Perguruan Tinggi Bermasalah, Akibat Pendidikan Di Kapitalisasi


 Oleh: Sukey
Aktivis muslimah ngaji

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mencabut izin operasional 23 perguruan tinggi per Kamis (25/5/2023). Direktur Kelembagaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) Lukman mengatakan, pencabutan ini merupakan tindak lanjut dari 52 pengaduan masyarakat.
Pencabutan izin ini karena perguruan tinggi tersebut tidak memenuhi ketentuan standar pendidikan tinggi, juga melaksanakan pembelajaran fiktif, praktik jual beli ijazah.
Total terdapat 4.231 perguruan tinggi di Indonesia hingga akhir maret 2023. Ribuan perguruan tinggi itu memiliki 29.324 program studi, 330.000 dosen, dan lebih dari 9 juta mahasiswa, (kompas.com;04/06/2023).

Lantas, bagaimana nasib mahasiswa dari perguruan tinggi yang dicabut izinnya tersebut? UPT Kemendikbudristek menyatakan akan membantu mahasiswa, dosen, dan tenaga pendidik terdampak untuk dipindahkan ke perguruan tinggi lain. (CNN Indonesia, 26-5-2023).

Kapitalisasi Pendidikan

Kasus pencabutan izin perguruan tinggi ini membuktikan bahwa praktik jual beli ijazah bukanlah sekadar isu ataupun isapan jempol. Praktik terlarang tersebut terbukti nyata adanya, bahkan bisa jadi ada banyak perguruan tinggi lain yang melakukannya. Namun meskipun demikian, sangat disayangkan jika praktik-praktik tersebut justru mencederai tujuan pendidikan itu sendiri. Kebutuhan akan PT masih tinggi, namun negara tidak mampu menyediakan PT yang mencukupi kebutuhan sehingga tugas ini diambil alih oleh swasta dan swasta justru dengan mudah mengkapitalisasi.

Jika normalnya seseorang butuh waktu paling sedikit tiga setengah sampai empat tahun untuk dapat menyelesaikan gelar s1, dengan adanya praktik ini seseorang dapat memperolah ijazah dalam sekejap mata, selama mereka memiliki modal semua bisa didapatkan. Termasuk untuk mendapatkan gelar dan ikut diwisuda tanpa perlu bersusah payah mengikuti rangkaian proses perkuliahan, KKN, PKL, seminar, sidang skripsi dan lain-lain.

Kondisi ini terwujud di dalam sistem kapitalisme yang menuhankan materi. Keuntungan materi menjadi tujuan hidup manusia sehingga segala cara ditempuh demi memperolehnya. Tidak peduli halal atau haram. Agama tidak digunakan sebagai petunjuk, bahkan justru dimarginalkan. Namun, kapitalisasi pendidikan tidak hanya berdampak pada jual beli ijazah, melainkan juga pada makin mahalnya biaya pendidikan, bahkan di perguruan tinggi negeri sekalipun. Selain itu, hasil riset yang dilakukan perguruan tinggi juga diarahkan untuk kepentingan industri para kapitalis, bukan kemaslahatan umat.

Dengan demikian, kapitalisasi pendidikan juga telah mencederai tujuan pendidikan kita saat ini dan mengubahnya menjadi materialistis. Tujuan kuliah sekadar untuk mendapatkan pekerjaan dan sukses secara finansial, sedangkan tujuan luhur berupa mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan insan yang bertakwa hanya berhenti sebatas jargon. Pada akhirnya, kapitalisasi pendidikan menghasilkan lulusan berupa generasi yang serba boleh (permisif).

Masalah yang terjadi dalam sistem pendidikan kita hari ini, sejatinya bisa dituntaskan dengan sistem hidup yang benar. Sistem hidup yang benar tersebut adalah sistem kehidupan Islam. Islam sebagai sistem kehidupan memberikan aturan terhadap permasalahan dalam berbagai bidang kehidupan umat manusia, termasuk diantaranya mengenai pendidikan.

Dalam Islam, kebutuhan pendidikan dari tingkat dasar hingga tingkat perguruan tinggi dijamin serta disediakan oleh negara. Karena negara bertanggung jawab secara penuh untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang dipimpinnya, salah satunya pendidikan. Adapun sistem pendidikan yang harus disediakan negara adalah yang berkualitas, murah bahkan gratis. Dengan penggunaan dana Baitul Mal maka biaya pendidikan yang dibayar bisa murah bahkan gratis untuk masyarakat. Karena dana Baitul Mal adalah dana yang peruntukkannya untuk kemaslahatan umat.

Kemandirian yang dimiliki negara dalam sistem kehidupan Islam juga tidak lepas dari sistem politik Islam, di mana negara berkewajiban mengurusi masyarakatnya, menjamin hak juga kebutuhan mereka. Untuk mewujudkan pendidikan gratis ini, negara tidak sendirian. Banyak individu rakyat yang kaya turut mendukung pembiayaan pendidikan dengan memberikan wakaf. Hasilnya adalah output pendidikan tinggi yang cerdas bertakwa dan turut memberikan sumbangsih bagi peradaban Islam, baik dengan menjadi ulama, politisi, saintis, maupun yang lainnya. Jika kita serius mewujudkan sistem Islam, gambaran pendidikan tinggi yang luar biasa ini akan dapat terwujud. Wallahualam.

Post a Comment

Previous Post Next Post