya
memainkan peran penting dalam persepsi,
karena pengalaman individu membentuk kerangka referensi dan harapan yang digunakan untuk
menginterpretasikan informasi baru.
2) Perhatian: Faktor perhatian mempengaruhi apa yang dianggap
penting dan layak untuk diproses oleh
individu. Perhatian yang selektif memungkinkan individu untuk memfokuskan pengolahan pada informasi
yang dianggap relevan
atau menarik.
3) Motivasi: Motivasi
individu dapat memengaruhi persepsi dengan cara mempengaruhi apa yang dianggap
penting atau relevan.
Misalnya, individu yang
memiliki kebutuhan yang kuat akan makanan akan lebih cenderung memperhatikan informasi yang terkait dengan
makanan.
4)
Konteks sosial dan budaya:
Faktor sosial dan budaya mempengaruhi persepsi melalui norma, nilai, dan harapan
yang diterima di dalam suatu kelompok atau masyarakat. Pengaruh
sosial dan budaya dapat membentuk
interpretasi dan pengenalan pola yang
berbeda.
5) Sifat stimulus:
Karakteristik stimulus fisik seperti kecerahan, ukuran, bentuk, warna, dan gerakan dapat memengaruhi cara informasi tersebut
diproses dan diinterpretasikan.
Tingkat kompetensi bahasa
Indonesia generasi muda dalam konteks
penggunaan bahasa daerah dapat bervariasi tergantung pada berbagai
faktor seperti lingkungan tempat tinggal, budaya,
dan pendidikan. Namun, secara umum, penggunaan bahasa daerah di kalangan generasi muda cenderung menurun karena pengaruh
budaya globalisasi dan penggunaan
bahasa Indonesia yang lebih sering
dipakai dalam konteks formal dan informal.
Persepsi golongan tua terhadap kompetensi bahasa Indonesia generasi
muda dalam konteks penggunaan bahasa daerah dapat bervariasi tergantung pada latar belakang
budaya dan pendidikan mereka. Beberapa golongan tua mungkin memandang rendah generasi
muda yang kurang
mampu menggunakan bahasa
daerah karena dianggap mengabaikan akar
budaya dan identitas
mereka, sedangkan yang lain mungkin lebih memahami bahwa penggunaan bahasa daerah tidak lagi menjadi
hal utama dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi golongan tua terhadap kompetensi bahasa Indonesia generasi muda dalam konteks penggunaan bahasa daerah antara lain:
1) Pendidikan formal dan budaya lingkungan: Golongan tua yang memiliki latar belakang pendidikan formal dan tumbuh di lingkungan yang melestarikan bahasa daerah cenderung lebih memandang penting penggunaan bahasa daerah oleh generasi muda.
2) Peran
media dan teknologi: Penggunaan teknologi dan media massa dapat mempengaruhi persepsi golongan tua terhadap penggunaan bahasa daerah oleh generasi muda. Sebagai contoh,
jika generasi muda lebih sering menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa
Inggris dalam media sosial dan teknologi digital
lainnya, maka golongan
tua mungkin menganggap penggunaan bahasa daerah kurang penting.
3) Kesadaran identitas
budaya: Beberapa golongan tua mungkin lebih memperhatikan kepentingan melestarikan identitas budaya dan penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu, generasi muda yang kurang mampu menggunakan bahasa daerah mungkin
dianggap kurang memiliki
kesadaran identitas budaya.
4)
Peran keluarga dan komunitas: Keluarga dan komunitas
dapat memainkan peran penting dalam
melestarikan bahasa daerah dan mempengaruhi persepsi golongan tua terhadap
kompetensi bahasa Indonesia generasi muda dalam konteks
penggunaan bahasa daerah.
