Pernikahan Beda Agama Di Kabulkan,Pelanggaran Terhadap Hukum Agama


Oleh : Hj.Padliyati Siregar,ST

Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan perkawinan pasangan beda agama.
Permohonan itu disampaikan JEA (mempelai laki-laki) beragama Kristen dan SW (mempelai perempuan) beragama Islam.

Selain berdasarkan UU Adminduk, hakim juga mendasarkan putusannya pada alasan sosiologis yaitu keberagaman masyarakat.

PN Jakpus menyatakan pengabulan permohonan pernikahan beda agama sepenuhnya bergantung pada kebijaksanaan hakim.

Perwakilan Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Jamaludin Samosir mengatakan pasangan beda agama memang bisa mendaftarkan pernikahannya di PN Jakarta Pusat dengan mengajukan permohonan izin nikah.

"Dibuatkan permohonan terlebih dahulu, lalu diperiksa hakim, nanti bergantung bagaimana kebijaksanaan hakim," kata Jamaludin, Sabtu (24/6) seperti dikutip dari Antara.

Putusan itu menambah jumlah permohonan perkawinan beda agama yang dikabulkan pengadilan di Indonesia. Sebelumnya di Surabaya, Yogyakarta, Tangerang, dan Jakarta Selatan.

Seperti dilansir Antara, Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Jakarta Selatan mencatat ada empat pernikahan beda agama sepanjang 2022.

Keterangan dari Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Jakarta Selatan menyebutkan Pasal 35 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan diatur bahwa pencatatan perkawinan berlaku pula bagi perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan.

Dalam penjelasannya, disebutkan yang dimaksud dengan "Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan" adalah perkawinan yang dilakukan antarumat yang berbeda agama.

Kemudian pasal 7 ayat 2 huruf l UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan diatur bahwa pejabat pemerintahan memiliki kewajiban mematuhi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.


Nikah beda agama menjadi fenomena yang tidak asing lagi, baik dari kalangan artis maupun masyarakat umum di seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, sebanyak 48.302 pernikahan beda agama tercatat pada 2021. 

Pernikahan beda agama kini tidak malu lagi ditampakkan di media sosial. Menurut laporan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) sejak 2005, sudah ada 1.425 pasangan beda agama menikah di Indonesia.

Meski banyak kalangan mengingatkan keharaman pernikahan beda agama tersebut, tak sedikit yang membela. Ada yang menyatakan mestinya perbedaan agama jangan jadi penghalang cinta dan pernikahan. Bahkan, ada yang mengatakan hukum pernikahan seorang muslimah dengan lelaki nonmuslim adalah khilafiah di kalangan ulama. Benarkah demikian?


Liberalisme Penyebab Maraknya Nikah Beda Agama

Tingginya angka nikah beda agama menjadi fakta yang tidak bisa dimungkiri mengenai kian rusaknya tatanan hidup manusia lantaran menjauh dari syariat Sang Pencipta. 
Tampak sekali manusia makin jauh dari visi akhirat, mereka malah mengejar kenikmatan duniawi dan melupakan kehidupan akhirat. 

Manusia lebih mengagungkan soal hak asasi dibandingkan tuntunan Ilahi.
Tidak bisa dibantah pula bahwa maraknya pernikahan beda agama seiring sejalan dengan derasnya arus liberalisme yang dikemas dengan berbagai program, di antaranya moderasi beragama yang mengusung toleransi yang berujung pluralisme.

Bahkan, telah dicanangkan 2022 sebagai Tahun Toleransi sehingga ditengarai nikah beda agama akan makin marak terjadi. 
Sangat disayangkan, meski secara legal masih menganut UUP 1/1974 yang mengatur pernikahan harus dalam kerangka akidah yang sama, tetapi negara memfasilitasi keabsahan pernikahan beda agama melalui penetapan pernikahan oleh Pengadilan Negeri dan penerbitan kutipan akta nikah oleh Kantor Catatan Sipil sebagai pernikahan tercatat. 

Walhasil, pernikahan dianggap sah yang terkait anak, harta bersama, warisan, dan sebagainya. Dengan demikian, maraknya nikah beda agama tidak bisa dilepaskan dari fasilitas sistemis yang bernuansa liberalisme, buah dari tatanan kehidupan sekuler yang diadopsi di negeri ini.


Islam Melindungi Akidah

Dalam Islam, negara berkewajiban mendidik dan melindungi umat dari pemahaman yang keliru, seperti pernikahan beda agama. Negara wajib mencegah pernikahan batil tersebut terjadi. Negara juga akan menghukum para pelakunya, juga pihak-pihak yang mengadvokasinya.

Pencegahan terhadap nikah beda agama juga bertujuan untuk melindungi akidah kaum muslim. Allah Swt. mengingatkan bahwa orang-orang kafir akan berusaha memengaruhi pasangannya yang muslim untuk murtad dari agamanya. Allah Swt. berfirman,
أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

“Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Allah menerangkan ayat-ayat (perintah-perintah)-Nya kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS Al-Baqarah[2]: 221)

Faktanya, pemurtadan terhadap muslimah lewat cara pernikahan memang kerap terjadi. Banyak lelaki nonmuslim yang berpura-pura masuk Islam lalu menikahi perempuan muslimah. Tujuannya untuk kembali murtad sambil mengajak dan memaksa istri serta anak-anaknya.

Apalagi jika sejak awal pihak lelakinya kafir, semakin besar peluang untuk memurtadkan keluarganya kelak. Padahal murtad merupakan dosa besar dan pelakunya diancam hukuman berat. Sabda Nabi saw.,
مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ
“Siapa yang mengganti agamanya, bunuhlah dia.” (HR Al-Bukhari)
Di dalam Islam, pernikahan bukanlah sekadar karena cinta dan kasih sayang, melainkan dengan asas ketaatan pada Allah Swt., lalu bersama menunaikan hak dan kewajiban sesuai ajaran Islam.

 Itulah pernikahan yang akan mendapatkan keberkahan serta mewujudkan kehidupan sakinah mawadah wa rahmah. Andaikan cinta yang jadi tolak ukur baik dan buruk, apalagi jadi ukuran halal dan haram, bisa jadi hubungan yang rusak dan menjijikkan seperti kumpul kebo, homoseksual atau inses dilegalkan. Na’ûdzubilLâh min dzâlik. []

Post a Comment

Previous Post Next Post