Perilaku Bullying Meningkat, Islam Solusi Tepat


Oleh Zidni Sa'adah
Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah

Fenomena bullying saat ini semakin marak dan menghantui dunia pendidikan. Korban perundungan mengalami kondisi memprihatinkan. Tidak hanya cedera fisik, mental, psikologi, tapi sampai pada trauma dan depresi. Bahkan tidak sedikit yang berujung pada kematian. 

Sebagaimana terjadi di daerah Sukabumi, bocah kelas 2 di salah satu Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kecamatan Sukaraja meninggal dunia akibat dikeroyok oleh kakak kelasnya (Kompas.com, 20 Mei 2023)
Kasus seperti ini tentunya harus menjadi perhatian semua pihak. Karena kasus bullying masih terus terjadi dan belum menemukan solusi  jitu untuk menghentikannya. 

Maraknya kasus bullying di negeri ini, menunjukkan bahwa dunia pendidikan saat ini sedang tidak baik-baik saja. Pembangunan sumber daya manusia yang dilakukan selama ini seakan telah gagal memberikan output pendidikan yang berkepribadian baik. Para pelajar diperas otak dalam prestasi akademik, namun minim dari nilai moral dan agama. Padahal, prestasi akademik siswa di sekolah tidaklah menjamin kemampuan mereka dalam menyelesaikan masalah pribadi dan interaksi di lingkungannya. 

Tak hanya itu, kasus-kasus perundungan juga disebabkan oleh adanya permasalahan yang sistemik, dimana orang tua, masyarakat, sekolah, dan negara belum serius untuk memberantas perilaku bullying. Padahal, untuk menghentikan persoalan tersebut membutuhkan solusi yang komprehensif, perhatian dan  sinergi semua pihak. 

Peran orang tua sebagai 'sekolah' pertama dan utama bagi anak-anak nya sangat penting agar anak tidak terjerumus pada pergaulan bebas dan kerusakan moral. Penanaman akidah dan ilmu agama sejak usia dini diperlukan untuk membentuk karakter generasi yang baik. Namun realitasnya, dalam kehidupan sekulerisme para orang tua melupakan peran strategis tersebut untuk mendidik buah hatinya. Sehingga tak jarang, pelaku bullying lahir dari keluarga yang bermasalah (broken home). 

Perhatian masyarakat untuk menjaga perilaku anak maupun remaja tak kalah urgennya. Karena perilaku mereka bisa ditentukan oleh faktor lingkungan. Sehingga perlu ada tindakan pengawasan dan pencegahan dari perilaku buruk di tengah-tengah masyarakat. Harus terbentuk juga sikap saling menasehati dalam kebaikan. Akan tetapi, di tengah alam sekularisme ini, masyarakat semakin individualis yakni kurang kepedulian terhadap sesama. Maka, tidak adanya perhatian dan kontrol dari masyarakat  sebenarnya telah turut andil terhadap pembentukan karakter generasi yang rusak. 

Begitu pula negara memiliki peran sentral terhadap baik buruknya masyarakat. Selain karena negara memiliki tanggung jawab yang besar bagi masa depan generasi bangsa, juga dituntut untuk mampu melindungi generasi dari kerusakan moral. Salah satunya fungsi kontroling terhadap media. Karena media turut andil dalam membentuk karakter generasi muda itu sendiri yang secara tidak langsung berpengaruh besar terhadap perilaku penggunanya. Sebut saja misalnya situs pornografi, game online maupun film-film yang mengandung kekerasan mudah diakses oleh siapa saja. Mirisnya, konten dan situs berbahaya ini seolah dibiarkan begitu saja tanpa ada tindak tegas dari negara  untuk kelangsungan generasi, padahal dampak buruknya sangat jelas. Kebobrokan moral, anarkisme dan kriminal telah menjangkiti kaum milenial tanpa disadari kian mengkhawatirkan. Jelaslah, bahwa negara belum begitu serius untuk menjaga generasi dari segala hal yang merusak moral ketika landasan untuk mengatur urusan umat masih kapitalis sekuler. Satu paham yang menyebabkan negara lebih mengedepankan keuntungan secara materi dan mengabaikan aturan agama.

Berbeda jika negara menerapkan aturan Islam. Islam dengan tegas melarang perilaku bullying seperti perilaku merendahkan atau mencela fisik. Allah Swt berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah salah satu kaum dari kalian menghina kaum yang lain, bisa jadi kaum yang dihina lebih baik dari pada yang menghina.. “ (Q.S al-Hujurat:11)

Islam memiliki solusi yang sempurna untuk mengatasi masalah bullying. Berawal dari cara pandang bahwa menjaga generasi bukan hanya tanggung jawab orangtua maupun guru, namun butuh peran negara dan masyarakat.

Negara yang mengadopsi sistem Islam akan memberikan penjagaan dan perlindungan yang menyeluruh terhadap anak. Dimulai dari memberikan pemenuhan hak-hak nya berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, keamanan sampai pendidikan. 

Pendidikan terbaik akan didapatkan  generasi dengan mendapatkan  ilmu pengetahuan yang dilandasi akidah dan keimanan yang kuat dan tsaqofah Islam, sehingga terlahir output yang memiliki kepribadian Islam dan berakhlak mulia serta terampil. 

Tak hanya itu, sebagai bentuk penjagaan lainnya negara juga memberlakukan aturan pergaulan yang di dalamnya berupa tuntunan dan hukuman bagi yang melakukan pelanggaran. 

Dalam kasus pelanggaran yang berat, negara memberikan sanksi qishas terhadap pelaku yang melukai orang lain, sebagaimana tertuang dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 45: 
 "Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (taurat) Jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka-luka pun ada qishasnya."

Adanya sanksi yang harus diterapkan negara, akan menjadi penjagaan dan perlindungan bagi setiap jiwa manusia selaligus akan menutup semua pintu terjadinya kekerasan baik kekerasan fisik dan psikis seperti kasus bullying.

Semua aturan Islam akan berbuah keamanan dan kenyamanan bagi manusia, jika Islam diterapkan sempurna dalam semua aspek kehidupan. Jika hanya diterapkan setengah-setengah sudah pasti tidak akan memberikan efek yang sempurna. Karena membangun  manusia yang berkepribadian Islam  memerlukan aturan serta sistem sahih, lingkungan yang kondusif, serta penerapan sanksi yang tegas oleh institusi negara yang menerapkan Islam secara totalitas.
Wallahua'lam bi ash-Showwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post