Keluarga yang mengajarkan dan menggunakan bahasa daerah dalam interaksi sehari-
hari mungkin lebih memandang penting
penggunaan bahasa daerah
oleh generasi muda.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
Metode kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang bertujuan untuk memahami dan menjelaskan fenomena sosial secara mendalam, melalui pengumpulan dan analisis data berupa teks, gambar, suara, dan interaksi
manusia. Berikut adalah kutipan
dari beberapa tokoh mengenai pengertian metode kualitatif:
"Metode kualitatif memerlukan fleksibilitas, ketekunan, dan kemampuan mendengarkan yang baik dalam
memahami fenomena sosial secara detail
dan mendalam" - Miles dan Huberman (1994)
"Metode kualitatif melibatkan pengumpulan dan analisis data yang tidak terstruktur dan beragam, yang memerlukan kemampuan interpretasi yang tinggi dari peneliti" - Denzin dan Lincoln (2011)
"Metode kualitatif dapat memberikan pemahaman yang kaya dan mendalam mengenai pengalaman, pandangan, dan perilaku manusia
dalam konteks sosial tertentu" - Charmaz
(2014)
Pendekatan studi kasus adalah suatu metode penelitian kualitatif yang memfokuskan pada
analisis terhadap satu kasus atau beberapa kasus yang representatif, untuk memahami fenomena sosial secara mendalam dan detail. Berikut adalah
kutipan dari beberapa
tokoh mengenai pengertian pendekatan studi kasus:
"Studi kasus merupakan sebuah investigasi yang mendalam terhadap kasus individu atau beberapa kasus yang diambil dari suatu populasi, untuk mendapatkan pemahaman yang kaya dan detail mengenai fenomena sosial" - Yin (2014)
"Pendekatan studi kasus dapat memberikan
gambaran yang komprehensif mengenai pengalaman manusia dalam konteks
sosial tertentu, dan dapat memperkaya teori dan praktik
dalam bidang tertentu" - Stake (2006)
"Pendekatan
studi kasus dapat digunakan untuk
mempelajari kasus yang kompleks, langka, dan sulit dijelaskan dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif" - Flyvbjerg (2006)
Metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus dipilih
karena penelitian ini akan fokus pada persepsi
golongan tua terhadap
kompetensi bahasa Indonesia
generasi muda dalam konteks penggunaan
bahasa daerah, yang merupakan kasus
spesifik yang perlu diteliti secara
mendalam.
Penelitian ini akan dilakukan dengan cara mengumpulkan data melalui wawancara
dengan golongan tua yang memiliki pengalaman dalam berinteraksi dengan generasi muda yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
Selain itu, data juga akan dikumpulkan melalui
observasi langsung terhadap
interaksi antara golongan tua dan generasi muda dalam konteks penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
Data yang diperoleh dari wawancara dan observasi akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif, yaitu reduksi data, display data, dan verifikasi data. Reduksi data dilakukan dengan cara mengidentifikasi tema-tema atau pola-pola yang muncul dari data yang telah dikumpulkan. Display data dilakukan dengan cara menata data dalam bentuk tabel, diagram, atau narasi untuk memudahkan pemahaman dan interpretasi data. Verifikasi data dilakukan dengan cara menguji keabsahan data melalui triangulasi sumber data.
Hasil analisis data akan diinterpretasikan dan disajikan dalam
bentuk deskripsi naratif yang memaparkan temuan-temuan penelitian secara rinci dan detail. Selanjutnya, temuan-temuan tersebut akan dianalisis dan dihubungkan dengan teori-teori yang relevan untuk memberikan
pemahaman yang lebih luas tentang persepsi
golongan tua terhadap
kompetensi bahasa Indonesia
generasi muda dalam konteks
penggunaan bahasa daerah.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah golongan tua yang tinggal di daerah Bandung.
Sampel diambil secara
purposive sampling dengan kriteria usia 50 tahun ke atas dan berdomisili di daerah yang sama dengan jumlah sampel yang diambil
adalah 2 responden.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif, metode paling umum yang digunakan
untuk pengumpulan data adalah
wawancara dan observasi (Santoso
& Royanto, 2009).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara dan observasi. Observasi
adalah metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai
tingkah laku dengan mengamati individu
atau kelompok secara langsung dalam
lingkungan alaminya (Basrowi
& Suwandi, 2008).
