Miris! Negara Agraris, tapi Lemah Ketahanan Pangannya


 Oleh: Aktif Suhartini, S.Pd.I.

Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

 

Indonesia adalah negara agraris, memiliki tanah yang subur dengan sumber daya alam luar biasa yang seharusnya mampu menyejahterakan rakyatnya dan jauh dari kata stunting. Namun kenyataannya banyak ibu di Indonesia melahirkan bayi stunting. Sungguh menyedihkan, di negeri agraris lahir bayi-bayi stunting karena ibu hamil kekurangan gizi. Astaqfirullah, apakah ini hasil dari sistem demokrasi yang dianut dan dibangga-banggakan? 

Namun, pemerintah melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggalang kerja sama dengan Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) untuk upaya pencegahan stunting agar ibu hamil mendapatkan asupan gizi yang baik dan melahirkan bayi dengan panjang badan di atas 48 cm. Pemerintah pun menerbitkan Peraturan Badan Pangan Nasional (PerBaDaN) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pola Pangan  yang bertujuan agar memperkuat ketahanan pangan nasional guna mengedepankan keberagaman konsumsi pangan dan keterpenuhan gizi masyarakat.

Untuk memenuhi gizi masyarakat sebagai upaya pengurangan stunting dapat tercapai dengan swasembada pangan. Namun, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan swasembada pangan merupakan tantangan besar. Pasalnya, negara hanya mengucurkan 0,6 persen dari total anggaran negara untuk bidang pangan. Menurut Arief, tidak semua lahan yang tersedia di dalam negeri dapat jadi area pertanian. Maka, ketimpangan ketersediaan pangan antar daerah menjadi hal yang lazim.

Subhanallah, apabila dikatakan lazim, di mana peran pemerintah sebagai regulator menyejahterakan seluruh wilayah yang ada di Indonesia? Pangan merupakan hidup matinya suatu bangsa. Kebutuhan pangan rakyat harus dipenuhi dengan cara besar-besaran dan revolusi ke berbagai wilayah tanpa terkecuali agar tidak menimbulkan malapetaka, dan para ibu yang hamil tidak melahirkan bayi stunting karena kekurangan gizi.

Sungguh ironis, problem bayi stunting dan kurang gizi di negeri yang berlimpah kekayaan sumber pangan dan energi. Inilah yang terjadi ketika pemerintah masih menerapkan sistem sekuler kapitalis yang jelas-jelas tidak bisa menyejahterakan rakyatnya. Kita bisa lihat, kebijakan bekerja sama dengan swasta dan asing hanya menegaskan berlepas tangannya pemerintah dari tanggung jawab menyejahterakan rakyat. Pasalnya, kerja sama dengan asing berpotensi menjadi pintu masuk program-program asing yang bisa mengeksploitasi potensi generasi dan mengarahkan pembangunan SDM demi kepentingan asing.

Padahal, ketahanan pangan adalah persoalan penting bagi suatu bangsa karena berkaitan erat dengan kualitas sumber daya manusia.  Sayangnya hal ini masih belum diperhatikan secara serius oleh Indonesia. Agar terwujudnya ketahanan pangan sangat membutuhkan anggaran yang cukup dan teknologi yang handal agar dapat memanfaatkan lahan sebagai sarana untuk mewujudkannya.

Lain halnya dalam sistem pemerintahan Islam, pembentukan SDM yang berkualitas adalah hal yang sangat penting, demikian juga kesejahteraan seluruh rakyatnya. Pasalnya sistem Islam memiliki metode terbaik untuk mewujudkannya dengan berbagai sistem kehidupan yang  menyeluruh dan semuanya diatur oleh Islam.[]

Post a Comment

Previous Post Next Post