Pentingnya Ketahanan Pangan


Wiwik Afrah
 (Aktivis Muslimah)

Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan,  swasembada pangan merupakan tantangan besar. Negara hanya mengucurkan 0,6 persen dari total anggaran negara untuk bidang pangan. Selain itu, Arief menyampaikan tidak semua lahan yang tersedia di dalam negeri dapat jadi area pertanian.

Menurutnya, ketimpangan ketersediaan pangan antar daerah menjadi hal yang lazim. "Pangan merupakan hidup matinya suatu bangsa. Kebutuhan pangan rakyat harus dipenuhi dengan cara besar-besaran dan revolusi, sehingga tidak menimbulkan malapetaka," kata Arief dalam keterangan resmi dari Arifin Panigoro Dialog, Jumat (2/6).
   

Bagi bangsa mana pun, pangan adalah salah satu kebutuhan dasar yang sangat penting. Terpenuhinya pangan akan berpengaruh besar pada kemajuan bangsa. Pangan yang lengkap dapat membuat kebutuhan nutrisi tubuh tercukupi. Dengan tubuh yang sehat, seseorang akan memiliki kekuatan dan kemampuan untuk berpikir dan beraktivitas. Masyarakat yang nutrisinya terpenuhi juga mudah dididik sehingga akan terbentuk SDM yang berkualitas.

Sayangnya, masalah pangan masih terus berlanjut. Banyak masyarakat di berbagai daerah, terutama di wilayah 3T (terdepan, terpencil, dan tertinggal) mengalami kelaparan. Mereka kesulitan memenuhi kebutuhan karena tingginya harga beberapa bahan makanan. Selain itu, masyarakat negeri ini juga mengalami hidden hunger (kelaparan tersembunyi), yaitu kekurangan gizi mikro.

Dengan adanya masalah ini serta kecilnya alokasi dana untuk meningkatkan pangan, wajar jika ada yang beranggapan pemerintah kurang serius mengatasi problem pangan. Upaya intensifikasi dan ekstensifikasi memang sudah dilakukan, tetapi upaya itu kalah dengan peran pihak-pihak tertentu yang hanya ingin mencari keuntungan. Mereka menjadikan proyek pangan sebagai lahan basah untuk memperkaya pribadi.

Negara juga tidak menyelesaikan masalah mendasar dari kelangkaan pangan. Selama ini, distribusi selalu menjadi kendala dalam urusan pangan. Rantai distribusi yang panjang membuat masyarakat merasakan mahalnya bahan kebutuhan pokok. Belum lagi masalah kecurangan dalam prosesnya, seperti praktik penimbunan, makin menambah persoalan pangan.

Jika ingin menyelesaikan masalah pangan, pemerintah perlu optimal mengambil kebijakan. Tidak hanya melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian, melainkan juga memotong panjangnya rantai distribusi. Pemerintah harus mampu mengendalikan para oligarki yang bermain demi keuntungan pribadi dan wajib menghapus aktivitas penimbunan. Seluruh upaya tersebut tidak dapat dilakukan, kecuali dengan aturan tegas. Pemerintah perlu memberikan sanksi yang dapat membuat jera. Aturan seperti ini hanya dapat dilakukan oleh pemegang kebijakan yang tidak mudah dibeli dengan uang/materi. 

Islam memandang betapa pentingnya kualitas SDM. Alhasil, perlu upaya sungguh-sungguh untuk membentuk hal itu. Tersebab pangan adalah salah satu unsur yang berperan dalam pembentukan SDM ini, perlu untuk meningkatkan ketahanan pangan. Dalam Islam, sistem pemerintahan Islam yang terpusat pada akidah Islam akan melahirkan kebijakan yang sesuai dengan pandangan Islam, bukan pada individu, apalagi oligarki. Sistem ekonomi Islam akan mengatur masalah produksi pangan (ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian), distribusi (kecurangan, praktik ritel, dan lain-lain.), hingga konsumsi. 


Sistem keuangan Islam akan mengelola penghasilan negara (kharaj, ghanimah, fai, jizyah, pengelolaan SDA) untuk keperluan masyarakat, terutama ketahanan pangan. Sistem sanksi Islam juga akan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang melakukan kecurangan. Upaya sistem Islam dalam mewujudkan ketahanan pangan di antaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, Islam akan mengatur masalah lahan pertanian. Negara harus menjamin ketersediaan lahan pertanian dan tidak boleh mengizinkan lahan subur mengalami alih fungsi lahan. Negara juga tidak akan membiarkan lahan pertanian mati (tidak digarap pemiliknya). 

Jika terjadi demikian, negara akan mengambilnya dan memberikan kepada orang yang mampu mengelolanya. Kebijakan ini diterapkan berdasar hadis Rasulullah saw., “Orang yang memagari tanah, tidak berhak lagi (atas tanah tersebut) setelah (menelantarkannya) selama tiga tahun.”

Kedua, negara akan membuat kebijakan industri berbasis industri berat. Politik industri mengarah pada kemandirian industri dengan membangun alat-alat produksi sehingga dapat menopang teknologi untuk pertanian secara mandiri.

Ketiga, negara perlu memiliki kemandirian riset. Riset pangan dan teknologi dilakukan untuk meningkatkan produksi pangan yang akan dimanfaatkan masyarakat, bukan untuk bisnis atau keuntungan oligarki.

Keempat, seluruh kebijakan di atas perlu anggaran. Anggaran dalam Islam berasal dari baitul mal yang telah diatur sesuai dengan syariat Islam.

Kelima, negara mengatur distribusi pangan. Setidaknya ada dua cara, yaitu mekanisme harga dan non harga. Mekanisme harga maksudnya adalah negara memastikan harga pangan di pasar stabil dan terjangkau. 

Negara akan melakukan pengawasan pasar hingga tidak terjadi penimbunan barang, kartel, penipuan, dan lain sebagainya. Saat negara menemui ketidakseimbangan penawaran dan permintaan, negara mengambil langkah intervensi pasar, seperti menyuplai barang yang langka. Khusus untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, negara akan mengeluarkan kebijakan non harga.

Negara akan memenuhi seluruh kebutuhan pokok selama mereka kesulitan bekerja, semisal karena sakit atau cacat. Apabila seluruh aturan berjalan baik, negara dapat menjamin ketahanan pangan untuk rakyatnya. Hal ini tidak bisa dilakukan, kecuali negara mengambil Islam sebagai ideologinya, bukan kapitalisme yang lebih mementingkan para kapitalis. Jadi, jika ingin ketahanan pangan tidak sekadar angan-angan, kaum muslim wajib kembali kepada sistem Islam.
Wallahu 'Alam bish-showab

Post a Comment

Previous Post Next Post