Dalam penelitian ini, teknik observasi yang digunakan adalah non-participant observation dan observasi tidak terstruktur. Non-participation observation adalah jenis observasi dimana peneliti tidak terlibat secara langsung dalam aktivitas individu atau kelompok yang diamati tetapi hanya berperan sebagai pengamat independen. Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi dan dalam melakukan pengamatan peneliti tidak menggunakan instrument yang telah baku. Non-participant observation digunakan karena keterbatasan peneliti dalam aspek waktu pengamatan dan perbedaan tempat antara peneliti dan responden serta tempat pengamatan.
Wawancara adalah metode pengumpulan data yang melibatkan percakapan antara dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pemberi pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan tersebut. Menurut Lincoln dan Guba dalam Suwandi dan Basrowi (2008) maksud diadakannya wawancara adalah mengonstruksi perihal orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, merekonstruksi kebulatan-kebulatan harapan pada masa yang akan mendatang, memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi dari orang lain baik manusia maupun bukan manusia, dan memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk wawancara semi terstruktur. Jenis wawancara semi terstruktur ini pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari jenis wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diwawancarai dimintai tentang pendapat dan ide-idenya. Dalam melaksanakan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informannya (Sugiyono, 2012).
Bentuk wawancara semi terstruktur ini,
peneliti sebelumnya sudah menyusun terlebih dahulu pertanyaan sesuai dengan masalah yang diangkat pada penelitian
ini namun pedoman pertanyaan dari
wawancara ini tidak akan terlalu
terstruktur dan peneliti
akan bertanya lebih
lanjut lagi apabila didapatkan jawaban dari pertanyaan kepada responden yang dianggap belum cukup representatif.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. Wawancara dilakukan secara tatap muka dengan responden. Selain itu, data juga akan dikumpulkan melalui
observasi dan dokumentasi.
Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif seperti analisis isi, analisis naratif, dan analisis deskriptif. Data
yang diperoleh dari hasil wawancara,
observasi, dan dokumentasi akan dianalisis secara manual dengan cara mengidentifikasi tema-tema yang muncul dalam data dan membandingkan antara satu data dengan data
lainnya.
Validitas dan Reliabilitas
Untuk memastikan validitas dan reliabilitas data, akan dilakukan triangulasi data dengan menggunakan teknik observasi dan dokumentasi. Selain itu, juga akan dilakukan uji kepercayaan diri terhadap hasil analisis dengan cara memberikan kesempatan kepada responden untuk meninjau kembali hasil analisis dan memberikan tanggapan terhadap hasil tersebut.
Etika Penelitian
Dalam penelitian ini, akan dipastikan bahwa
semua etika penelitian diikuti seperti memperoleh persetujuan dari responden, menjaga kerahasiaan data, serta memberikan informasi yang jelas dan transparan kepada responden mengenai
tujuan penelitian dan hak mereka sebagai responden.
TEMUAN PENELITIAN
Tabel 1 Profil
Responden
Profil Responden |
|
Responden 1 : |
Responden 2 : |
Inisial S |
Inisial ES |
59 tahun |
71 tahun |
Pria |
Perempuan |
Tingkat kompetensi bahasa indonesia generasi muda
Responden 1:
Intensitas penggunaan bahasa indonesia pada generasi muda cenderung lebih tinggi dibandingkan intensitas penggunaan bahasa daerah, sehingga kompetensi berbahasa indonesia generasi muda menjadi lebih tinggi dibandingkan kompetensi mereka dalam menggunakan bahasa daerah. Faktor utama yang mendasari hal ini adalah karena bahasa indonesia dapat dipahami oleh mayoritas orang sehingga cakupan penggunaanya dapat lebih luas daripada bahasa daerah.
