Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Di dalamnya terdapat beranekaragaman agama, budaya dan lainnya. Keberagaman tersebut menghantarkan pemerintah untuk membuat segala macam upaya agar masyarakat dapat bertoleransi dan mengukuhkan persatuan diantaranya dengan jalan moderasi beragama. Sampai saat ini, moderasi beragama di Indonesia dengan berbagai proyek implementasinya masih terus diarusutamakan. Sebagaimana seorang Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Prof Siti Ruhaini Dzuhayatin yang menyampaikan kepada kompas pada Kamis (11/5/2023) bahwa ketangguhan sosial di Indonesia terbentuk dari moderasi beragama. Dia juga menilai bahwa Moderasi beragama di Indonesia sebagai modalitas yang sangat besar pengaruhnya, karena hal itu dapat menyumbang moral imperative call atau panggilan moral untuk bertindak melalui G20 Interfaith Forum di India. Dengan begitu Indonesia bisa mendesakkan pesan-pesan moral ke G20 agar kemajuan tidak mendegradasi kemanusiaan seperti kasus-kasus human traficking (perdagangan orang) dan (kerusakan) lingkungan. Hal itu disampaikan Ruhaini usai menjadi pembicara di Forum Inter-Faith G20 India, Rabu (10/5) sebagaimana keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Selain itu, dia juga menyampaikan arahan dari Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang searah dengan harapan Duta Besar Indonesia untuk India agar dapat menyuarakan modalitas keagamaan Indonesia yang moderat dan terbuka bagi kemajuan dunia. Dalam forum itu, Siti Ruhaini hadir bersama tokoh dan pegiat kerja sama antara agama dari Indonesia, yaitu Anggota Dewan Pertimbangan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Amin Abdulillah, pimpinan Pesantren Tebu Ireng Jombang Halim Mahfudz, Dekan Fakultas Ushuddin dan Filsafat, UIN Yogjakarta Inayah Rohmaniyah, Wakil Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Alpha Amirrachman, serta Direktur Eksekutif Leimena Institute Matius Ho.
Dari fakta di atas, bisa dipastikan dengan jelas bahwa pemerintah benar-benar menganggap moderasi beragama ini dapat menjadi solusi setiap permasalahan bangsa dan sangat penting bagi kemajuan Islam. Maka tak heran jika Indonesia bercita-cita dan mempromosikan moderasi beragama ke seluruh dunia. Namun, apakah moderasi beragama mampu menjadi solusi atas setiap permasalahan sehingga dapat membawa kemajuan dunia? Benarkah demikian? Sebelum melangkah ke pembahasan yang lebih mendalam, maka perlu dipahami terlebih dahulu konsep dan tujuan dari moderasi beragama.
Sejak presiden Amerika menyerukan program perang melawan teroris pada tahun 2021, barat membagi muslim menjadi beberapa kelompok. Seperti islam radikal, islam moderat, islam tradisional, dan lain-lain. Islam moderat sendiri berasal dari epistemologi Barat di mana ia dimaknai dengan pengakuan untuk membenarkan semua agama termasuk keyakinan dan ajarannya. Tak hanya itu, Islam moderat juga mencampuradukkan kebenaran dan kebatilan. Sehingga tejadi pengaburan pada hakikat Islam.
Oleh karena itu, moderasi beragama merupakan bagian dari proyek deradikalisasi. Yaitu sebuah upaya untuk menetralkan segala pemikiran yang dianggap radikal. Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan (radikal) maupun ekstrem kiri (liberal) (Kemenag.co.id). Ide moderasi beragama inilah yang direncanakan Barat khususnya AS untuk menandingi Islam ideologis dan politik Islam. Dengan tujuan menghadang atau menghalangi akan kebangkitan Islam, sekaligus mencegah pejuang Islam politik dan mengaburkan umat dari penerapan Islam kaffah. Narasi moderasi beragama ini pun ditargetkan untuk mengalihkan pandangan kaum Muslim terhadap Islam. Mereka juga menginginkan agar umat Islam dapat mengartikan moderasi beragama ini sesuai dengan cara pandang Barat.
Padahal, terkait dengan pluralitas, sebenarnya di dalam agama Islam juga mengakui adanya pluralitas atau keberagaman, tapi tidak pada pembenaran semua agama (Pluralisme). Islam juga memiliki konsep toleransi antar umat beragama dengan cara membiarkan agama lain untuk menjalankan ibadahnya. Tidak menghalanginya dan juga tidak mendukung pemeluknya untuk tetap berada di agamanya. Sehingga, tuduhan bahwa Islam adalah agama radikal dan anti keragaman, jelas merupakan suatu tuduhan yang tidak berdasar. Jika kita menelisik lebih dalam terkait dengan realita saat ini, maka bisa didapati permasalahan-permasalahan yang di atas maupun segala permaslahan lainnya itu sudah membuktikan kegagalan dari moderasi beragama. kemunculan moderasi beragama akibat dari bebasnya paham sekuler-kapitalis-demokrasi yang berkembang di Indonesia adalah bagian dari strategi Barat, dan negara pun memfasilitasinya, seperti kurikulum merdeka belajar dalam aktivitas modul nusantara, sehingga dari sini bisa disimpulkan bahwa moderasi beragama ada, karena negara tidak melindungi akidah umat Islam.
Walhasil, kemuliaan Islam dan terjaganya akidah umat Islam, sejatinya akan kembali ketika umat menerapkan sistem khilafah, dimana solusi kehidupannya hanya bersumber dari Al-quran dan As-Sunnah dalam seluruh aspek kehidupan, baik ekonomi, politik, sosial, pendidikan, hingga ranah akidah. Sebab hanya dengan Khilafah, maka akan terwujud rahmat bagi seluruh alam sehingga keamanan atas umat termasuk akidah, sudah pasti akan terjaga/terlindungi.
Wallahu a’lam bish showab..!
Post a Comment