Responden 2:
Tingkat kompetensi bahasa indonesia
generasi muda cenderung lebih tinggi dibandingkan kompetensi bahasa daerahnya, hal ini terlihat dari cara
mereka berkomunikasi dalam kehidupan sehari
hari dimana anak muda biasanya
mencampuradukan antara bahasa
indonesia dengan bahasa daerah dan selain itu banyak juga istilah istilah dalam bahasa daerah
yang kurang dimengerti oleh generasi muda.
Relevansi memperlajari dan mempertahankan bahasa daerah di era digital
saat ini.
Responden 1:
Sangat penting bagi generasi muda untuk mempelajari bahasa daerah karena
tetap memiliki relevansi
dan perlu diangkat oleh mereka. Keberadaan bahasa daerah yang tidak digunakan secara aktif oleh generasi muda dapat mempengaruhi komunikasi antargenerasi dan rentan menyebabkan terjadinya kesalahpahaman dikarenakan kurangnya
pemahaman generasi muda terhadap bahasa daerah yang seringkali digunakan
oleh generasi tua. Oleh karena itu, peningkatan pemahaman terhadap bahasa daerah harus dilakukan untuk memastikan pengembangan dan keberlanjutan bahasa
tersebut.
Hal ini melibatkan pemahaman terhadap kaidah tata bahasa dan pengetahuan tentang makna dalam bahasa daerah, dengan tujuan meningkatkan rasa bangga dan kedamaian pada generasi tua, yang merasa lega karena bahasa daerah mereka dapat diteruskan kepada generasi selanjutnya.
responden 2:
Karena merupakan bagian dari kebudayaan dan mengandung keunikan
dari suatu daerah maka bahasa daerah haruslah
terus dipelajari dan dipertahankan. Dengan mempelajari dan mempertahankan kebudayaan daerah, termasuk dalam
konteks ini bahasa, maka kearifan lokal akan tetap lestari, komunikasi antar generasi tetap terjaga, juga kelegaan generasi tua karena merasa mampu mewariskan sesuatu pada generasi selanjutnya.
Persepsi golongan tua terhadap kompetensi bahasa indonesia generasi
muda dalam konteks
penggunaan bahasa daerah
Responden 1:
Pemakaian bahasa daerah cukup sering terjadi dalam komunikasi antara golongan tua dan golongan
muda, meskipun kebanyakan generasi muda kurang menguasainya dan cenderung lebih nyaman
menggunakan bahasa indonesia. Menurut responden kemampuan berbahasa indonesia generasi muda sudah baik, responden juga tidak merasa kesulitan ketika
berkomunikasi dengan generasi
muda namun akan lebih baik jika generasi muda mampu menguasai
bahasa daerah dengan lebih baik lagi dan lebih aktif menggunakan bahasa daerah terutama
ketika berkomunikasi dengan orang orang
yang jauh lebih tua daripada
responden.
Responden 2:
Generasi muda lebih banyak menggunakan bahasa indonesia dibanding bahasa daerah, dalam komunikasi sehari hari antara responden dengan generasi muda, responden tidak merasa kesulitan. Namun, beliau memandang bahwa penggunaan bahasa yang dicampuradukan, dalam konteks ini bahasa daerah dan bahasa indonesia, terasa kurang tepat dan dapat memengaruhi keunikan atau kekhasan dari bahasa itu sendiri.
Dampak yang dapat terjadi apabila
bahasa daerah hilang, dan saran untuk
meningkatkan penggunaan dan kompetensi bahasa daerah dikalangan generasi muda.
Responden 1:
Apabila kemampuan berbahasa
daerah hilang maka akan terjadi
kemerosotan dalam budaya dan tradisi
lokal, juga terputusnya komunikasi antar generasi. Oleh karena itu, untuk menjaga keberlangsungan bahasa daerah dan mempertahankan komunikasi yang baik, antar generasi
dapat dilakukan dengan
terus menggunakan bahasa tersebut dalam
kehidupan sehari-hari terutama
ketika berkomunikasi dengan golongan tua karena mereka cenderung lebih nyaman menggunakan bahasa daerah dibandingkan bahasa
Indonesia. Untuk meningkatkan penggunaan bahasa daerah di kalangan
anak muda dapat dilakukan dengan mengangkat tradisi
dan kebudayaan kebudayaan daerah, karena dengan demikian
maka generasi muda akan lebih tertarik
untuk menggali dan mempelajari lebih dalam lagi mengenai
bahasa daerah.
Responden 2:
Hilangnya kemampuan berbahsa daerah akan mengakibatkan hilangnya ciri khas dan kearifan lokal dari daerah tersebut. Responden berpendapat bahwa penggunaan dan kompetensi berbahsa daerah dikalangan generasi muda dapat ditingkatkan dengan mengajarkan bahasa daerah sedini mungkin dengan membiasakan menggunakan bahasa daerah secara aktif, misal dalam lingkungan keluarga, agar generasi muda mampu memahami bahasa daerah dengan baik dan benar, sekolah-sekolah juga harus mengadakan kelas bahasa daerah lalu mempromosikannya dengan cara yang semenarik mungkin agar generasi muda juga lebih tertarik mempelajari dan menggunakan bahasa tersebut.
PEMBAHASAN
Responden 1 mencatat
bahwa intensitas penggunaan bahasa Indonesia oleh generasi muda cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan bahasa daerah. Hal ini menyebabkan tingkat
kompetensi bahasa Indonesia
generasi muda lebih
tinggi daripada kompetensi mereka dalam
menggunakan bahasa daerah. Faktor yang
menjadi latar belakang
utama adalah bahasa Indonesia memiliki
cakupan penggunaan yang
lebih luas karena dapat dipahami oleh mayoritas orang. Namun, Responden 2 menunjukkan bahwa generasi muda sering mencampuradukan bahasa Indonesia dengan bahasa daerah dalam komunikasi sehari-hari. Mereka juga mengungkapkan bahwa generasi muda mungkin tidak memahami sepenuhnya istilah-istilah dalam bahasa daerah yang digunakan oleh generasi tua.
Kedua responden menekankan pentingnya mempelajari dan mempertahankan bahasa daerah di era digital saat ini. Responden 1 mencatat bahwa keberadaan bahasa daerah yang tidak digunakan secara aktif oleh generasi muda dapat mengganggu komunikasi antargenerasi dan memicu kesalahpahaman. Mereka menyarankan peningkatan pemahaman terhadap bahasa daerah untuk memastikan perkembangan dan kelangsungan bahasa tersebut. Responden 2 juga menyoroti pentingnya mempelajari bahasa daerah sebagai bagian dari kebudayaan dan keunikan suatu daerah. Dengan mempertahankan kebudayaan daerah, termasuk bahasa daerah, kearifan lokal dapat tetap lestari, komunikasi antargenerasi terjaga, dan generasi tua merasa mampu mewariskan sesuatu pada generasi selanjutnya.
Dalam konteks persepsi golongan tua terhadap kompetensi bahasa Indonesia generasi muda dalam penggunaan bahasa daerah, Responden 1 mengungkapkan bahwa generasi muda cukup sering menggunakan bahasa daerah dalam komunikasi dengan golongan tua, meskipun tingkat penguasaannya kurang. Mereka menganggap bahwa kemampuan berbahasa Indonesia generasi muda sudah baik, tetapi mendorong generasi muda untuk menguasai bahasa daerah dengan lebih baik lagi dan lebih aktif menggunakannya.
Responden 2 menyatakan bahwa generasi muda lebih sering menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa daerah, tetapi golongan tua tidak merasa kesulitan dalam berkomunikasi dengan mereka. Namun, mereka berpendapat bahwa campuran bahasa daerah dan bahasa Indonesia terasa kurang tepat dan dapat mengurangi kekhasan bahasa daerah itu sendiri.
Dampak yang dapat terjadi jika bahasa daerah hilang adalah kemerosotan budaya dan tradisi lokal serta terputusnya komunikasi antargenerasi. Untuk menjaga keberlangsungan bahasa daerah dan mempertahankan komunikasi yang baik antargenerasi, kedua responden menyarankan penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari, terutama saat berkomunikasi dengan golongan tua. Responden 1 juga menyarankan mengangkat tradisi dan kebudayaan daerah untuk meningkatkan penggunaan bahasa daerah di kalangan generasi muda, sedangkan Responden 2 menekankan pentingnya mengajarkan bahasa daerah sedini mungkin, baik dalam lingkungan keluarga maupun di sekolah, serta mempromosikannya dengan cara yang menarik agar generasi muda tertarik untuk mempelajari dan menggunakan bahasa daerah.
Secara keseluruhan, hasil wawancara menunjukkan kesadaran akan pentingnya mempelajari dan mempertahankan bahasa daerah di kalangan
generasi muda. Meskipun
penggunaan bahasa Indonesia
lebih dominan, terdapat
kesepakatan bahwa bahasa daerah memiliki
relevansi budaya dan kearifan lokal yang harus dilestarikan.
SIMPULAN
Berdasarkan uraian pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kompetensi bahasa Indonesia generasi muda cenderung lebih tinggi daripada kompetensi bahasa daerah. Intensitas penggunaan bahasa Indonesia lebih tinggi, sementara bahasa daerah sering dicampuradukkan dalam komunikasi sehari-hari sehingga golongan tua merasa perlu adanya upaya untuk meningkatkan kompetensi bahasa daerah generasi muda. Persepsi golongan tua terhadap kompetensi bahsa indonesia generasi muda dalam konteks penggunaan bahasa daerah dipandang cukup baik karena tidak sampai menghambat komunikasi antar generasi. Meskipun demikian, golongan tua tetap menekankan pentingnya mempelajari dan mempertahankan bahasa daerah, baik dalam konteks menjaga komunikasi antargenerasi maupun melestarikan kebudayaan dan kearifan lokal.
DAFTAR PUSTAKA
Haerudin, D. Menggunakan Bahasa Sunda pada Masa Kini. Artikel@ File Directory UPI.
Hermawan, I. (2012). Kearifan Lokal Sunda
Dalam Pendidikan Local Wisdom Of Sundanese In Education.
Balai Arkeologi Bandung, Jurnal
Ilmiah Widyariset, 15(1).
Listiyorini, A. (2013). Eksistensi bahasa daerah dan bahasa Indonesia sebagai Alat komunikasi dalam Persaingan global. Universitas Negeri Yogyakarta.
Reed, S. K. (2010).
Cognitive psychology: Theory
and application (8th ed.). Wadsworth Cengage Learning.
Setyawan, A. (2011). Bahasa daerah dalam perspektif kebudayaan dan sosiolinguistik: Peran dan pengaruhnya dalam pergeseran dan pemertahanan bahasa.
Sobarna, C. (2007). Bahasa Sunda Sudah Di Ambang Pintu Kematiankah?. Makara Human Behavior Studies in Asia, 11(1), 13- 17.
Solso,Robert L, Otto H.M, M Kimberly
Maclin.2007.
Psikologi Kognitif
Ed.8. Jakarta: Penerbit
Erlangga
S, A. P., Amin, M., Lingga, L. J., & Ridho, A.
(2023). Krisis Penggunaan Bahasa Indonesia di Generasi
Milenial. ANTHOR: Education
and Learning Journal, 2(1), 14–18.
https://doi.org/10.31004/anthor.v2i1.79
Yati, D. (2015).
Menyelamatkan bahasa daerah melalui pembelajaran bahasa yang komunikatif. In Prosiding
Seminar Nasional Bulan Bahasa
UNIB (Vol. 9, pp. 157-170).
Post a Comment